Jakarta, BISKOM – Teknologi Informasi (TI) yang terus berkembang telah mendorong pertumbuhan industri digital kreatif di Indonesia. Berbagai perusahaan startup pun mulai bermunculan dan menunjukkan eksistensinya dalam industri digital yang membutuhkan kreativitas tinggi ini. Namun tak hanya mengandalkan kreativitas saja, untuk semakin bertumbuh kembang industri ini memerlukan investasi atau pembiayaan yang tidak sedikit. Oleh sebab itu diperlukan perhatian khusus agar industri yang terbilang baru ini mampu berdiri dan berpotensi meningkatkan perekonomian dalam negeri.
Saat ini perkembangan bisnis startup digital Indonesia seperti aplikasi, games dan animasi belum maksimal, meskipun para kreator startup yang ada sangat beragam dan unik. Banyak pelaku startup yang berguguran di tengah perjalanan mengembangkan bisnisnya. Dari berbagai persoalan yang ada, salah satu yang membuat kreativitas ini terhenti di tengah jalan adalah faktor keuangan yang tidak memadai.
Wakil Ketua Umum, Bidang Perbankan dan Keuangan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani mengakui, tidak hanya pada industri TI yang mengalami permasalahan modal, tetapi industri kreatif lainnya juga mengalami hal yang sama. Oleh sebab itu, pihaknya bersama Otoritas Jasa Keuangan (OKJ) mencoba merevitalisasi modal ventura.
“Modal ventura dulu sempat berkembang, namun sekarang ini mengalami penurunan yang bisa dilihat dari segi aset maupun jumlah perusahaannya. Hal ini yang sekarang kami konsultasikan bersama OJK untuk membangkitkan dan menggairahkan lagi modal ventura agar bisa mendorong perkembangan wirausaha,” ujar pemegang gelar Master of Business Administration dari University of Antwerp, Belgia ini.
Pria yang memiliki keahlian dalam menganalisis dan mengembangkan investasi dan diversifikasi portofolio, serta restrukturisasi keuangan ini melihat modal ventura adalah sarana yang tepat untuk melakukan pendampingan agar industri kreatif di dalam negeri bisa berkembang. Apalagi, masih banyak pihak yang tak percaya dengan potensi bisnis industri kreatif digital ini, sehingga akan kesulitan bila melakukan peminjaman ke bank dan belum lagi bunga bank yang cukup besar.
“Penyaluran modal saat ini memang masih didominasi oleh perbankan, yang pola pembiayaannya harus prudent dan cenderung melihat aspek jaminan dan melihat riwayat ke belakang. Akibatnya, perbankan akan cenderung membiayai usaha-usaha yang sudah berjalan lancar, sedangkan wirausaha-wirausaha baru dengan ide-ide bisnis dan inovasi baru sulit untuk mendapat akses permodalan karena masih sebatas potensial dan belum feasible apalagi bankable,” sambungnya.
Ia pun sangat menyayangkan hal ini, padahal keberadaan kreatif-kreatif digital ini sangat penting mengingat perputaran kemajuan TI sangat-sangat cepat sekarang ini dan kemampuan yang dimiliki para kreator yang bisa mendorong kemajuan TI tersebut malah terkendala perkembangannya hanya karena keterbatasan modal.
“Padahal nantinya mereka tidak hanya mengembangkan perekonomian saja tetapi juga dapat memajukan masyarakat melalui inovasi-inovasi yang dibuatnya. Tentunya untuk menuju kesana, mereka perlu ditunjang dengan riset dan development yang handal, yang akhirnya ujung-ujungnya kembali pada masalah modal,” tandas Rosan, yang hingga kini telah banyak memimpin perusahaan bertaraf internasional, seperti Recapital.
Oleh sebab itu, keberadaan Perusahaan Modal Ventura sangat strategis karena akan memberi alternatif sumber pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan modal, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, atau pembiayaan berdasarkan bagi hasil usaha, yang tentunya memudahkan pelaku usaha industri kreatif ataupun startup untuk mengembangkan bisnisnya.
