Untuk memenuhi kebutuhan telekomunikasi bagi seluruh masyarakat, pemerintah harus terus mendorong para pelaku industri demi memperluas cakupan layanan dan meningkatkan kualitas telekomunikasi.
Mengingat peran Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) sangat strategis dalam menentukan arah kebijakan telekomunikasi Indonesia yang kian konvergen, awalnya berbagai kalangan banyak yang mempertanyakan kemampuan Muhammad Budi Setiawan mengisi jabatan strategis yang sebelumnya diemban oleh Basuki Yusuf Iskandar.
Keraguan tersebut timbul karena Budi yang baru menjabat Direktur Jenderal Postel sejak awal April ini dikenal sebagai seorang ahli nuklir yang tidak memiliki latar belakang komunikasi. Namun pria kelahiran Tasikmalaya, 23 Desember 1963 ini mengatakan teknik nuklir justru cukup banyak bersinggungan dengan dunia telekomunikasi.
Sebelum memiliki jabatan strategis di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) yang merangkap sebagai Kepala BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia), Budi sempat menjadi Deputi Menteri Bidang Pengembangan Kepemimpinan Pemuda di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Budi yang memiliki motto “learning by serving” disebut ahli nuklir karena mengambil teknik nuklir di seluruh karir pendidikannya. Ia lulusan sarjana FMIPA, Universitas Indonesia, lalu mendapatkan gelar Master di bidang Teknik Nuklir dan Manajemen Energi di Tokyo Institute of Technology juga dari McMaster Canada University, Kanada. Dia pun sempat meniti karir di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Simak petikan wawancara BISKOM dengannya akhir Juni lalu.
Tugas-tugas apakah yang sangat penting yang harus Anda kerjakan?
Seperti diketahui, 80% pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang diterima Kemkominfo datang dari Direktorat Jendral Postel. Kemkominfo sendiri mematok PNBP untuk 2010 sebesar Rp 10 triliun, meningkat 42% dibandingkan target total PNBP Rp 7 triliun pada 2009, dimana Rp. 6 triliun diantaranya datang dari Direktorat Postel. Tugas penting saya sebagai Dirjen Postel adalah mengawal penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Bagimana Anda berupaya untuk mengembangkan bidang pos di tanah air?
Banyak hal yang bisa kita cermati, antara lain adalah bagaimana meningkatkan peran serta sektor pos sebagai instrumen yang memiliki kemampuan menggerakkan pertumbuhan pembangunan, mendukung persatuan dan kesatuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mendukung kegiatan ekonomi, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Kami juga bertugas untuk memperkuat peran sektor pos sebagai salah satu sarana distribusi informasi, transaksi keuangan, paket, logistik, dan keagenan pos untuk kepentingan umum. Industri pos diharapkan semakin maju dengan tersedianya layanan pos yang berkualitas dan menjangkau keseluruh wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjamin perlakuan yang sama terhadap para pelaku bisnis pos, tidak hanya incumbent PT Pos Indonesia, akan tetapi juga termasuk penyelenggara swasta.
Yang tak kalah penting adalah mendorong terciptanya pengembangan inovasi layanan baru, memastikan jaminan terselenggaranya layanan Pos Universal dengan peran serta dari penyelenggara pos. Dan yang terakhir adalah ikut serta mendorong dan memfasilitasi pengembangan filateli nasional sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 38 tahun 2009 tentang Pos, yang selama ini belum diakomodir dalam perundang-undangan sebelumnya.
Apa yang perlu dilakukan untuk memajukan Industri teknologi informasi (TI) dan telekomunikasi di Indonesia dan apa saja tantangannya?
Pemerintah tentunya menginginkan terciptanya sebuah pemerataan bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh akses telekomunikasi yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Bersamaan dengan itu, kami tentunya berharap para pelaku industri telekomunikasi tetap dapat menikmati pertumbuhan yang subur.
Pemerintah mempunyai peran penting dalam mendorong para pelaku industri ini demi memperluas cakupan layanan dan meningkatkan kualitas yang diberikan kepada masyarakati. Tidak bisa dipungkiri bahwa pasar industri telekomunikasi di Indonesia identik dengan persaingan yang sangat ketat. Kabar baiknya, kita sudah melewati fase ‘perang tarif’ antar operator namun tantangan selanjutnya juga tidak lebih mudah.
