“PERSEPSI masyarakat terhadap pilihan nuklir sebagai sumber energi yang terakhir, dipengaruhi oleh peristiwa kecelakaan Teknologi  Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima di Jepang,  11 Maret 2011 silam. Saat itu sistem pendingin reaktor rusak sehingga terjadi kebocoran zat radioaktif. Akibat musibah ini puluhan ribu warga di sekitar reaktor harus diungsikan.  Jauh sebelumnya,  pada 1986 juga pernah terjadi tragedi kebocoran PLTN Chernobyl di Ukraina Uni Soviet yang menewaskan ribuan orang.”

Kejadian tersebut telah mempengaruhi operasi, ekonomi, penerimaan masyarakat dan tentu saja kredibilitas PLTN. Kecelakaan PLTN Fukushima telah memberikan bangsa ini  banyak pelajaran, mengenai pentingnya memperhitungkan faktor kegempaan, dan tsunami dalam desain baru PLTN.

Teknologi  Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang akan dipakai Indonesia  pastinya  akan  jauh  berbeda dengan teknologi yang sudah  digunakan di Fukushima Jepang, apalagi Chernobyl yang masih menggunakan teknologi usang.  “Nantinya, teknologi yang dipakai akan berbeda dengan yang ada di Fukushima Jepang. Dengan demikian kami ingin memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa teknologi yang kami pakai aman,” kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Djarot S Wisnubroto.

Khusus ancaman gempa dan tsunami, kata dia, tidak semua daerah Indonesia berada di ring of fire (cincin api)  yang rentan terhadap gempa bumi dan tsunami. Sebaliknya,  banyak daerah yang cukup stabil,  bagi kemungkinan berdirinya sebuah PLTN.  “Studi kelayakan (feasibility study) di Pulau Bangka terus dilakukan. Sejumlah wilayah lain juga dalam penelitian, seperti Banten dan Muria,” sambung pria  kelahiran Yogyakarta, 1 Januari 1963 ini.

Sekedar diketahui, Batan mempunyai infrastruktur kelembagaan yang lengkap dari hulu ke hilir. Mulai dari melakukan penelitian dasar dan terapan, pengembangan teknologi dan energi nuklir, pengembangan teknologi daur bahan nuklir dan rekayasa, dan pendayagunaan hasil litbang dan pemasyarakatan ilmu pengetahuan (iptek) nuklir, serta Batan telah melahirkan industri sebagai spin off; PT Batan Teknologi.

Djarot  sendiri telah berpengalaman dalam bidang PLTN. Ia menyelesaikan Sarjana Teknik Nuklir (S-1) di UGM, program Pasca Sarjana (S-2) di bidang Nuclear Engineering di University of Tokyo, Jepang (1990), dan melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana (S-3) di University of Tokyo, Jepang (1993). Sebelum menjabat   Kepala Batan, Djarot menjabat sebagai Deputi  Bidang Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa (Deputi PTDBR).

Berikut petikan wawancara BISKOM dengan Djarot yang  merupakan salah satu Profesor Riset yang dimiliki Batan.

Apa saja tujuan dari pembangunan iptek nuklir?
Antara lain bertujuan  memberikan dukungan nyata dalam pembangunan nasional dengan peran meningkatkan hasil litbang energi nuklir, isotop dan radiasi, serta pemanfaatan dan pendayagunaannya. Selain itu juga, meningkatkan kinerja manajemen kelembagaan dan penguatan sistem inovasi dalam rangka mendukung penelitian, pengembangan, dan penerapan energi nuklir, isotop, dan radiasi.

Sumber daya manusia dan infrastruktur penelitian di Batan  telah cukup baik. Dengan tersedianya tiga reaktor penelitian yang berada di Yogyakarta, Bandung, dan Serpong, merupakan aset yang istimewa untuk pengembangan teknologi nuklir di Indonesia.

Lantas, mengapa pembangunan PLTN mendesak untuk dilakukan?
Nuklir sangat penting dalam konsep bauran energi. Arah kebijakan nuklir mengikuti arah kebijakan nasionl. Selama bertahun-tahun Indonesia merdeka, baru memiliki energi listrik 35 ribu MW, padahal pada 2025 Indonesia dituntut memiliki energi listrik berkapasitas 115 ribu MW. Dari manakah selisih sebesar ini didapatkan? Tidak mungkin hanya mengandalkan energi fosil, apalagi energi alternatif seperti energi surya dan angin.

