Berbicara mengenai perkembangan ICT di Indonesia, tentu tidak lepas dari peran Depkominfo. Karena lembaga pemerintahan ini yang bertanggung jawab mengatur berbagai regulasi dan segala upaya untuk memajukan ICT di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu, BISKOM berkesempatan menemui Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA., orang nomor satu di Depkominfo. Ditemui di kantornya, M. Nuh tampak sibuk mengurusi pekerjaan sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika apalagi masalah ICT di Indonesia ini sangat kompleks. Salah satu pekerjaan yang harus diselesaikan di tahun ini adalah departemen yang dipimpinya harus sudah terbebas dari piranti lunak ilegal.
Pada tahun ini juga, Depkominfo terus berjuang agar masyarakat Indonesia mulai menggunakan piranti lunak legal.
Ada yang istimewa dari M. Nuh. Dibanding dua Menkominfo sebelumnya yang berasal dari partai politik, M. Nuh justru seorang akademisi di bidang teknologi. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tentu bukan hal baru lagi bagi pria kelahiran Surabaya 17 Juni 1959 yang pernah mengenyam pendidikan di Universite Science et Technique du Languedoc (USTL), Montpellier, Perancis.
Beliau juga tercatat sebagai rektor termuda dalam sejarah ITS yang berusia 42 tahun saat menjabat. Dalam rentang masa menjadi rektor, ia menulis buku berjudul Strategi dan Arah Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Indonesia-SAKTI).
Untuk mengetahui lebih detail mengenai apa saja yang dikerjakan setelah menjabat sebagai Menkominfo, simak hasil wawancara M.Nuh dengan BISKOM berikut ini.
Hal apa yang mendasari Anda begitu tertarik pada bidang teknologi informasi?
Teknologi Informasi itu pada dasarnya memiliki cluster yang banyak. Ada yang namanya mikroinformatika, yakni mereka yang sangat ahli mengenai urusan TI yang bersifat lebih teknis. Ada lagi makroinformatika, yang berkaitan dengan konsep-konsep, falsafah, trend maupun kebijakan.
Saya mungkin lebih cenderung ke makroinformatika. Jika mau mengembangkan TI, yang perlu diketahui adalah falsafah dasarnya. Kalau ditarik ke belakang, dari sisi budaya itu manusia telah memasuki beberapa fase mulai dari nomadic society, agriculture society, merchandise sociecty, industry society dan saat ini kita memasuki knowledge base society. Di setiap fase tersebut ada ikon teknologi atau teknologi yang sudah umum digunakan oleh orang kebanyakan. Saat ini, ikon teknologinya adalah komputer karena semua orang apapun profesinya membutuhkan perangkat tersebut.
Di setiap fase perkembangan teknologi, kita mengenal satu tokoh penggagas. Siapa tokoh yang Anda anggap begitu berjasa dalam perkembangan teknologi, khususnya di Indonesia?
Pada dasarnya, ada tiga hukum yang mendasari teknologi informasi yaitu Moore’s Law, Metcalafe’s Law dan Crase’s Law. Moore adalah pendiri Intel Chip, dia pernah bilang bahwa setiap 18 bulan, kemampuan kapasitas chip itu meningkat pesat dengan harga yang relatif sama. Komputer sejak dulu harganya di kisaran Rp. 5 juta, sekarang pun harganya juga sekitar Rp. 5 juta. Padahal kemampuannya jauh berbeda antara dulu dengan sekarang yang jauh lebih cepat. Untuk itu paradigma sekarang telah berubah, bukan yang besar mengalahkan yang kecil, tapi yang cepat mengalahkan yang lambat. Kemudian falsafah kedua adalah Metcalafe, dia adalah penemu Internet Protocol. Suatu sistem yang memungkinkan perangkat satu dengan yang lainnya dapat berkomunikasi atau terhubung lewat jaringan. Falsafah ketiga adalah dari Crase, dia merupakan pemenang nobel ekonomi. Teorinya mengajarkan tentang pentingnya efisiensi.
Singkatnya, apa yang mengilhami terhadap TI dari tiga tokoh tersebut?
