Cikal bakal teknologi informasi (TI) Indonesia hingga berkembang pesat pada masa kini tentu tak lepas dari peran sumber daya manusia (SDM) yang membawa dan memelopori kehadirannya negeri ini. Indonesia di era 1970-an merupakan negara yang baru akan berkembang, dan TI baru mulai diperkenalkan di Indonesia, serta didominasi instansi pemerintah seperti Pertamina dan Pemda DKI Jakarta. Siapa sajakah yang berperan dalam sejarah perkembangan TI di Indonesia? Simak dalam lanjutan dari Para Perintis TI Indonesia (Bagian 1)

Petrus Golose, Doktor “Cybercrime” Pertama
Komisaris Besar Petrus Reinhard Golose merupakan orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar Doktor untuk bidang cybercrime pada 7 Juni 2008 lalu. Tim penguji yang terdiri dari 9 guru besar dan promotor, Prof. Dr. Sarlito W Sarwono, di Depok, Jawa Barat menyatakan, Petrus lulus dengan yudisium ”sangat memuaskan” dengan angka 3,92. Seharusnya ia memperoleh predikat cum laude, tapi diurungkan mengingat ia tidak dapat selesai tepat waktu lantaran harus melaksanakan tugas-tugas kepolisian sehingga tak bisa jadi peneliti full time.

Disertasinya berjudul ”Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Hacking, Mengambil Studi Kasus: Penyidikan Tindak Pidana Hacking Website Partai Golkar”. Disertasinya menghasilkan definisi hacking, yaitu setiap kegiatan menggunakan komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilakukan dengan mengakses suatu sistem jaringan komputer, baik yang terhubung dengan internet maupun tidak, baik dengan tujuan maupun tidak, untuk memperoleh, mengubah dengan cara menambah atau mengurangi, menghilangkan atau merusak informasi dalam sistem komputer atau sistem elektronik lainnya dengan melawan hukum.

Hacking dikategorikan sebagai kejahatan komputer tanpa kekerasan dan termasuk kejahatan komputer yang merusak. Petrus bersama Tim Cybercrime Bareskrim Polri juga berhasil menangkap pelaku tindak pidana hacking website Partai Golkar pada tahun 2006 melalui jalan panjang menelusuri internet.

Di samping mengajar sebagai dosen luar biasa di bidang kriminologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UI dan Kajian Ilmu Kepolisian untuk Program Pascasarjana UI, ia pun aktif terlibat sebagai wakil dari pemerintah RI untuk turut merumuskan Rancangan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elelktronik (UU ITE) yang telah diundangkan menjadi UU No 11/208. Kini Petrus juga menjadi narasumber pemerintah dalam pembuatan peraturan tentang Lawful Interception (penyadapan informasi).

Supeno Djanali-Handayani Tjandrasa, Guru Besar TI Pertama
Institus Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) mengukuhkan dua orang guru besar dari Fakultas Teknologi Informasi, Prof.Ir. Supeno Djanali, M.Sc.,Ph.D. dan Prof.Ir. Handayani Tjandrasa,M.Sc.,Ph.D, pada 25 Februari 2005 di Graha 10 Nopember ITS.

Pengukuhan sebagai guru besar kedua pasangan suami istri ini menambah jumlah guru besar di lingkungan ITS menjadi 34 orang. “Tapi, tentunya tidak hanya kuantitas saja yang kita tonjolkan. Kualitas guru besar tetap menjadi tujuan utama,” kata Rektor ITS, Dr Ir. Moh. Nuh, DEA waktu itu, yang kini menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika. Menurut Nuh, ke depan ITS terus mengadakan program percepatan untuk memperoleh guru besar sebanyak mungkin.

Sementara itu, dalam kesempatan orasinya, Supeno yang mendapat gelar Guru Besar Bidang Ilmu Arsitektur dan Jaringan Komputer, Fakultas TI, mengambil judul ‘Perkembangan Teknologi Jaringan Komputer dan Tantangan ke Depan’. Sedangkan ‘Informatika Medika: Citra Medis dalam Sistem Informasi Terintegrasi’ dipilih Handayani sebagai judul orasinya dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Pengolahan Citra Digital.

Sylvia W Sumarlin, Brand Nasional Chipset WiMax Pertama
Sylvia Sumarlin termasuk salah seorang perintis produk chipset WiMax pertama di Indonesia. Chipset yang dinamakan Xirka ini nantinya bakal dipakai di seluruh dunia. Sylvia menjabat sebagai Direktur Utama PT. Dama Persada, pemilik merek dagang chipset Wimax Xirka. Sebelumnya ia juga pendiri dan CEO perusahaan ISP (Internet Service Provider) D-Net pada 1995. Hingga tahun 2000, D-Net jadi perusahaan pertama yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk bidang TI.