Seperti halnya sektor lain, pasar persaingan industri telekomunikasi akan berjalan secara alamiah. Pemerintah akan mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu demi sebuah persaingan yang sehat serta layanan yang tidak mengkompromikan kepentingan masyakarat. Pemerintah optimis obyektif utama yang kita semua dambakan bisa tercapai meski jalan menuju kesana tidaklah mudah.
Apa pendapat Anda tentang industri kreatif dan kapankah Bapak menargetkan industri ini bisa berjalan sebagai fondasi perekonomian bangsa?
Total transaksi industri kreatif di Indonesia mencapai US$ 12 milyar di tahun 2008 atau 12% dari Produk Domestik Bruto. Sedangkan jumlah sumber daya manusia yang terserap mencapai 4,5 Juta tenaga kerja. Kita bandingkan jumlah ini dengan capital expenditure (belanja modal) industri telekomunikasi yang mencapai Rp. 90 Triliun dengan penyerapan 500 ribu tenaga kerja.
Memperhatikan data-data ini, pemerintah bermaksud untuk memanfaatkan potensi dan kreatifitas kemampuan anak bangsa dalam berinovasi dengan mengarahkan industri telekomunikasi untuk memberdayakan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Momentum yang kita miliki sudah tepat, mengingat teknologi telekomunikasi berada dalam transisi menuju konvergensi. Kita perlu memacu industri konten dalam negeri untuk lebih aktif sehingga mampu mengambil porsi yang lebih banyak dalam persaingan dengan industri konten luar negeri. Tentunya ketersediaan infrastruktur dan layanan telekomunikasi adalah faktor utama keberhasilan . Para pelaku industri konten semestinya mulai mempersiapkan langkah-langkah antisipasi terhadap melonjaknya permintaan konten yang berbasis internet protocol (IP) dalam waktu dekat. Sebagai contoh, dengan tuntasnya program Palapa Ring dan implementasi IPv6, bisa dipastikan lahan bagi industri konten untuk berkembang semakin terbuka lebar.
Pemerintah mulai mengagungi implementasi IPv6 secara menyeluruh di Indonesia, apa yang menyebabkan kita harus beralih pada teknologi ini?
Implementasi IPv6 kuat kaitannya dengan usaha untuk menjaga kelanjutan dan laju pertumbuhan internet di negeri ini. Secara de facto, penggunaan IPv4 memang sudah menjadi standar industri. Namun dunia telah mengakui bahwa dengan tingkat persediaan sumber daya IPv4 yang hanya 6% atau 255 juta alamat tersisa untuk alokasi, implementasi IPv6 menjadi solusi yang prosesnya perlu untuk dipercepat.
IP adalah sumber daya yang krusial bagi perkembangan TI dalam negeri. Dengan implementasi IPv6, operator akan berpeluang untuk melakukan ekspansi layanannya. Fitur keamanan dan mobilitas tinggi yang ditawarkan oleh IPv6 hendaknya mampu untuk memacu pengembang konten dan aplikasi lokal untuk melahirkan inovasi-inovasi baru. Jadi, ini merupakan momen bagi kita untuk memperbaiki kualitas hidup sebagai bangsa memalui pemanfaatan TI, atau justru sebaliknya menahan perkembangan internet lokal apabila implementasi IPv6 kembali ditunda.
Pemerintah bersama-sama dengan stakeholder TI Indonesia telah membentuk gugus tugas Indonesia IPv6 Task Force yang akan mengkoordinasikan arah penerapan IPv6 secara menyeluruh. Gugus tugas ini menargetkan implementasi IPv6 di Indonesia bisa tuntas di akhir tahun 2012. Namun, keberhasilan mereka tentunya tidak lepas dari dukungan seluruh elemen yang berkepentingan.
Bagaimana kira-kira bentuk pengalihannya, apakah pemerintah khususnya Kemkominfo, telah mempersiapkan regulasinya?