Namun, mengingat pertumbuhan perusahaan modal ventura yang relatif masih rendah serta pertumbuhan aset permodalan yang masih relatif rendah juga, maka peran organisasi dunia usaha sangat diperlukan untuk menjembatani antara pemerintah, investor, dan wirausaha.
Lebih lanjut, berikut ini petikan wawancara BISKOM dengan Rosan P. Roeslani yang mengaku dirinya terjun sebagai pengusaha karena kecelakaan. Sedikit bergurau, disebutkan alasan dirinya tidak pernah bercita-cita sebagai pengusaha, tetapi sudah merencanakannya untuk bekerja di pemerintahan yaitu Bank Indonesia. Tetapi takdir berkata lain, setelah lulus kuliah justru bertemu dengan temannya yang mengajak untuk membangun sebuah perusahaan. Disinilah karir bisnisnya dimulai, hingga menjabat Komisaris untuk beberapa perusahaan. Antara lain, PT Visi Media Asia Tbk., Saratoga Investama Sedaya, dan Mahaka Media tbk Non-executive Director di Bumi Plc. Founder dan Chairman Amanah Recapital Foundation ini juga menjabat Chairman serta Dewan Pengawas Yayasan Losari.
Apa saja tugas dan kewajiban Anda selaku Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial?
Sesuai dengan amanah yang saya terima di bidang perbankan dan financial, maka cakupan tugas saya memfokuskan pada bidang perbankan, asuransi, pasar modal, alternatif pembiayaaan dan modal ventura. Jadi 5 bidang ini adalah tanggung jawab saya untuk bisa dikonsultasikan kepada pemerintah, yakni Bank Indonesia, OJK dan Menteri Keuangan agar kebijakan-kebijakan yang dilahirkan pemerintah bisa menggairahkan bidang usaha dan juga bisa membantu mensosialisasikan kebijakan pemerintah tersebut kepada Kadin-kadin di seluruh daerah.
Misalnya, beberapa waktu lalu dari OJK ada kebijakan yang istilahnya melek financial. Nah, ini kami bantu mensosialisasikan ke seluruh Kadin yang ada di daerah dengan cara memanggil mereka dan secara bersama-sama dengan OJK mensosialisasikan hal tersebut ke dunia usaha. Pada intinya kami banyak melakukan kerjasama dengan pemerintah dan juga memberikan masukan, kritikan serta saran.
Sejak kapan pembiayaan modal ventura ini diwacanakan untuk industri kreatif digital?
Sebenarnya tidak spesifik industri TI saja tetapi industri kreatif lainnya juga termasuk, karena keberadaan industri modal ventura sangat penting bagi pengusaha usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan tentunya pengusaha start up.
Terkait dengan startup, kira-kira sebulan lalu yang kami mencoba merumuskan masalah pemberian modalnya. Biasanya kan dari 100 startup yang dibiayai kemungkinan jadi hanya 5 atau 10 saja, itu sudah bagus. Sedangkan kalau di OJK itu peraturannya modal ventura yang banyak terkait dengan hal-hal lainnya. Jadi kami coba menyelaraskan dengan perkembangan bisnis saat ini.
Start up memang resikonya sangat besar, namun kalau bisa berhasilkan investasi-investasi di bidang-bidang lain yang tak berjalan akan tertutup dengan investasi tersebut. Kita tidak usah melihat yang besar-besar di luar sana, seperti Softbank dan lainnya. Seperti Alibaba saja saya rasa sudah cukup. Nah, ini yang coba dipertajam lagi oleh OJK dan Kadin untuk membangkitkan dan menggairahkan lagi modal ventura yang tentunya disesuaikan dengan perkembangan-perkembangan teknologi ke depannya.
Berarti Kadin memprioritaskan juga pembiayaan untuk industri kreatif ini?
Iya, itu baru dibicarakan dalam forum diskusi yang berlangsung akhir April lalu. Nantinya, akan kami lanjutkan lagi forum diskusi selanjutnya dengan OJK dan Kadin, serta juga melibatkan pelaku industrinya. Tetapi di sana saya berbicara dari segi pembiayaan saja, bahwa ini tidak bisa dihitung hanya satu persatu tetapi dihitung secara keseluruhannya.