Kini, nyaris di banyak tempat orang Indonesia bisa mengakses internet, baik melalui perangkat mobile maupun teknologi hotspot yang diakses melalui WiFi. Namun Sylvia, masih merasa ada yang kurang. ”Karena cara berkoneksi internet saat ini sudah membuat orang tidak sabar. Orang juga mulai bergantung dengan internet. Nah, kita ingin internet makin maju. Kita ingin, di Indonesia terjadi dua hal. Penetrasi komputer dan penetrasi internetnya meningkat, dan akhirnya edukasinya meningkat,” kata Sylvia seperti dilansir Tabloid Wanita Indonesia..

Padahal, teknologi WiFi yang dianggap maju, akan segera tergantian dengan teknologi WiMax yang lebih canggih. “WiFi itu 1 base station maksimal mencangkup radius 5 kilometer. Nah WiMax, 1 base station rata-rata mencapai radius 40 kilometer. Bahkan kalau kondisi geografisnya datar bisa mancapai 80 kilometer,” jelas Sylvia. Melalui perusahaan PT. Dana Persada, kami membuat sistem chipset wireless bernama Xirka. Yang satu chipset ukuran 2X2 mili, dan memiliki pemancar frekuensi data sampai 40 kilometer,” papar dia.

Sylvia menuturkan, pihaknya sudah mengembangkan chipset atau system-on-chip hasil karya putra-putri Indonesia asli. Perangkat yang diklaim buatan dalam negeri tersebut dikembangkan oleh Trio Adiono dari Institut Teknologi Bandung dan Eko Fajar yang bergelut di bidang tersebut di bawah payung PT Versatile Silicon Technologies sebagai penerima alih daya proyek-proyek dari Jepang. “Prestasi ini sebenarnya sungguh membanggakan dan idealisme mereka adalah mewujudkan ciptaan mereka untuk di Indonesia,” ujarnya.

Adapun PT. Dama Persada berperan memberikan kesempatan bagi ilmuwan yang diwakili kedua peneliti tersebut dan pemodal yang diwakili oleh Rudy Hari dan Sylvia Sumarlin dalam mengembangkan produk-produk Xirka sebagai brand nasional yang ditargetkan pada saatnya akan go-international. “Kami berkomitmen mendapatkan sertifikasi internasional Wimax Forum untuk produk Mobile Wimax berstandar 16e dan mendapatkan pengakuan dunia,” ujar Sylvia.

Xirka menjadi pemenang Asia Pacific Information Communication Technology Award pada tanggal 15 Desember 2008 dan menyisihkan sembilan negara peserta lainnya dan dua industri raksasa Singapore Telcom serta Fujitsu Australia. Perusahaan manufacturing Xirka ini termasuk salah satu dari 8 perusahaan manufaktur chipset Wimax. Perusahaan pertama adalah Intel, yang diikuti pula oleh PT. Solusindo Kreasi Pratama (Technology Research Group/ TRG), PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti), PT. Hariff Daya Tunggal Engineering (HDTE), PT. Versatile Silicon Technologies, dan Reksis. Tidak sebatas pada chipset, tapi juga ke perangkat seperti dongle.

Xirka yang baru saja diluncurkan 7 Agustus 2009 ini bisa digunakan di dalam USB dongle dan USB mini-cards sebagai mobile station untuk notebook, PDA, maupun di dalam CPE modem untuk desktop komputer di sekolah, perkantoran atau kompleks perumahan.

Nur Aini Rakhmawati, Dengan Joomla Jadi Peserta GSoc

Programmer Nur Aini Rakhmawati berhasil menyusun kode pemrograman mewujudkan software pengembangan Joomla, aplikasi open source yang kini banyak digunakan masyarakat dunia. Wanita kelahiran Pasuruan 20 Januari 1982 ini tercatat sebagai wanita pertama di dunia internasional dalam tim pengembang Joomla.

Prestasinya ini pun yang diakui Google. Dia berhasil menunjukkan kehebatannya ketika menjadi peserta Google Summer of Code (GSoC) 2007. Untuk menjadi peserta GsoC, bukan hal yang mudah. Dia harus bersaing dengan ribuan aplikasi lain dari seluruh penjuru dunia. Bagi kalangan TI, even tersebut cukup bergengsi. Sebab, mereka bisa menimba ilmu langsung dari mentor yang ditunjuk Google. Khusus Joomla, diantara 6.000 aplikan, hanya 50 orang yang diterima. Iin panggilan akrabnya, sehari-hari bekerja sebagai dosen Sistem Informasi, Fakultas Teknik Informatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), merupakan satu-satunya peserta dari Indonesia.

Tahun 2009 giliran alumni S-2 National Taiwan University of Science and Technology ini yang menjadi mentor GsoC dan membimbing seorang peserta dari Filipina. ”Ya mungkin Google tahu kalau saja sudah banyak pengalaman dengan Joomla. Soalnya, setelah jadi peserta saya juga direktur jadi developer,” kata Iin. Menjadi satu-satunya wanita dalam GsoC sempat membuat dirinya canggung. Untunglah rekan-rekan dari berbagai negara mendukungnya. Sedikitnya wanita yang terjun secara profesional dalam bidang TI membuatnya tergerak.