Indonesia IPv6 Task Force telah menyusun Roadmap Penerapan IPv6 di Indonesia yang merupakan rencana aksi nasional dalam menerapkan IPv6. Pada intinya pelaksanaan roadmap berjalan selama tiga tahun hingga akhir 2012 dan setiap elemen stakeholder TIK Indonesia memiliki peran masing-masing untuk dijalankan karena penerapan IPv6 tentunya perlu didorong oleh penggunaan yang luas dengan dukungan ketersediaan perangkat, aplikasi dan konten.
Saat ini belum terdapat regulasi yang mengharuskan operator untuk menerapan IPv6 di jaringannya. Pemerintah hanya menghimbau dan mendorong operator untuk memulai proses peralihan tersebut lebih awal lebih baik. Kenyataannya, terdapat batas waktu sebelum persediaan IPv4 untuk alokasi benar-benar habis, sehingga operator tidak perlu menunggu penetapan sebuah regulasi karena kelangkaan IPv4 akan berimbas pada bisnis mereka.
Pemerintah akan menjalankan perannya seperti dalam Roadmap Penerapan IPv6 di Indonesia, yakni melalui inisiasi penggunaan IPv6 secara masif dan mengeluarkan regulasi yang dianggap perlu berdasarkan rekomendasi dari Indonesia IPv6 Task Force guna mendorong penerapan IPv6, misalnya regulasi IPv6 compliance bagi perangkat yang diuji standarisasi oleh pemerintah.
Apakah peraturan itu akan mudah untuk dilaksanakan dan tidak akan memancing kontroversial seperti kemunculan beberapa regulasi baru dari pemerintah?
Seperti yang kami lakukan di tahun-tahun sebelumnya, Ditjen Postel menerima konsultasi dari publik apabila sebuah rencana regulasi akan ditetapkan. Dalam kaitannya dengan implementasi IPv6, kami mengundang keterlibatan APJII, MASTEL, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah dan operator dalam Indonesia IPv6 Task Force. Kami menginginkan partisipasi yang luas dan dengan demikian seluruh elemen stakeholder TIK Indonesia dapat terwakilkan apabila kedepannya Indonesia IPv6 Task Force merekomendasikan suatu regulasi kepada Pemerintah.
Hal apa yang perlu disiapkan sehubungan dengan implementasi IPv6 terutama yang berkaitan dengan kesiapan sistem, sumber daya manusia dan anggarannya?
Berdasarkan hasil studi, 60-70% dari total investasi untuk menerapkan IPv6 dibutuhkan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedangkan sisanya untuk kebutuhan perangkat keras dan lunak. Sangat wajar apabila investasi menjadi alasan yang umum untuk menunda pelaksanaan implementasi IPv6, terlebih bila hal ini tidak dipandang sebagai sebuah prioritas. Namun baik disadari atau tidak, implementasi IPv6 adalah persoalan kelanjutan usaha. IP adalah sumber daya internet dan ini krusial bagi eksistensi dan pertumbuhan para pelaku industri.
Negara-negara yang kegiatan perkekonomiannya bergantung pada infrastruktur telekomunikasi telah lama merencanakan dan mengeksekusi peralihan ke IPv6. Pengalaman dari negara-negara sahabat dan bahkan operator-operator lokal yang jaringannya telah siap IPv6, memiliki pandangan yang sama terkait pentingnya perencanaan yang matang. Investasi perangkat dapat dijadikan bagian dari pemutakhiran perangkat yang dilakukan secara berkala, sehingga pembiayaannya pun menjadi bagian dari anggaran rutin.
Pemerintah melalui wakil-wakil dalam Indonesia IPv6 Task Force dari lembaga terkait seperti Ditjen Postel, Kementerian Perindustrian dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan merumuskan langkah-langkah yang perlu diambil demi ketersediaan perangkat yang terstandarisasi dengan harga yang terjangkau. Pemerintah juga mendukung lahirnya IPv6 Forum Indonesia yang kelak akan menjadi wadah pertukaran informasi, pelatihan dan pembelajaran antar para pelaku industri telekomunikasi dalam menerapkan IPv6.
Bagaimana cara mensosialisasikan IPv6 ini?