IT Culture itu diilhami dari tiga falsafah tiga orang tersebut yaitu Moore’s law tentang speed atau kecepatan, Metcalafe’s law tentang network atau jejaring dan Crase’s law tentang efisiensi. Jadi, aneh kalau sudah menggunakan TI, tapi menjadi lebih lambat, tidak mau membuka jaringan dan boros. Apalagi kini, kita sudah masuk ke jaman TI, tapi culture-nya belum comply. ICT terus berkembang dari waktu ke waktu sehingga kita harus lebih tanggap jika tidak ingin ketinggalan. Nah, kalau mau mengembangkan ICT, kita juga harus memasukkan value dari ICT tersebut yaitu speed, networking dan efisiensi. Ketiga nilai ini harus terpenuhi jika ingin mengembangkan ICT secara tepat guna.
Kalau di Indonesia untuk saat ini, bagaimana kondisi teknologi informasinya?
Jadi yang ingin saya tekankan, seperti apapun kondisi negara ini khususnya dalam hal ICT, kita harus tetap optimis. Karena optimisme itu akan melahirkan percaya diri, orang yang memiliki rasa percaya diri bisa memunculkan motivasi. Orang yang memiliki motivasi. Orang yang memiliki motivasi, akhirnya akan berani untuk berusaha atau berikhtiar. Salah satu kunci kesuksesan adalah jika seseorang mau memaksimalkan usaha. Kemampuan berusaha itulah yang akan melahirkan kreativitas. Kreativitas itu nantinya akan melahirkan inovasi yang akan mempengaruhi secara besar pada produktivitas. Produktivitas itu ujung-ujungnya akan melahirkan kompetisi.
Dari sejak proses kelahiran menjadi manusia, kita sudah menang dalam kompetisi, maka sudah seharusnya ketika kita sudah menjadi manusia, tentu kita harus lebih kompetitif. Saat ini, paradigma kompetisi sudah berubah. Kalau dulu model kompetisi itu yang besar mengalahkan yang kecil. Sekarang paradigma berubah menjadi yang cepat mengalahkan yang lambat. Walaupun besar, tapi kalau jalannya lambat, akan sangat mudah dikalahkan oleh yang cepat walaupun ukurannya kecil. Untuk itu, dari awal kita harus menanamkan rasa optimisme tersebut.
Selama tahun 2007, apa saja yang dihadapi Depkominfo berkaitan dengan ICT?
Sepanjang tahun 2007, banyak sekali persoalan hukum seperti keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang walaupun tidak berhubungan dengan Depkominfo, tetapi berkaitan dengan ICT. Kemudian masalah tender USO, satelit, kode akses dan sebagainya. Partisipasi publik juga cukup besar terutama dari perusahaan telekomunikasi untuk bersama-sama mengembangkan telekomunikasi di Indonesia dimana puncaknya ditandai dengan kesepakatan Palapa Ring. Hal penting yang juga dirasakan Depkominfo adalah sudah mulai dirasakan produk-produk ICT di dalam pengambilan keputusan di departemen-departemen yang disimbolkan dengan 7 flagship di Detiknas. Ini merupakan keputusan politik yang sangat mahal untuk menjadikan 7 flagship agar segera diselesaikan.
Apa saja rencana-rencana Depkominfo untuk tahun 2008 ini?
Di tahun 2008, Kominfo merasa optimis untuk berpatisipasi memberikan kontribusi yang lebih baik terhadap ICT di Indonesia. Diantara yang kami rencanakan adalah pelaksanaan pembangunan Palapa Ring pada kuartal I 2008 dan diharapkan selesai akhir tahun 2008. Untuk penyiapan siaran TV digital, kami akan mulai melakukan uji coba siaran TV digital di tahun ini. Kami juga akan melakukan penyusunan roadmap layanan dan konten ICT nasional sejalan dengan infrastruktur yang telah konvergen. Untuk masalah penyiapan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), kami akan melanjutkan pembahasan dengan DPR dan diharapkan selesai tahun ini. Selain itu masih banyak lagi yang akan kami lakukan untuk memajukan ICT di Indonesia.
Secara ringkas, apa tugas pokok dari Depkominfo?
TI itu ruang lingkupnya kan banyak, seperti infrastruktur, industri atau apa saja yang membutuhkan perhatian besar. Namun, pada dasarnya tugas pokok yang dilakukan oleh Depkominfo adalah ingin membentuk masyarakat informasi. Setelah diidentifikasi untuk membentuk masyarakat informasi, maka bisa tercapai dengan adanya accessibility. Accessibility ini dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu infrastruktur, keterjangkauan atau affordability, dan e-readiness.