Dia juga membuat milis khusus wanita yang membahas Linux, salah satu sistem operasi open source. Milis tersebut dibentuk karena sebenarnya banyak wanita yang ingin memahami Linux. Iin pun  mengumpulkan kenalan wanita di dunia maya membentuk milis yang diberi nama Kluwek. Mereka punya situs di http://kluwek.linux.or.id. Sekarang anggota milis itu berkembang hingga ratusan orang. Anggotanya mulai mahasiswi hingga ibu rumah tangga sekali pun. Uniknya, tiap anggota punya julukan nama bumbu dapur.

Frans Thamura, Pendiri Komunitas Java

Java Evangelist Indonesia, salah seorang pendiri komunitas Java, berupaya mati-matian mempromosikan Java di Indonesia melalui Yayasan Meruvian, hingga jadi program popular seperti sekarang. Meski di Indonesia ada perusahaan lain yang mendahului terapkan Java, seperti Asimetrik dan Balicamp, namun komunitas yang dipeloporinya mempromosikan open source secara serius dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini sehingga menjadi besar seperti sekarang dengan 3.000 anggota dengan 200 perusahaan pengikut.

Para Perintis Lainnya

Onno W Purbo
Onno Widodo Purbo, lahir di Bandung 17 Agustus 1962. Mantan dosen ITB ini membangun gateway Internet ITB dan Jaringan AI3 Indonesia. Ia juga aktif menulis buku dan memberikan ilmu TI pada masyarakat Indonesia.

Ayah Onno, Hasan Poerbo, adalah seorang profesor di ITB bidang lingkungan hidup yang banyak memihak pada rakyat kecil. Onno yang masuk ITB pada jurusan Teknik Elektro angkatan 1981, lulus dengan predikat wisudawan terbaik. Setelah itu ia melanjutkan studi ke Kanada dengan beasiswa dari kampus asalnya.

RT/RW-Net adalah salah satu dari sekian banyak gagasan yang Onno lontarkan dan mengukir sejarah internet Indonesia. Ia juga aktif menulis terkait TI di berbagai media, jadi pembicara seminar, konferensi nasional maupun internasional, terutama untuk memberdayakan masyarakat Indonesia menuju masyarakat berbasis pengetahuan.

Heru Nugroho

Heru Nugroho adalah Executive Council Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sekaligus Ketua Dewan Pelaksana Yayasan Sekolah 2000. Merupakan motor di belakang Yayasan Sekolah 2000 dan Yayasan Air Putih.

Heru mengaku yayasan yang dipimpinnya menggelar sejumlah program peningkatan SDM melalui kerjasama dengan swasta. Tujuan Program Sekolah 2000 yang dipelopori APJII sejak Oktober 1999 itu yakni penyiapan SDM di bidang TI, khususnya di kalangan guru dan pelajar. Namun kini, Heru tengah sibuk dengan ‘mainan’ barunya Nusantara Online untuk pengembangan game lokal dan Wacana Nusantara, sebuah situs arsip digital kebudayaan nusantara. “Dulu, sebelum ada program-program ke sekolah, Sekolah2000 sudah paling dulu. Kalau sekarang ini vakum, karena sudah banyak sekali program yang seperti itu. Saya sendiri bersyukur karena orang sekarang sudah banyak yang peduli untuk memajukan dunia pendidikan TI,” ungkap Heru.

I Made Wiryana

Dosen Gunadharma ini adalah pendorong Linux Indonesia, dan penggerak Tim Pandu dalam pergerakan Linux di Indonesia. Beberapa buku Linux termasuk tutorial Linux-nya yang sangat membantu dapat diambil secara cuma-cuma tanpa melanggar HaKI. Buku-buku yang bersifat tutorial sebagian merupakan bagian dari aktivitas Open Source Campus Agreement (OSCA) untuk membuka wawasan siswa dan mahasiswa Indonesia akan Linux. I Made Wiryana baru-baru ini meraih gelar Doktornya di Jerman dan kembali ke tanah air untuk mengabadikan dirinya kepada dunia pendidikan.

Budi Rahardjo
Dosen ITB ini pendiri ID-CERT. Pernah menjadi Country Code Top Level Domain ccTLD .id antara 1998 – 2005, sebelum diberikan kepada Depkominfo di tahun 2005-2006. Ia juga dikenal sebagai seorang pakar sekuriti di Indonesia, pendiri Indonesian Computer Emergency Response Team (ID-CERT), suatu organisasi yang bergerak di bidang Internet Security.

Menyelesaikan program Sarjana Teknik Elektro dari ITB tahun 1986, Budi melanjutkan pendidikannya ke University of Manitoba, Kanada, jurusan Electrical and Computer Engineering. Selesai tahun 1990, kemudian Budi melanjutkan ke program studi S3, di jurusan dan universitas yang sama, sampai meraih Ph.D pada tahun 1996. Budi juga dikenal sebagai salah seorang penggagas Bandung High Tech Valley (BHTV).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.