Kampanye penerapan IPv6 sebenarnya sudah dilakukan oleh Ditjen Postel sejak tahun 2006 melalui program sosialisasi dan pelatihan. Untuk mencapai dampak sosialisasi yang berskala nasional, awal Juni lalu Indonesia IPv6 Task Force sukses menggelar Indonesia IPv6 Summit yang pertama di Bali.
Ajang yang dibuka oleh Menkominfo ini merupakan kesempatan berharga bagi para pelaku industri Internet Indonesia untuk belajar langsung dengan pakar IPv6 dunia dari IPv6 Forum, APNIC, dan Task Force dari negara-negara sahabat serta operator dalam negeri yang telah berhasil menerapkan IPv6.
Indonesia IPv6 Task Force merasa puas dan bangga melihat antusias dari sekitar 300 peserta yang terdiri dari elemen operator, akademisi, lembaga pemerintah dan swasta, profesional bahkan peserta dari luar negeri. Dampak sosialisasi yang diharapkan berhasil tercapai dan terbantu oleh live video streaming yang disiarkan ke Perguruan Tinggi seluruh Indonesia. Juga tidak bisa dipungkiri peran dari media, BISKOM diantaranya, dalam mempublikasikan kegiatan ini dan mengambil bagian penting dalam mengedukasi masyarakat perihal teknologi IPv6. Indonesia IPv6 Task Force akan terus menggelar acara-acara serupa di masa yang akan datang untuk mengintensifikasikan sosialisasi penerapan dan penggunaan IPv6
Hal penting lainnya dalam TI adalah green technology sebagai peran nyata dalam penyelamatan bumi. Apa pendapat bapak mengenai green technology?
Saya berpendapat pemanfaatan teknologi yang aman, hemat energi dan ramah lingkungan sudah waktunya untuk mulai didukung. Negara kita kaya akan sumber daya alamnya. Dengan demikian kita juga mengemban tanggung jawab moral untuk menjaga kelestariannya. Stakeholder TI Indonesia semestinya aktif mengambil bagian dalam upaya ini, mengingat konsumsi energi di sektor ini mencapai 40% total konsumsi energi dunia.
Penggunaan sumber energi alternatif untuk base transceiver station (BTS) atau data center misalnya, merupakan awal yang positif. Saya berharap kedepannya green technology menjadi sebuah tren yang berkelanjutan di Indonesia.
Bagaimana bentuk dukungan pemerintah terhadap teknologi ramah lingkungan?
Saat ini Indonesia, dalam hal ini Ditjen Postel, mendapat bantuan dana dari ASEAN ICT Fund 2009-2010 untuk membuat kebijakan ramah lingkungan yang diharapkan dapat berkontribusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Selain itu, kami akan menyusun standar perangkat ramah lingkungan khususnya untuk sektor telekomunikasi, seperti persyaratan untuk menggunakan baterai sel surya (solar cell) pada BTS.
Apa yang harus kita lakukan dalam teknologi secara umum untuk menyelamatkan bumi dari pemanasan global?
Pemanasan global adalah satu dari sekian banyak masalah lingkungan yang membutuhkan penyelesaian dari hulu ke hilir. Penggunaan TIK akan mampu menghemat penggunaan alat-alat kantor seperti kertas, namun di lain sisi merupakan sebuah industri yang operasionalnya mengkonsumsi energi dalam jumlah besar dan manufaktur perangkat-perangkatnya menyisakan limbah elektronik.
Awal tahun ini, Kemkominfo telah menggelar Green ICT Conference dan tengah mempersiapkan Regulasi Green ICT untuk menekan tingkat konsumsi energi dan mendorong penggunaan energi alternatif untuk operasional TI, serta mendorong pemanfaatan TI yang ramah lingkungan. Di lain sisi penyelesaian pemanasan global menyangkut perubahan gaya hidup penduduk bumi, oleh sebab itu perkembangan industri telekomunikasi diharapkan mampu untuk mendorong distribusi informasi yang pada akhirnya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengatasi masalah ini.
Semangat negeriku…
Go green Indonesia…
Visit akhmad06.student.ipb.ac.id