Baru-baru ini pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia mengagas terobosan baru dalam tata kelola daerah tujuan wisata atau yang dikenal dengan destinasi.
Tata kelola daerah tujuan wisata yang dicanangkan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata berlabel “DMO”, merupakan kepanjangan dari Destination Management Organization. Pengelolaan DMO ini dilaksanakan di 15 destinasi yang selanjutnya disebut dengan klaster.
Kelimabelas klaster DMO tersebut meliputi Kota Tua Jakarta, Pangandaran, Danau Toba, Bunaken, Sabang, Tana Toraja, Borobudur, Rinjani, Raja Ampat, Wakatobi, Tanjung Puting, Derawan, Danau Batur-Kintamani, dan Pulau Komodo-Kelimutu-Flores serta Bromo-Tengger-Semeru. Konsep tata kelola klaster tersebut mengadopsi dari cerita sukses dari beberapa negara yang telah mengadopsi konsep ini di negaranya. DMO sesuai dengan buku Pedoman Pembentukan dan Pengembangan DMO (Kemenbudpar, 2010), diartikan sebagai tata kelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi yang terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah yang memiliki tujuan, proses dan kepentingan bersama dalam rangka meningktakan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat lokal.
Jika menterjemahkan konsep tersebut maka ada empat sistem yang setidaknya saling hubung dan bersinggungan satu dengan yang lainnya, yaitu sistem destinasi, sistem tata kelola, sistem informasi, komunikasi dan teknologi, dan sistem pemasaran. Keempat sistem tersebut senada yang diungkapkan oleh Putera (2009) pada Biskom, edisi Juli 2009 bahwa ada empat faktor yang menentukan DMO yaitu unsur pemerintah, bisnis, pariwisata, dan teknologi informasi dan komunikasi.
Putera (2009) menjelaskan bahwa unsur-unsur yang ada dalam DMO akan dapat berjalan dengan baik apabila fungsi dalam tata kelola yang meliputi perencanaan, implementasi, dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan baik. Serta perlu adanya integrasi satu dengan yang lain, atau umumnya disebut sebagai koordinasi. Fungsi-fungsi tersebut dalam perkembangan teknologi saat ini bisa didekatkan dengan teknologi informasi. Konsep inipun sangat sesuai dengan konsep DMO yang dipaparkan oleh Kemenbudpar, bahwa fungsi-fungsi dalam tata kelola dilakukan secara inovatif dan tersistem melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi yang terintegral diantara stakeholder yang ada.
Keterkaitan antara DMO dan TIK
Zelenka (2009) menjelaskan, kehadiran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sejak tahun 1980-an telah merubah wajah pariwisata di dunia, dimana telah terjadi revolusi dalam proses distribusi produk-produk pariwisata, komunikasi dengan konsumen dan lintasan bisnis diantaranya, gambaran kewilayahan, akses informasi, daftar harga, keamanan, serta jalur-jalur alternatif. Kesemua ini merupakan dampak dari hadirnya TIK. Sementara itu Putera (2009) menyebutkan, pengembangan dalam penerapan elektronika pariwisata saat ini telah bergerak pada pemuktahiran dengan paradigma pengelolaan sistem informasi pariwisata terpadu melalui Destination Management Organization (DMO). Paradigma ini mempertimbangkan peran dan fungsi suatu daerah tujuan wisata. Pengelolaan DMO dilakukan secara terpadu oleh lembaga pemerintah, perusahaan swasta, organisasi profesi dan elemen-elemen yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata. Kegiatan pengelolaan ini mengarah pada pencapaian pembangunan ekonomi dan keseimbangan pembangunan wilayah.
