TAK terasa, kita telah melewati semester pertama 2010. Di dunia teknologi informasi (TI), cukup banyak kemajuan dan evolusi yang bisa kita lihat, diantaranya terjadi pada teknologi visual bergerak. Pada segmen ini, bisa dikatakan kemajuan yang berarti disebabkan oleh munculnya kembali teknologi tiga dimensi (3D) pada televisi.
Teknologi 3D memang bukan hal baru. Ia sudah ada sejak puluhan tahun lalu, saat film 3D pertama Bwana Devil menjanjikan “singa ke pangkuan Anda” dan “kekasih ke dalam pelukan Anda” pada 1952. Namun saat ini, dengan tampilan yang lebih real dan hidup, 3D menjanjikan pengalaman yang beda saat menonton televisi.
Bukan hanya tampilan 3D, produsen televisi juga telah membenamkan tiga kemampuan lain terbaru pada kotak tipis ini, seperti video calling, koneksi internet dan kemampuan mengupdate status Facebook. Artinya, televisi tak lama lagi akan berkemampuan sama dengan sebuah komputer yang biasa Anda gunakan sekarang.
Tetapi, televisi 3D datang dengan sedikit masalah yang tidak sepele. Menonton dengan kacamata yang sanggup menampilkan gambaran 3D ternyata cukup merepotkan. Kendati teknologi memungkinkan untuk meniadakan kacamata, nyatanya produsen masih enggan memproduksinya dengan alasan akan berbiaya lebih tinggi dibanding televisi 3D yang ada sekarang. Padahal, televisi 3D tidak murah. Untuk beberapa tipe, harganya bisa Rp. 5 juta lebih mahal dari TV LED atau TV plasma.
Harga yang mahal kemungkinan akan menjadi rintangan bagi banyak konsumen. Chang Knight, analis ekuitas di Panasonic mengatakan “Harga dapat menakut-nakuti orang untuk beralih ke 3D.” Disamping masalah harga, teknologi 3D rupanya cukup berbahaya bagi kesehatan. Juru bicara Samsung melaporkan televisi 3D berpotensi menyebabkan gangguan penglihatan, gerakan yang tidak diinginkan seperti kedutan, mual, hingga kehilangan kesadaran. “Televisi 3D juga menimbulkan kelelahan, disorientasi, dan keram,” kata sumber tersebut seperti dikutip Digital Trends. Samsung juga menganjurkan agar perempuan hamil, pengidap epilepsi atau memiliki riwayat stroke, di bawah pengaruh alkohol, dan manula menghindari menonton tayangan televisi 3D.
Nyatanya, meski kehadirannya membawa berbagai tantangan, Consumer Electronics Association cukup yakin bahwa akan ada 2,2 juta televisi 3D yang terjual tahun ini. Penyebabnya, seperti dikatakan Howard Stringer kepala eksekutif Sony, “Menyangkut hiburan rumahan, tak ada pengalaman yang menyenangkan layaknya 3D.”
Mengatasi permasalahan ini, tampaknya produsen terpaksa harus terus melakukan terobosan untuk memberikan ilusi tanpa kaca mata, namun kemungkinan masih perlu waktu bertahun-tahun sebelum teknologinya siap. Kita tunggu saja.