Bicara mengenai perkembangan open source software (OSS) di Indonesia tampaknya tidak bisa lepas dari peran wanita kelahiran Bandung, 2 Agustus 1960 ini. Sepak terjangnya sejak dinobatkan sebagai duta open source dan memimpin Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI) lima tahun silam telah berdampak pada pemanfaatan OSS secara luas.
BERBAGAI kalangan, mulai dari individu, organisasi, pemerintahan, perusahaan hingga dunia pendidikan dan kesehatan kini mulai banyak memanfaatkan open source sebagai sistem komputasinya.
Betti S. Alisjahbana, merupakan sosok di belakang kesuksesan peningkatan pengguna open source di tanah air. Bersama AOSI, ia selama ini telah berhasil memfasilitasi berbagai kegiatan dalam mendukung pertumbuhan dan pengembangan open source, baik itu melalui seminar, pelatihan, pameran maupun roadshow.
Dikatakannya, berbagai kegiatan yang dilakukan bersama AOSI merupakan program yang dirancang untuk kepentingan pengembangan teknis dan bisnis open source di Indonesia. “Open source merupakan solusi yang reliabel bagi semua kalangan. Dimana mereka tidak terbatas hanya menjadi pengguna saja, tetapi bisa juga mengembangkannya karena sifatnya yang terbuka. Sehingga bisa membangun mental pengguna menjadi produsen, pengembang ataupun penyedia jasa. Jadi pemanfaatan teknologi informasi (TI) itu bisa semakin luas untuk meningkatkan daya saing, inovasi dan produktivitas,” ujar Betti yang hingga kini masih dipercaya memimpin AOSI.
Mengawali karir di IBM, sebuah perusahaan layanan TI global sebagai Management Trainee setelah lulus kuliah Arsitektur di ITB di tahun 1984, ibu dari dua anak ini berhasil mencapai puncak karirnya sebagai Presiden Direktur IBM Indonesia pada tahun 2000. Jabatan tersebut menjadikannya sebagai perempuan pertama yang menduduki posisi strategis tersebut di Asia Pasifik saat itu.
Setelah lebih dari 23 tahun berkarir di IBM, akhirnya ia memutuskan berhenti di tahun 2008 untuk membangun PT. Quantum Business Internasional (QB Internasional). Alasannya, penggemar desain dan bernyanyi ini merasa Indonesia sedang butuh lebih banyak entrepreneur untuk membangun negeri ini makanya diputuskannya untuk masuk ke dunia itu.
“Selama delapan tahun menjabat sebagai Presdir membuat saya berfikir untuk mempunyai ‘gunung’ baru yang harus saya daki, karena kita butuh challenge yang baru. Niatnya, dengan menjadi entrepreneur bisa ikut berperan serta membangun bangsa ini.”
Selama lebih dari 28 tahun dihabiskan untuk berkecimpung di dunia TI, tampaknya telah menjadikan TI sebagai bagian yang melekat dari hidupnya yang tidak dapat dipisahkan. Integritas yang dimilikinya untuk perkembangan TI di Indonesia terlihat juga dari peran yang diembannya saat ini, seperti Wakil Ketua Dewan Riset Nasional, Ketua Komite Tetap Perangkat Lunak, Kadin dan Anggota Komite Inovasi Nasional.
Untuk mengetahui pandangannya terhadap dunia TI khususnya open source, berikut ini petikan wawancara BISKOM dengan Betti Alisjahbana, Ketua Umum AOSI di tempat kerjanya.
Anda telah mendirikan QB International, bagaimana perusahaan ini turut serta membangun industri TI khususnya open source di Indonesia?
Sebenarnya QB International itu mempunyai tiga divisi, yaitu pertama QB Leadership Center bergerak dibidang leadership development yang dibangun bertujuan untuk menginspirasi, mendorong, dan memfasilitasi tumbuhnya pemimpin-pemimpin masa depan yang berintegritas dan kompeten. Disini, saya memanfaatkan pengalaman saya di dalam memimpin perusahaan untuk menginspirasi. Kedua, QB Property yang bagi saya membangun ini seperti cinta lama bersemi kembali. Disinilah saya ingin berkarir awalnya karena kuliah saya di arsitektur. Ketiga, QB IT Services yang kaitannya erat dengan open source.
Mempunyai misi untuk mempromosikan perangkat lunak Open Source dan membuatnya memberikan nilai tambah prima melalui solusi dan layanan profesional. Disini kami menyediakan layanan profesional dalam melakukan migrasi ke teknologi berbasis open source, baik untuk perangkat lunak desktop maupun untuk perangkat lunak di server. Selain itu, QB IT Services berkolaborasi dengan QB Leadership Center juga memberikan solusi pengembangan aplikasi dan implementasi untuk Pengembangan Website dan Aplikasi berbasis Web dan pemanfaatan sosial media untuk menunjang keberhasilan Perusahaan atau Institusi. Serta, implementasi Pengelolaan Sumber Daya Manusia yang terintegrasi atau Integrated Human Resources Management Systems.
Apa yang membuat Anda tertarik terjun di dunia TI khususnya open source?
Open source bisa memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dengan open source sebetulnya IT akan lebih terjangkau bagi banyak perusahaan dan banyak orang. Jadi misi saya adalah bagaimana open source memungkin perusahaan ataupun orang bisa memanfaatkan TI.
Apa manfaat open source untuk Indonesia?