Meskipun ada infrastruktur, tapi kalau membayar terlalu mahal juga tidak akan bisa berjalan dengan baik. Begitu juga dengan e-readiness, meskipun ada infrastuktur dan harga terjangkau, tapi kalau masyarakat masih belum memiliki e-readiness, juga belum bisa berjalan. Maka, untuk membangun masyarakat berbasis informasi, ketiga hal tersebut harus ada.
Bagaimana dengan masalah ijin penyiaran yang Depkominfo targetkan untuk selesai di tahun ini?
Ya betul, di tahun ini kami menargetkan untuk menyelesaikan sebanyak 2.205 izin penyiaran. Selama tahun 2007, terdapat 2.205 permohonan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) yang masuk ke Depkominfo. Namun dari jumlah itu baru sekitar 20% di antaranya yang sudah diproses. Permohonan IPP itu mencakup izin penyiaran radio eksisting, izin prinsip radio, izin televisi eksisting, dan izin prinsip televisi.
Beberapa waktu lalu Anda mengatakan bahwa akan diluncurkan teknologi WiMAX versi Indonesia. Bisa diceritakan sejauh mana kesiapannya saat ini?
Kami akan meluncurkan WiMAX versi Indonesia pada 28 Mei 2008 nanti. Ini sebagai kebanggaan nasional di bidang teknologi. Proyek WiMAX versi Indonesia saat ini sedang dalam tahap penelitian yang dilakukan Depkominfo bersama dengan BPPT, Ristek dan LIPI. Kami punya hasil riset berupa bagian-bagian WiMAX yang masih terpisah, masih dalam bentuk yang belum utuh. Karenanya kami mempunyai tugas untuk menggabungkan ini semua dengan orientasi hasil akhir produk.
Apa yang Anda harapkan dari WiMAX versi Indonesia ini?
Sama seperti teknologi WiMAX pada umumnya, yang versi Indonesia ini juga kami harapkan dapat memudahkan masyarakat untuk mendapatkan koneksi Internet berkualitas dan melakukan aktivitas dan teknologi nirkabel telekomunikasi berbasis protokol internet (VoIP). WiMAX versi Indonesia kan pada prinsipnya adalah merupakan hasil riset anak bangsa. Di sinilah kami mencoba untuk mulai menggunakan teknologi buatan sendiri.
Kemudian, apa langkah yang bisa dilakukan untuk mewujudkan masyarakat informasi?
Kami mengharap pemerintah dan seluruh stakeholder mampu mendorong ICT awareness kepada publik bahwa ICT memiliki kecepatan yang luar biasa dalam pembangunan ekonomi bangsa. Di masa mendatang, masyarakat akan memiliki drive movement yang lebih cepat untuk memajukan bangsa, bersaing dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.
Kita juga perlu untuk men-desakralisasi TI. Saya melihatnya, TI itu masih dianggap sakral. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa atau mau memanfaatkannya. Beberapa orang masih enggan untuk menggunakan TI. padahal setiap orang memerlukannya. Kami mulai berusaha untuk menyediakan akses internet gratis seperti yang sudah ada di setiap alun-alun seluruh Kabupaten di Jawa Timur bekerjasama dengan Telkom.
Jadi, mungkinkah Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dalam hal pemanfaatan ICT?
Kalau kita berbicara di tingkat daerah, kota yang memiliki peringkat ICT tinggi itu justru bukan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya atau lainnya. Tapi malah kota kecil seperti Jembrana dan Sragen. Berbicara di tingkat yang lebih luas lagi yaitu negara pun sama halnya. Peringkat tertinggi dalam hal penerapan ICT justru tidak tidak diraih oleh Amerika atau Inggris, tapi malah negara kecil seperti Findlandia atau Swiss. Artinya apa? Ini tergantung dari kemauan. Maka dari itu, Indonesia juga memiliki peluang untuk mengembangkan ICT asalkan mau. Untuk itu kita harus selalu optimis bahwa ICT di Indonesia akan maju. (Hoky)
Mudah-mudahan ICT Indonesia benar2 menjadi maju sesuai harapan dan bisa bersaing dengan negara2 luar