Bahkan Chang (2003) telah melakukan riset yang menghasilkan enam dasar strategi dalam penerapan sistem informasi untuk DMO, meliputi: pertama, sumber keunggulan kompetitif adalah informasi – sehingga aliran informasi merupakan kunci dalam implementasi. Siapa saja yang memberikan informasi dengan baik dan lengkap dialah pemenangnya. Konsep ini dapat dilakukan melalui e-tourism. Kedua, Sistem Informasi merupakan investasi jangka panjang. Nilai kemanfaatan yang dihasilkan dengan sistem ini baru bisa dirasakan apabila sistem yang dibentuk dilakukan secara berkelanjutan dan informasi yang diberikan secara terus menerus dilakukan up dating dan melibatkan seluruh komponen kepariwisataan yang ada. Ketiga, memperjelas resiko yang ada: setiap sistem pasti memiliki peluang terjadinya permasalahan, sehingga sebelum diimplementasikan perlu diketahui hal-hal apa saja yang akan mempengaruhi jalannya sistem, seperti resiko teknik, fungsi, internal maupun dari luar. Hal tersebut bisa dideteksi sejak awal, setiap peluang terjadinya resiko. Keempat, Diferensiasi: produk dan jasa yang unik.
Sistem informasi merupakan portofolio bagi pemasaran produk dan jasa yang ditawarkan dan berbeda dengan pesaing yang ada. Kelima, Co-alignment: penyelasaran antara lingkungan ekternal, pilihan strategi, struktur organisasi, dan kinerja sektor keuangan. Langkah awal dari implementasi sistem informasi adalah penilaian terhadap lingkungan ekternal dengan mengidentifikasi kekuatan pendorong, perubah, dan pengantar nilai-nilai. Variabel dalam DMO harus dioptimalkan untuk saling berhubungan dalam rangka pencapaian tujuan pemasaran destinasi. Keenam, kontinuitas: kesinambungan dari arah dan pelaksanaan sistem informasi. Tanpa adanya keberlanjutan dan dilakukan secara terus menerus sulit pencapaian tujuan dapat terwujud.
TIK adalah salah satu kunci daya saing sejauh mana wisata dan bisnis yang ada disekitarnya berfungsi dengan baik. Bahkan virtualisasi objek wisata yang terdapat dalam website dan pemesan online menuju objek tersebut menjadi isu yang saat ini sedang berkembang (Bojnec & Kribel, 2005).
DMO tidak hanya semata-mata dipandang sebagai bentuk organisasi dalam pandangan klasik yang mengharuskan adanya bentuk hierarki pembagian tugas secara tegas dengan garis wewenang dan penugasan. Tetapi DMO sejalan dengan kelahirannya di masa modern, hendaklah dipandang sebagai bentuk pengorganisasian pengelolaan destinasi dengan menggunakan pendekatan modern pula, yaitu pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi. Ada tiga komponen penting dalam DMO yang sering dikemukakan Presenza (2005), yaitu coordination tourism stakeholders, destination crisis management dan destination marketing.
Bangunan DMO dengan Peran TIK di dalamnya
Destination marketing, menjadi ujung tombak dalam komponen DMO. Keberhasilan DMO dalam meningkatkan kualitas pengelolaan pada akhirnya berdampak pada peningkatan volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besarnya pengeluaran wisatawan serta membawa kemanfaatan bagi masyarakat lokal. Kesemua ini ditentukan bagaimana destination marketing dapat menarik sebanyak-banyaknya pengunjung untuk datang ke wilayah yang telah dipromosikan. Destination marketing meliputi beberapa aspek, yaitu Trade shows, Advertising, Familiarization tours, Publication & Brochures, Events & Festivals, Cooperative Programs Direct Mail, Direct Sales, Sales Blitzes, dan Web Marketing. Banyak persepsi yang hanya memandang destination marketing sebagai bagian terpisah dari DMO. Padahal, justru bagian ini menjadi vital dalam memberikan informasi dan menarik minat wisatawan untuk datang ke wilayah tersebut. Dengan kata lain, percuma saja telah membangun kesadaran kolektif diantara stakeholders destinasi, membangun kawasan lebih baik, tetapi informasi tentang semua itu tidak dijalankan. Ketiga komponen tersebut haruslah berjalan secara bersama, dan bahu membahu dengan saling dukung, serta saling melengkapi.