Siapa saja pelaku industri yang nantinya dilibatkan dalam menggairahkan modal ventura?
Saat ini kami sedang mengajak para asosiasi atau pun himpunan untuk memberikan masukan juga. Agar ini tidak hanya menjadi wacana saja tetapi harus bisa diimplementasikan. Itu yang terpenting! Buat apa kita berbicara wacana tetapi implementasinya tidak berjalan? Jadi bersama-sama kita coba melihat dan menganalisa kenapa modal ventura yang dulu belum berkembang kemudian lambat laun juga tidak berjalan. Ini coba dihidupkan lagi, tapi memang fokusnya adalah di industri kreatif dan startup.
Dari mana nantinya pemodal ventura ini, apakah cukup dari perusahaan lokal saja?
Justru, sekarang modal ventura ini mau diperluas agar bentuk pemodalnya tidak hanya dari dalam negeri tetapi dari luar negeri juga. Tapikan selama ini perusahaan modal ventura harus berbentuk PT (persero) yang berbadan hukum di Indonesia. Nah, ini yang sedang kami bicarakan, apakah nantinya ini tetap PT.
Karena apabila masih harus PT, maka kalau ada modal masuk harus merubah anggaran dasar lagi yang tentunya ini merepotkan. Permasalahan-permasalahan seperti ini yang masih kami diskusikan dan coba dibuat strukturnya seperti apa tepatnya. Selain itu dari sisi perpajakannya juga kami bicarakan agar nantinya bisa menarik investor untuk berinvestasi di modal ventura ini.
Seperti apakah modal ventura yang nantinya digulirkan kepada para start up?
Investasi kepada para start up ini tidak dikenakan bunga, sifatnya nanti lebih kepada profit sharing atau bagi hasil. Karena kalau dikenakan bunga tidak bisa berkembang, jadi tidak ada gunanya sama saja dengan perbankan. Tetapi memang karena resikonya cukup tinggi, maka akan mempunyai batasan-batasan juga. Misalnya, dana yang masuk Rp 100 miliar tetapi batasan untuk investasi di satu company maksimum 10%, seperti itu.
Hal ini dilakukan untuk menjaga resiko juga. Jadi lebih banyak seperti kita menyebar padi, mungkin yang tumbuh tidak banyak tetapi bisa menutup investasi lainnya. Selain itu, dari masa investasinya juga tidak selamanya. Sementara ini yang kami bicarakan batasan maksimumnya adalah 5 tahun. Setelah itu investasi yang sudah diinvestasikan tersebut ditawarkan kembali kepada pemiliknya atau dijual ke pihak lain. Bisa juga kalau sudah berkembang melakukan penawaran saham Initial Public Offering (IPO) di listing bursa.
Lalu, siapa nantinya yang mengelola dana tersebut?
Nantinya dibentuk badan atau perusahaannya yang berisi para professional, dimana ada Kadin dan beberapa asosiasi di dalamnya. Tetapi aturan mainnya sedang disempurnakan terlebih dahulu oleh OJK. Pastinya pihak yang mengelola dan menerima modal ventura ini akan memberikan laporan pertanggungjawaban secara berkala.
Seperti apa startup-startup yang bisa mendapatkan modal ventura ini?
Kami belum berbicara parametar-parameternya, jadi saya belum berani bilang paramater seperti apa. Intinya pasti dari tim yang menganalisanya nanti harus mengerti dunia TI juga. Kalau hanya mengerti keuangan saya rasa tidak akan jalan juga. Tetapi kembali lagi, startup itu akan berkembang dan besar seperti apa kita belum tahu. Start up kita banyak sekali, tetapi kita sudah tahu yang besar-besar dan berkembang ada beberapa. Intinya, kehadiran modal ventura ini untuk lebih menggairahkan para start up di Indonesia terlebih dahulu. Karena salah satu kendala mereka bekembang adalah masalah keuangan.
