Kinerja bisnis Juniper Networks di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang signifikan baik dari segi revenue maupun organisasi. Hal ini sejalan dengan penambahan resources, dengan terus memaksimalkan potensial market Indonesia.
Bukan hanya revenue saja, Juniper juga melakukan juga pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang IT Networking. Sebagai salah satu founder di dunia networking, Juniper Networks secepat mungkin meng-introduce solusi-solusi baru ke Indonesia. Apalagi, Juniper merupakan leading dari IT Networking Company dengan empat area product andalannya (routing, switching, security, accelerator).
Dari ke-4 produk Juniper tersebut, yang paling tinggi berkontribusi bagi perusahaan adalah routing dan diikuti oleh switching. “Kami menyasar costumer telekomunikasi dan enterprise. Saat ini, revenue terbesar berasal dari telekomunikasi karena hampir semua vendor telekomunikasi menggunakan perangkat keamanan jaringan Juniper. Selain itu, kami melakukan pengembangan dari sisi telekomunikasi, enterprise dan spending ke government. Tak ketinggalan adalah sektor finance,” jelas Judi Hartono, Country Manager Juniper Networks Indonesia.
Di kuartal pertama 2011, ada dua solusi yang sudah dan akan dirilis yakni QFabric dan konseptor core network yang baru. QFabric adalah hasil dari project stratus yang merupakan sebuah inisiatif pengembangan dan riset jaringan pusat data. Bahkan, rekanan Juniper IBM, NetApp, CA Technologies dan VMware percaya bahwa produk tersebut akan membantu mereka memenuhi kebutuhan pasar atas jaringan dan Cloud Computing pusat data.
Seiring dengan makin cepatnya perkembangan Cloud Computing dan mobile internet, lanjut pria yang pernah berkiprah di PT Motorola Indonesia (2006), permintaan atas peningkatan besar kemampuan pusat data pun makin tinggi. Dengan QFabric, Juniper mengubah nilai ekonomi pusat data dengan memperkenalkan struktur jaringan satu-satunya yang mampu mengeliminasi banyak lapisan biaya dan kerumitan.
“Teknologi komputasi dan pusat data berkembang pesat selama satu dekade terakhir ini, dan pendekatan lama terhadap jaringan tidak mampu lagi mengimbangi perkembangan itu,” ungkap Judi yang meraih gelar MBA dari IPMI-Monash University.
Berikut petikan wawancara dengan pria yang telah memilki pengalaman lebih dari 15 tahun di industri teknologi informasi (TI) dan telekomunikasi ini.
Menurut Anda, sejauh mana perkembangan Cloud Computing di Indonesia?
Menurut saya, seharusnya Cloud itu dibuat simple, karena kadang-kadang terminologinya rumit. Kalau kita mengartikannya secara simpel, Cloud Computing adalah penempatan platform di dunia maya dan service yang ditawarkan cuma dua yakni infrastruktur dan software.
Jadi, perusahaan sekarang tidak perlu investasi di infrastruktur,storage dan server. Secara otomotis, dengan adanya Cloud maka membutuhkan bandwidth yang besar dari sisi koneksi ke cloud-nya.
Kedua, penempatan software yang ada letaknya di Cloud. Kalau ditanya seberapa besar investasi untuk Cloud, yang jelas di depan Cloud selalu ada routing dan firewall. Porsi terbesar adalah di data center-nya. Cuma, karena Cloud ini lebih ke internet, akan banyak player asing yang akan bermain.
Untuk menuju ke cloud ini, apakah Juniper bekerjasama dengan vendor-vendor lain?
Kami memiliki salah satu solusi virtualisasi yang kerjasama dengan VMware dan IBM. Biasanya solusi kami sudah jadi di dalam solusi IBM lalu dengan CA Technologies, sebagai salah satu partner untuk Coud Computing.
Rekanan Juniper IBM, NetApp, CA Technologies dan VMware percaya bahwa arsitektur QFabric yang baru kami rilis akan membantu mereka memenuhi kebutuhan pasar atas jaringan dan cloud pusat data. QFabric adalah jalur evolusi yang akan membawa revolusi komputasi.
Kami telah merancang ulang jaringan pusat data, dan dengan QFabric kami dapat memenuhi kebutuhan atas peningkatan kecepatan, skala, keamanan dan efisiensi untuk dekade mendatang. Juniper telah berinvestasi selama tiga tahun dan lebih dari US$ 100 juta dalam riset dan pengembangan untuk mengatasai tantangan ini, dan menciptakan arsitektur baru yang akan menjadi dasar pusat data untuk dekade mendatang.
Faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan jika perusahaan ingin memindahkan layanan ke Cloud?
Saat ini sepertinya kalau kita lihat penetrasi, pada umumnya perusahaan yang beralih ke solusi ini adalah yang berskala medium dan small. Dan, biasanya untuk requirement mereka lebih simpel. Dari sisi infrastruktur tidak terlalu butuh yang besar. Jadi, langkah yang perlu dilakukan adalah requirement dari infrastruktur yang mereka mau. Kedua, penentuan aplikasi yang mereka inginkan. Kalau untuk perusahaan besar, tambah satu tahap lagi yakni security.
Saat ini, pelanggan 3G di Indonesia terus tumbuh, dan implikasinya akan membuat kebutuhan operator telekomunikasi terhadap perangkat keamanan jaringan juga meningkat. Bagaimana dengan kesiapan Juniper untuk memenuhi kebutuhan mereka?
Bagi vendor penyedia perangkat keamanan jaringan enterprise seperti Juniper, tentu hal ini merupakan peluang yang tak akan kami sia-siakan. Kami mengklaim, perangkat keamanan jaringan enterprise-nya laris diserbu oleh para operator telekomunikasi lokal.
Dari sebelas operator yang ada di Indonesia, hampir semua operator telekomunikasi menggunakan perangkat keamanan jaringan kami. Kalau kita perhatikan, orang rajin sekali up date Facebook dan Blackberry. Jadi, traffic yang meningkat adalah data dan data itu harus ditunjang oleh routing platform dan data center. Jadi, dari pendapatan operator yang ada, adanya penurunan pendapatan di voice dan SMS tetapi data meningkat. Dan, satu-satunya yang meningkat adalah data karena voice juga dilewati data.
Sejauh mana Anda melihat keberpihakan Pemerintah melalui regulasi yang dibuat untuk pemanfatan Cloud Computing?
Kalau di negara seperti China memang lebih protected karena memang policy mereka yang disebut revolusi melati, mereka benar-benar protected yang namanya facebook dan twiter. Kalau di Indonesia, menurut saya tidak di protect dari sisi cloud dan pemerintah hanya menekankan operator atau ISP untuk mencatatkan IP Address. Jadi, sekarang pemerintah mewajibkan dengan satu regulasi agar operator mendaftarkan IP Address tertentu dan nanti akan di-compare untuk diblok. Dan menurut saya masih belum terlalu politik.
Kalau dari sisi Coud sendiri, pemerintah masih agak sedikit bebas. Dari sisi government belum banyak membuat regulasi Cloud karena BUMN-nya sendiri seperti Telkom masih meraba-raba, bisnis Cloud seperti apa. Apakah seheboh yang dibicarakan vendor? Kalau menurut saya, masih terlalu pagi karena infrastruktur government sendiri baru mengarah ke Cloud mungkin tahun depan padahal kalau benar-benar full Cloud bisa meminimalkan APBN yang besar karena masing-masing BUMN selama ini invest sendiri-sendiri.
Jadi, e-Government bisa jalan jika menggunakan Cloud?
Kalau benar-benar di impelemtasi secara serius, saya yakin saving-nya besar sekali. Karena Cloud bisa dibikin virtualisasi. Misalnya dalam satu server bisa dibagi-bagi untuk setiap departemen. Jadi, tidak harus punya network sendiri. Sayangnya, kita gampang sekali mengadopsi teknologi namun terkadang kita tidak memaksimalkan apa yang kita punya sebagai bangsa Indonesia. Padahal, market kita masih dalam konteks dimanfaatkan. Jadi, Cloud bukan sekedar konsep yang kelihatan smart dan fantastis karena tujuan Cloud adalah efesiensi. Itu yang penting.
Strategi apa yang bakal dilakukan Juniper terkait persaingan?
Kedepan, pesaing kita tidak hanya datang dari networking company karena banyak solusi-solusi yang akan ditawarkan dan bisa menambah pesaing. Kalau kita lihat, posisi yang paling tinggi adalah dari segi pricing. Jadi, kalau kita lihat kedepan pasti akan ada sedikit pressure mengenai price.
Kedua, kompetitor yang merupakan akibat dari merger dan akuisisi. Kalau kita lihat, vendor storage dan server sudah menganggap networking sebagai bagian dari bisnis mereka. Jadi, tentunya kami akan berhadapan dengan kompetitor baru yang juga besar.