Perlu diketahui, hanya 10%  energi listrik Jepang berasal dari energi alternatif, dimana 9% di antaranya merupakan energi air, sedangkan energi surya, angin dan lainnya hanya 1%. Cadangan minyak bumi, batubara, gas terbatas jumlahnya.  Jadi, pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan seperti surya, laut, geotermal dan nuklir adalah pilihan yang harus ditempuh untuk kemandirian energi di masa depan.

Apa yang dilakukan Batan untuk merealisasikan pembangunan PLTN?
Pembangunan PLTN merupakan kebijakan atau policy pemerintah. Dan, tentunya ini bukan program jangka pendek. Batan telah membangun sejumlah fasilitas untuk melakukan studi kelayakan guna membangun fasilitas tersebut. Pembangunan fasilitas ini memakan waktu lama, tapi ini untuk memastikan PLTN yang akan dibangun akan aman.  Selain itu,  batan terus melakukan uji kelayakan d guna mempersiapkan dan mengkaji lebih jauh kesiapan PLTN di Indonesia sesuai dengan aspek geografis.

Bisa disebutkan, daerah-daerah mana saja yang sudah dilakukan uji kelayakan untuk berdirinya sebuah  PLTN?
Saat ini Batan  terus melakukan kajian studi kelayakan fasilitas nuklir di Indonesia.  Batan terus melakukan penelitian di sejumlah wilayah seperti Kramat Watu, Banten, Ujung Watu, Ujung Grenggengan, Ujung Lemah, Ujung Watu, Ujung Grenggengan Muria, serta Teluk Menggris kecamatan Muntok, Bangka Barat, dan Tanjung Berani-Tanjung Krasak, Desa Sebagen Kecamatan Simpang Rimba Kabupaten Bangka Selatan. Sejauh ini,  Bangka Belitung berada sekitar 500 km di sebelah timur jalur gunung api aktif di Sumatera dan Jawa Barat. Posisi Bangka Belitung sangat menguntungkan mengingat ancaman dari tsunami tidak signifikan.

Kira-kira sampai berapa lama  studi kelayakan oleh Batan  akan selesai dilakukan?
Pastinya, pengkajian sampai saat ini  masih  terus berjalan dan dijadwalkan rampung  pada akhir 2013 nanti. Untuk  studi kelayakan Bangka terbagi dalam tiga tahap.  Mulai dari sisi  penyiapan, seperti akses ke lokasi, mencari data menyangkut 14 aspek studi, serta data assessment dan analisis. Kalimantan dan banyak wilayah lain  memang stabil. Namun, PLTN dengan kemampuan membangkitkan energi rata-rata 1.000 MW per unit hanya dipasang di wilayah yang masyarakatnya membutuhkan listrik skala besar, seperti Jawa dan Sumatera.  Sebab, ukuran tingkat kemakmuran suatu negara sebanding dengan konsumsi energi per kapita. Kebutuhan energi per kapita Indonesia saat ini 591 kWh/kapita.  Hal ini  masih sangat rendah dibandingkan dengan Brunei 8.308 kWh/kapita, Singapura 8.185 kWh/kapita, Malaysia 3.490 kWh/kapita, Thailand 2.079 kWh/kapita, dan Vietnam 799 kWh/kapita.

Mengapa proses pemilihan dan evaluasi tapak berlaru-larut?
Bukan berlarut-larut karena  evaluasi tapak  harus dilaksanakan dengan sangat cermat dan hati-hati. Selain itu,  kami memperhatikan faktor keselamatan secara ketat dan memperhitungkan risiko sekecil apapun. Sebagai dasar analisis dan desain, kejadian ekstrim harus diasumsikan yang paling maksimum yang mungkin terjadi.

Penyelidikan tapak dilakukan melalui pendekatan skala, yaitu regional (radius 500 km dari tapak), near regional (radius 25-50 km dari tapak), site vicinity (radius 5 km dari tapak), dan site area (radius 1 km dari tapak) dengan goalnya masing-masing. Dalam konteks seismotektonik, ini untuk memahami geodinamik dan struktur seismogenik di skala regional, menkarakterisasi struktur seismogenik pada skala near regional, menolak tapak potensial yang tidak dapat diselesaikan secara rekayasa pada skala site vicinity, serta mendefinisikan dan mengkarakterisas sifat makanik fondasi pada site area. Hal-hal seperti ini terus kami pelajari agar pembangunan PLTN nantinya sesuai dengan yang kita harapkan.

Pada prinsipnya, Batan menjamin bahwa kami terus mendukung pemanfaatan energi nuklir yang memegang peran penting dalam roda perekonomian negara. •DJUANDA

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.