TANPA disadari ancaman cyber sudah menjadi ancaman actual. Sifat dan karakternya pun dapat merusak keamanan nasional sehingga kebutuhan cyber combat merupakan sebuah keniscayaan. Pembentukan cyber command dan cyber combat merupakan tantangan sekaligus kebutuhan guna menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Indonesia.
“Saat ini, Indonesia sudah dalam keadaan cyber warfare (Perang Dunia Maya), karena itu perlunya mewujudkan sistem defence melalui perancangan cyber defence yang komprehensif dan tentunya bersinergi dengan organisasi cyber security yang sudah ada,” ujar Sekjen Kementerian Pertahanan, Eris Herryanto, di sela dialog interaktif pertahanan cyber defence di Gedung Kemenham, Jakarta, Kamis (10/1).
Menurut dia, ancaman dunia maya dan perang informasi dapat dihadapi oleh bangsa Indonesia, melalui strategi pembangunan National Cyber Defence, yang merupakan sebuah kebutuhan dan keharusan untuk melindungi pertahanan dan keamanan, serta kelangsungan hidup sebuah negara dengan melibatkan stakeholder yang terkait”, ungkapnya.
Pakar Teknologi Informasi, Yono Reksoprodjo mengatakan, cyber warfare dilakukan melalui pemanfaatan jaringan dunia maya. Salah satu pilihan taktik dari peserta konflik yang biasanya lebih lemah guna melakukan penyerangan pada sistem komputasi negara yang lebih kuat. Cyber war disukai karena murah, diutamakan hanya dengan memahami ilmu komputer dan telekomunikasi yang lebih baik lagi bila ditambah kemampuan social engineering.
“Kalau bicara soal cyber defence adalah pentingnya melakukan recovery yaitu mengembalikan seperti semula. Dan, dalam recovery ini dibutuhkan kerjasama intansi yang harus bisa mengatur dan mengantisipasi digunakannya sarana-sarana internet,” ujar Yono.
Sekretaris Badan Standar Nasional Pendidikan, Richardus Eko Indrajit menambahkan, agar bisa mendapatkan cyber defence yang efektif harus tahu terlebih dahulu makna dari cyber offence itu seperti apa, mengingat hal yang paling sulit adalah merubah paradigma, sebab cyber defence di dunia maya cukup jauh berbeda dengan dunia nyata.
Sementara itu, Ketua Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Sylvia W.Sumarlin menyatakan peranan industri terhadap cyber defence cukup penting, apalagi semakin meningkatnya laju pertumbuhan industri manufacturing dan ketersediaan SDM TI yang handal. “Jadi, terkait cyber defence adalah bagaimana memulihkan data dan pentingnya R&B,” katanya.
Selain itu, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) menjadi penting apalagi menyangkut pertahanan negara atau public services. Sebab, meski teknologi dari luar negeri terbilang canggih, dikhawatirkan ditumpangi suatu komponen yang sudah diprogram dari negara tertentu untuk melakukan penetrasi. “Jadi untuk lebih aman gunakanlah produk dalam negeri atau produk yang di-costumize oleh orang-orang Indonesia,’ jelasnya.
Anggota Komisi I DPR RI, KMRT Roy Suryo mengatakan, terkait pertahanan dan keamanan negara tidak hanya dari segi fisik dan non fisik yakni dunia maya sehingga diperlukan suatu strategi yang handal untuk mengatasi keduanya , apalagi perang masa depan adalah perang teknologi dan teknologi merupakan pilar dari demokrasi.
“Terkait regulasi cyber defence, di komisi I kami sedang menyiapkan aturan yang terkait. Saat ini, kita punya UU Telekomunikasi dan UU ITE. Dan, kami sedang menyusun UU yang baru yakni UU Tindak Pidana Teknologi Informasi (TPTI). UU TPTI akan bersinergi dengan pertahanan dan keamanan negara.,” katanya. •DJUANDA