Prinsip Dasar DMO Web
Banyak kajian dan contoh-contoh sukses dalam penerapan sistem ini. Namun, pada kesempatan ini, ada lima prinsip dasar yang umum dan penting untuk dipahami dalam membangun sistem informasi terintegrasi (DMO Web). Abouttourism memberikan catatan penting sebagai berikut:
Pertama, Look Good atau dalam bahasa yang mudah dipahami adalah enak dilihat. Artinya sebuah tampilan DMO Web harusnya memenuhi unsur visual yang atraktif dan menarik, enak dibaca, mudah dalam navigasi, serta penggunaan warna dan huruf yang padupadan.
Kedua, Perhatikan Konten, konten diibaratkan sebagai jalan untuk menunjukkan tentang apa yang ada pada kawasan tersebut. Pada konten ini akan terlihat jelas bagaimana setidaknya wisatawan bisa datang ke lokasi, menghubungi stakeholder yang ada, dan pada akhirnya akan terjadi transaksi. Informasi yang disajikan harus terkini dengan beragam visual yang menarik, seperti foto, video, dan cerita-cerita wisatawan yang pernah berkunjung.
Ketiga, Jadikan audien sebagai bagian dari DMO Web, karena bagaimanapun juga wisatawan adalah tujuan market sehingga melibatkan mereka secara langsung dalam DMO Web sangat dibutuhkan. Hal ini tentu saja dapat dilakukan dengan membangun komunitas online untuk menyebarkan keunggulan kompetitif dari destinasi yang ada. Beberapa studi tentang DMO Web di Eropa menyebutkan bahwa lebih dari setengah atau 57% dari pengguna DMO Web membaca ulasan perjalanan, dan 43% mengunjungi forum dialog yang berhubungan dengan perjalanan.
Keempat, SEO atau Search Engine Optimization. Ini merupakan sesuatu yang tidak mudah, para stakeholders harus pandai-pandai memberikan kata kunci ataupun pengkategorian dari setiap informasi yang ditampilkan dalam DMO Web. Tren yang ada biasanya calon pengunjung akan melakukan pencarian informasi pada mesin-mesin pencarian sehingga hanya 10 hasil pencarian utama yang sering kali dibuka. Kelima, Mengkoversikan. Memasukkan semua element mulai dari web desain, konten, penggunaan media sosial, dan strategi SEO adalah bukan hal mudah, DMO web bukan sekedar tempat jualan hotel, tikel ataupun paket liburan secara online, tetapi ada sisi lain yang bisa diberikan kepada calon pengunjung seperti informasi agenda kegiatan di kawasan, keunikan budaya, ataupun aktivitas kepariwisataan lainnya.
Tidak kalah pentingnya DMO web merupakan wadah komunikasi antar stakeholders yang ada, serta pembangunan sistem informasi ini dapat menjadi penyedia informasi yang lengkap dan akurat bagi konsumen/turis untuk mempersiapkan liburan mereka dan dapat melakukan pemesanan terhadap produk dan layanan pariwisata yang akan dituju, selain itu juga membantu perusahaan pariwisata agar lebih baik mengintegrasikan semua layanannya melalui pengorganisasian dan promosi secara personal dan meningkatkan pengalaman pariwisata, serta sistem ini membantu semua para pemangku kepentingan di daerah dan nasional untuk bersama-sama dalam menggunakan sistem dan database pariwisata tunggal untuk meningkatkan kerjasama serta menghindari informasi yang tidak konsisten.
Pada akhirnya DMO Web menjadi alat untuk industri pariwisata nasional dan DMO untuk mempromosikan secara efektif dan hemat biaya layanan pariwisata mereka ke seluruh dunia dan menjadikannya sebagai prioritas utama aplikasi e-commerce dan e-tourism.
Ditulis Oleh :
Prakoso Bhairawa Putera ( Peneliti Muda bidang Kebijakan dan Administrasi (Kebijakan Iptek) – LIPI, dan Peserta Program Beasiswa Pascasarjana Ristek 2010 di Universitas Indonesia )