Perkembangan teknologi informasi (TI) yang ditandai dengan maraknya aplikasi internet di dunia bisnis mendorong percepatan globalisasi perdagangan. Namun sayangnya, hal ini berdampak pula terhadap perkembangan pelanggaran dan kejahatan transnasional.
Bicara mengenai pelanggaran dalam TI, tentunya tidak terbatas pada masalah pelanggaran Hak Cipta, Hak Kekayaan Intelektual atau pembajakan saja, tetapi juga termasuk penggelapan, penipuan, insider trading, penyuapan, money laundering, pecurian identitas, pelanggaran privacy, pencemaran nama baik, “perang” informasi sampah melalui email atau miling list, terorisme digital, hingga hacker dan cracker yang seringkali terjadi, sehingga merugikan perusahaan maupun individu yang menjadi bagian dari lingkup bisnis TI. Masalah-masalah ini sudah semestinya mendapat perhatian semua pihak karena kejahatan dalam bidang TI termasuk ke dalam extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) bahkan dirasakan pula sebagai serious crime (kejahatan serius) dan transnational crime (kejahatan antar negara).
“Sistem ekonomi yang penuh persaingan menyebabkan orang menghalalkan segala cara, apalagi setelah pasar bebas (free market) berlaku di Indonesia. Sebagai pebisnis TI, saya kerap menjumpai adanya tindakan-tindakan yang menjurus pada permasalahan hukum, yang mungkin awalnya tidak disadari oleh pelaku usaha itu sendiri,” kata pengusaha TI, Soegiharto Santoso.
Karenanya, kata Soegiharto, diperlukan pemahaman yang tepat bagi para pebisnis TI maupun konsumen terhadap hukum sebagai salah satu alat kontrol sosial yang formal, dan acuan bagi batasan perilaku warga negara agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Sebenarnya, Indonesia memiliki sejumlah Undang-undang yang mengatur tentang permasalahan TI seperti UU No. 7 (Drt) 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan lain sebagainya. Namun dalam penerapannya seringkali menjadi kendala karena kurangnya pemahaman di dalam masyarakat kita.
AKBP Winston Tommy Watuliu, Kasat Cyber Crime Polda Metro Jaya mengatakan, “Merupakan kewajiban bagi para aparat penegak hukum untuk tanggap terhadap setiap masalah cybercrime dan melakukan penyebarluasan etika penggunaan komputer melalui media pendidikan, baik melalui seminar, talkshow maupun diskusi langsung dengan masyarakat. Melalui pendekatan seperti ini diharapkan dapat mengurangi pelanggaran hukum yang menggunakan sarana teknologi sebagai bentuk pencegahan kejahatan.”
Bagi masyarakat dan pebisnis TI yang ingin mengetahui langkah-langkah untuk menghindari atau menghadapi permasalahan hukum secara cuma-cuma, BISKOM bekerjasama dengan Mal Artha Gading (MAG) dan Kepolisian RI mengadakan “Dialog Interaktif: Polri dan Pengusaha TI Dalam Menghadapi Proses Hukum” dengan nara sumber AKBP Winston Tommy Watuliu dan Soegiharto Santoso, pada 23 Februari 2010 pukul 13.00 di Hall Atrium India-MAG, Kelapa Gading.
Dialog interaktif ini merupakan rangkaian acara MAG Computer Expo 2010, pameran TI terbesar dan termeriah di kawasan Jakarta Utara yang berlangsung dari 17 hingga 28 Februari 2010 mendatang.
Info lebih lanjut dan pendaftaran peserta hubungi redaksi@biskom.web.id (tempat terbatas).