Apakah ini berarti persyaratan untuk menerima modal ini dipermudah untuk para start up?
Namanya juga pembiayaan untuk pemula yang fleksibilitasnya tinggi maka tidak dipakai aturan-aturan yang ketat. Tapi pastinya, nanti ada parameter-parameter dan tidak semua akan diberikan pembiayaan, terlebih dahulu dilakukan seleksi. Terpenting dipahami dahulu bahwa ini resikonya tinggi dan diharapkan dari start up melakukan sharing juga kepada pemodal. Jadi yang satu punya ide dan satu lagi punya pembiayaaan. Sehingga perlu ada pengertian antara kedua belah pihak.
Kapan program ini akan berjalan?
Menurut saya implementasinya akan lebih cepat, karena lembaga yang sedang dilihat tidak perlu memakai lembaga yang baru tetapi memanfaatkan lembaga yang ada. Selain itu juga ada arah pembicaraan agar pemerintah membangun ‘Bank Industri’ yang tentunya bisa membantu para startup. Karena UU-nya baru maka aturannya sedang dibicarakan. Mudah-mudahan tidak lama, paling tidak payung hukumnya sudah ada terlebih dahulu.
Apa harapan yang bisa dikembangkan dan dimunculkan oleh para start up ini nantinya?
Ya, sebetulnya kalau yang dibicarakan adalah yang lebih berhubungan dengan pariwisata. Potensi-potensi pariwisata di kitakan sangat signifikan tetapi pemanfaatan pariwisata kita melalui teknologi masih sangat kurang.
Padahal pariwisata ‘it’s given’ pemberian dari Tuhan kepada bangsa ini dengan memiliki lokasi-lokasi alam yang indah dan budaya yang beragam. Industrinya sudah ada tinggal dikembangkan lagi dari sisi aplikasinya untuk mendorong pariwisata berkembang bersama-sama. Jadi kita tidak harus membangun industri baru lagi yang tentunya membutuhkan waktu.
Lalu, apa yang harus diperhatikan dunia usaha untuk berkembang?
Komitmen! Harus komitmen dalam melakukan apapun, harus benar-benar dijalankan. Banyak deal-deal bisnis dan kesepakatan yang tidak jalan, salah satunya penyebabnya adalah tidak dijalankannya komitmen. Kalau kita mau mau sama-sama, maka yang pertama adalah komitmen dari semua pihak, baik itu pemerintah maupun pelaku usaha itu sendiri. Saya melihatnya dalam semua hal harus adanya komitmen, kalau tidak jangan harap bisa maju.
Saat ini telah banyak perusahaan yang telah bapak pimpin. Lalu apa yang membuat bapak terjun dalam kepengurusan Kadin?
Alhamdulillah kita kan sudah dapat rezeki dari usaha yang sudah dibangun. Nah tinggal kita berkontribusi, bisa dalam bentuk Kadin, CSR dan lainnya. Paling tidak selain material, tapi waktu dan pikiran ini kita coba sama-sama di Kadin. Awalnya seperti itu. Senangnya di Kadin bisa menambah banyak teman dan ilmu, paling tidak kita bisa berkontribusi ke dunia usaha.
Sebagai seorang profesional, sejauhmana Anda memanfaatkan TI?
Pastinya teknologi mempermudah segala sesuatunya. Bisa dibilang banyak membantu pekerjaan saya, misalnya sekarang ini saya tidak perlu secara fisik berada di suatu tempat untuk mengambil kebijakan-kebijakan di dalam perusahaan. Cukup melakukan conference call dengan seluruh tim dan bersama anak perusahaan yang ada di daerah-daerah melakukan video call setiap seminggu sekali. Ini sangat-sangat membantu sekali, sangat efektif dan efisien.
TI memang mempermudah dan tidak bisa ditahan atau dicegah pergerakannya yang terus maju. Jadi, sejauh ini pemanfaatan TI lebih kepada untuk mendukung pekerjaan. (Hoky & Andri, Fotografer: M. Taufik)
Artikel Terkait: