Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (DPP Apkomindo), Sutiono Gunadi menilai tidak ada pengaruh langsung terhadap industri teknologi nasional dari pemberlakuan China-Asean Free Trade Area (CAFTA). Sutiono beralasan, bea masuk produk maupun komponen teknologi informasi (TI) sudah 0%. Dari sejumlah 1.516 pos tarif sektor industri manufaktur yang saat ini memiliki tarif 5% telah menjadi 0% mulai 1 Januari 2010. “Jadi, dampak CAFTA terhadap industri TI tidak terlalu signifikan. Bahkan, boleh dikatakan tidak ada dampaknya,” ujar Sutiono yang juga menjabat Bendahara Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) ini kepada BISKOM (28/1).
Lebih dari itu di sisi lain, CAFTA akan memberikan beberapa keuntungan antara lain, membuat harga lebih kompetitif yang pada akhirnya menguntungkan konsumen sehingga masyarakat dapat memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang lebih murah. “Tapi sebaliknya, bagi sektor industri bisa mengarah ke gulung karpet atau PHK massal bila tidak pandai menyiasatinya,” tandasnya.
Kendati begitu, Sutiono yang juga menjabat General Manajer PT Multicom Persada Int’l ini mengakui, seperti halnya produk TI lokal lainnya, Mugen, produk PC dari Multicom, juga masih belum bisa lepas dari dominasi komponen impor. Apalagi hingga kini paling tinggi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada kisaran 7-10%. “Di sisi komponen perangkat keras, masih sulit ditingkatkan karena secara skala ekonomi belum bisa mengalahkan China. Karena itu kita harus pandai bermain di software,” jelas Ketua II Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI) ini. Berikut petikan wawancara selengkapnya.
Sekarang ini sedang ramai gonjang-ganjing soal CAFTA, bagaimana Anda memandangnya dalam konteks industri TI? Sudah siapkah kita?
CAFTA memang bagai mata uang yang memiliki dua sisi, atau seperti pisau yang bisa dimanfaatkan untuk memotong daging, tapi sebaliknya, bisa melukai pemiliknya. Jadi, CAFTA bisa menguntungkan konsumen karena harga murah, tapi sebaliknya bagi sektor industri bisa mengarah ke gulung karpet atau PHK massal bila tidak pandai menyiasatinya. Bagi industri TI, sektor hardware memang yang paling terpukul karena harus head-to-head dengan produk China. Sebaliknya industri software yang berbasis kreativitas paling diuntungkan karena dapat meningkatkan pasar secara lebih luas. Siap atau tidak, tergantung pemain indutri TI masing-masing.
Strategi apa yang perlu disiapkan industri TI nasional guna menghadapinya?
Strategi yang perlu disiapkan industri TI nasional guna menghadapi CAFTA adalah melakukan kerjasama berbagai pihak terkait untuk bersama-sama mengejar ketertinggalan dan ketidaksiapan, sehingga siap bersaing dalam pasar bebas China dan Asean. Industri TI nasional perlu melibatkan Departemen Perindustrian, Perdagangan, BUMN, Koperasi dan UKM dan Kementerian Keuangan yang banyak terkait dalam program ini, tentunya akan saling bersinergi demi tercapainya kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Bagaimana daya saing produk lokal kita terhadap produk luar terutama produk dari China?
Harga yang relatif lebih murah akan membuat orang cenderung lebih memilih produk China, walau secara kualitas dapat saja produk lokal Indonesia lebih baik. Ditambah lagi adanya beberapa produk yang diperdagangkan di Indonesia secara ilegal, harga murah dan daya beli rendah, akhirnya produk China lebih dipilih atau diminati masyarakat. Meningkatnya jumlah dan jenis produk China akan menambah obyek pajak dan meningkatkan penerimaan pemerintah dari sektor Ppn. Hal ini akan mendorong industri TI lokal menjadi lebih efisien karena persaingan yang ketat. Secara head-to-head, tampaknya produk TI lokal pasti kalah bersaing dengan harga produk China karena faktor skala ekonomi. Agar industri TI lokal tidak gulung karpet, harus berani berubah. Produk hardware harus dikemas dalam bentuk solusi, karena hanya orang Indonesia yang tahu persis kondisi aplikasi yang sesuai dengan iklim bisnis Indonesia.
Bagaimana dampak CAFTA terhadap industri TI kita?
Di satu sisi CAFTA akan memberikan beberapa keuntungan antara lain, membuat harga lebih kompetitif yang pada akhirnya menguntungkan konsumen sehingga masyarakat dapat memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang lebih murah.
Dampak CAFTA terhadap industri TI tidak terlalu signifikan, karena pasar bebas dalam program penurunan pos tarif dilakukan terhadap Early Harvest Programme yaitu penurunan atau penghapusan bea masuk untuk produk pertanian, kelautan, makanan, minuman, yang kemudian dilanjutkan dengan Normal Track 1. Dari sejumlah 1.516 pos tarif sektor industri manufaktur yang saat ini memiliki tarif 5% telah menjadi 0% mulai 1 Januari 2010. Normal Track 2 pada 2012 dan Sensitive Track dari tahun 2012-2017, serta Highly Sensitive List yang akan dimulai tahun 2015. Padahal bea masuk produk maupun komponen TI sudah 0%, jadi boleh dikatakan tidak ada dampaknya.
Apa hikmah atau pelajaran yang bisa diambil dari CAFTA ini bagi industri TI kita?
Hikmah yang bisa diambil dari CAFTA bagi industri TI adalah perlu adanya sumber daya manusia yang handal, memiliki penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, kemampuan promosi dan pemasaran hingga melakukan lobby. Hal inilah yang menjadi tantangan sumber daya manusia di Indonesia untuk terus meningkatkan kemampuannya.
Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menyokong produk dalam negeri dari gempuran pasar bebas? Apakah masih dibutuhkan kebijakan proteksi? Atau pemerintah memberikan perlakuan khusus (preference) terhadap produk dalam negeri?
Sebenarnya banyak yang harus dilakukan pemerintah untuk mengamankan. Antara lain pemerintah dapat melakukan pengembangan sistem pemantauan dini (Early Warning System) terhadap produk-produk yang ditengarai akan mengalami pelonjakan impor dan berdampak negatif. Kedua, melakukan perbaikan iklim investasi dan pengamanan di pelabuhan-pelabuhan guna mencegah penyelundupan (fisik dan administratif); Ketiga, safeguards untuk menjaga keamanan dan fleksibilitas kebijakan nasional. Keempat, memperbaiki prasarana pendukung untuk sektor industri, menekan biaya ekonomi tinggi yang disebabkan panjangnya alur perijinan, dan lain-lain. Kelima, kebijakan aturan non tariff barrier, penggunaan bahasa Indonesia untuk produk impor, SNI, dan benar-benar memperhatikan kualitas produk luar yang masuk ke Indonesia. Keenam, pertukaran produk yang belum siap dengan produk yang sudah siap, dan adanya penundaan waktu dan modifikasi interval tarif. Ketujuh, peningkatan gerakan cinta produk dalam negeri dan alternatif lainnya, pemerintah bisa melakukan renegosiasi untuk memodifikasi sejumlah ketentuan.
Sementara untuk proteksi sebenarnya tidak mendidik, industri dalam negeri harus mengubah budaya menjadi lebih kompetitif dan kreatif. Sedangkan preference, tentu boleh dilakukan, misal dengan membangkitkan semangat cinta produk dalam negeri, seperti orang Korea bangga memakai produk Samsung / Hyundai, orang Malaysia bangga memakai produk Proton / Petronas, jadi orang Indonesia misalnya, harus bangga memakai produk Mugen.
Lantas bagaimana menciptakan equal treatment, kompetisi yang sehat dalam era CAFTA ini?
Untuk menciptakan equal treatment berupa kompetisi yang sehat dalam era CAFTA adalah mencegah terjadinya perdagangan tidak adil. Misalnya suatu negara memberikan potongan atau diskon pajak kepada eksportir besar. Pemotongan pajak itu dapat digolongkan sebagai subsidi dari pemerintah suatu negara kepada eksportir besar, sedangkan Indonesia sama sekali tidak memberlakukan subsidi sejenis.
Bagaimana kita bisa memberikan harga produk yang murah, stok yang terjamin dan supply yang beranekaragam di tengah gencarnya barang-barang impor yang masuk?
Di tengah gencarnya produk impor yang masuk, kita tidak boleh hanya sekadar bisa adu harga, namun kita harus memilki strategi dengan bekal pengalaman, keuletan, kepandaian penguasaan teknologi dan selalu mencari peluang terobosan baru yang kreatif. Kita juga harus membangun jiwa nasionalisme bangsa, masyarakat harus bangga menggunakan produk dalam negeri walau ekstrimnya kualitas sedikit di bawahnya.
Produk seperti PC nasional ini sebaiknya ditingkatkan mutu kompetensinya entah itu dalam hal harga atau dalam hal kualitas atau standar mutu semacam SNI yang saat ini belum diterapkan untuk banyak produk TI. Apa masukan Anda untuk pemerintah dan industri TI umumnya?
Selain meningkatkan kualitas dan bersaing dalam harga, standar mutu semacam SNI wajib diterapkan karena dengan adanya SNI sedikit banyak akan menjadi penghadang (barrier) khususnya bagi produk impor non standar yang dilakukan oleh importir. Dalam penerapan SNI perlu dilakukan penyederhanaan guna menghilangkan kendala terbatasnya infrastruktur pengujian.
Bukan hardware saja, bagaimana halnya dengan software dalam CAFTA ini? Bagaimana kondisi antara OSS dengan proprietary dalam FTA?
Sektor hardware yang harus lebih keras bersaing, sebaliknya bagi sektor software justru bukan ancaman, tapi peluang. Memang software asing akan banyak masuk, tapi sebaliknya kita bisa meningkatkan ekspor software. Kondisi antara OSS dan proprietary masih tetap tergantung pada kebutuhan pengguna. Bagi yang memerlukan fitur canggih dari software proprietary, mereka akan membeli dan memakainya, sebaliknya bagi mereka yang menggunakan untuk keperluan sederhana tentu lebih ekonomis menggunakan OSS.
Apa isu aktual soal Haki di era CAFTA?
Mereka yang memiliki produk sebagai hasil cipta harus segera mendaftarkan karya ciptanya ke Ditjen HaKI agar produk ciptaannya tidak direnggut oleh negara penjiplak. Karena paten dan HaKI akan melindungi inovasi dan penciptaan.
Apakah produk buatan dalam negeri, terutama hardware, masih didominasi komponen impor? Jika sudah berkurang, berapa persen komponen lokalnya saat ini? Bukankah industri komponen TI kita belum mampu berkembang signifikan?
Ya, produk hardware TI dalam negeri masih didominasi oleh komponen impor, karena secara skala ekonomi industri komponen TI belum sanggup bersaing dengan China yang telah memiliki pasar berskala global. Ada peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), tapi tidak terlalu besar. Kalau dulu sekitar 7% sekarang paling tinggi 10%. Akan bisa lebih tinggi lagi bila konten software dalam negeri bisa disuntikkan dalam bentuk solusi.
Bagaimana Mugen sendiri? Apa masih didominasi komponen impor?
Seperti halnya produk TI lokal lainnya, Mugen juga masih belum bisa lepas dari dominasi komponen impor. Paling tinggi TKDN ada di angka sekitar 7-10%, kami masih terus berupaya meningkatkan TKDN, khususnya yang dapat dijangkau oleh anak bangsa yaitu memperkaya produk dengan peranti lunak buatan anak bangsa. Di sisi komponen perangkat keras, masih sulit ditingkatkan karena secara skala ekonomi belum bisa mengalahkan China.
Bagaimana Anda mengawali karir di Mugen hingga mampu bersaing dengan produk-produk luar?
Kisah sukses Mugen mampu bersaing dengan produk luar negeri berawal dari kerja keras stake holdernya. Baik shareholder, manajemen plus karyawan maupun pelanggan. Kami berawal dari penjual hardware produk MNC juga (Osborne, Sharp, Apple dan IBM), lalu berinisiatif untuk memproduksi PC Desktop dengan brand / merek sendiri. Belum adanya teknologi internet membantu mempersulit pesaing untuk dapat menyamai tingkat kemampuan kami yang lebih awal mempelajari bisnis dan teknologi TI. Kami berhasil memasarkan produk yang mampu menandingi, bahkan mengalahkan produk asal luar negeri. Kami juga mengemas program pemasaran yang tepat sehingga dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan persepsi yang diharapkan konsumen. Kisah sukses juga ditunjang oleh konsep layanan purna jual yang prima dan berskala nasional yang belum dimiliki oleh pesaing pada saat itu. Purna jual produk impor seringkali lebih lambat karena komponen tersedia di warehouse regional. Memproduksi produk lokal juga membantu pencapaian program pemerintah dalam upaya mengurangi tingkat pengangguran.
Bagaimana prinsip Mugen menghadapi CAFTA?
Prinsipnya dengan memangkas biaya promosi yang bisa dihemat, misal mengurangi mengikuti pameran dan digantikan dengan memperbaiki konten website. Di era internet berpromosi melalui dunia maya jauh lebih ekonomis dan berhasil menjaring pasar potential yang smart. Kami menghindari perang harga di iklan konvensional dan memilih menjual dengan konsep solusi, yang tidak bisa dibandingkan Apple-to-Apple seperti produk yang dijual secara box-mover. Solusi TI sudah bukan barang mewah, bahkan mampu mengurangi biaya promosi di sektor UKM. Dengan bekal APAI (Anugerah Produk Asli Indonesia), produk Mugen sangat yakin mampu bersaing di era CAFTA.