Saya melihat open source itu sangat strategis untuk Indonesia. ada tiga alasan kenapa itu sangat strategic, pertama, dengan open source Indonesia itu bisa mengejar ketinggalan dari negara-negara yang lebih maju. Bila menggunakan proprietary dalam mengembangkannya lebih lanjut harus harus membayar royalty tetapi menggunakan open source itu istilahnya bisa berlari dengan garis start yang sama. Artinya, apa yang sudah dikembangkan kita mempunyai akses kesitu. Kita bisa melihatnya, mempelajarinya dan mengembangkannya lebih lanjut. Jadi kita bisa berlari digaris start yang sama dengan negara-negara maju.
Kedua, biayanya lebih murah sehingga banyak penghematan yang bisa dilakukan. Penghematan-penghematan tersebut bisa dipakai untuk berinovasi ataupun pendidikan. Dan ketiga, penggunaan open source standar terbuka maka kita terbebas dari keterikatan terhadap suatu vendor tertentu. Jadi tidak terkunci sehingga bebas mngintegrasikan dan mengembangkan lebih jauh lagi tanpa harus terikat satu vendor tertentu. Tetapi tantangan utama dari open source adalah ketersediaan dukungan implementasi, dan saya berusaha mengisi itu.
Gerakan penggunaan Open Source Software (OSS) secara serius di tanah air ditandai dengan komitmen 5 kementerian pada 2004 dengan semangat Indonesia, Go Open Source! (IGOS). Apakah gerakan ini masih dilanjutkan hingga saat ini?
Pendeklarasian IGOS yang dilakukan 5 kementerian merupakan kelanjutan dari Indonesia menandatangani UU No.19 tahun 2002 mengenai hak cipta. Berlanjut pada tanggal 27 Mei 2008 menjadi 18 Kementerian yang sepakat menggunakan open source kemudian dibuat IGOS Summit ke dua, dimana saat itu AOSI didirikan dan saya diminta menjadi duta open source untuk Indonesia. Bergulir lagi pada tahun 2009 keluar surat edaran dari Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara yang isinya adalah mendorong pemanfaatan perangkat lunak legal dan open source.
Berlanjut, kalau sebelumnya mendorong setelah orang menggunakan open souce kami membuatkan Indonesia Open Source award (IOSA) pada tahun 2010, artinya kami memberikan penghargaan kepada mereka yang sudah menggunakan open source dan berhasil. Kemudian, tahun 2012 diikuti 17 Pemerintah Pusat, 64 Pemerintah Daerah, 161 Mahasiswa dan 23 Universitas. Ini menunjukkan semakin banyak orang yang tertarik dan menggunakan open source.
Sudah sejauhmana penggunaan open source saat ini?
Saya rasa sekarang ini jarang sekali organisasi atau perusahaan yang tidak ada kajian dari sistem yang open source. Sekarang saja perangkat mobile global didominasi oleh open source mencapai 78,8% yang terdiri dari Android 75%, Symbian 2,3% dan Linux 1,5%. Sedangkan proprietary hanya 21,2% yang meliputi iOS 14,9%, Blackberry 4,3% dan Windows 2%. Kalau kita lihat lagi, Google, Yahoo!, YouTube, Flickr, LinkedIn, Twitter ataupun Facebook itu dimotori oleh open source. Jadi open source sudah menjadi bagian dari hidup kita.
Perkembangan open source sendiri akan seperti apa?
Open source akan semakin besar kontribusinya didalam berbagai pemanfaatan TI, baik itu sebagai operating system, aplikasi maupun konsep open source di dalam konten. Kalau kita lihat Wikipedia saja konsepnya open source. Kita membangun konten pun sudah dengan cara kolaborasi dengan partisipasi banyak orang. Jadi konsep open source itu akan berkembang ke berbagai bidang, mulai dari operating system, pembuatan aplikasi, konten maupun juga didalam suatu bisnis model, misalnya Software as a Service (SaaS). Selain itu open source juga akan masuk di Cloud dan big data.
Apa pencapaian yang diraih AOSI hingga saat ini?
Kami merupakan partner pemerintah didalam melaksanakan IOSA tadi. Kemudian Kami pernah menyelenggarakan Global Conference on Open Source yang dihadiri oleh lebih dari 500 peserta dari 12 negara. Kemudian bersama-sama dengan Kementerian Kominfo, Badan Standardisasi Nasional (BSN), dan komunitas TI lainnya menindaklajuti penetapan Open Document Format (ODF) sebagai standar nasional untuk aplikasi perkantoran. ODF ditetapkan oleh BSN pada April 2011 sebagai SNI.
Disini AOSI terlibat dalam penyusunan dokumen petunjuk penerapan ODF untuk diterapkan pada pemerintahan dan penyedia layanan publik pada 2012. Kemudian kita mendorong pemanfaatan open source di dunia pendidikan. Diantaranya, menyusun Buku Sekolah Elektronik (BSE) dan memberikan bantuan komputer ke sekolah-sekolah di Kepulauan Seribu, Klungkung, Semarang, Makassar, Lampung dan Medan bersama Danamon. Selain itu, bersama Chevron ke 125 sekolah di Bandung, Jakarta, Tanggerang, Banten, Garut, Bogor, Depok, dan Bekasi, serta 5000 PC untuk institusi pendidikan di Kepulauan Riau. Sedangkan terkait workshop, kami menyelenggrakan Alfresco Document Management System, Mobile Open Source Application Development dan, Publikasi Majalah Digital. Belum lama kita juga suksesn menyelenggrakan Indonesia Creative Open Source Software (ICROSS) yang melibatkan Menristek, RedHat Asia Pacific, PANDI, LKPP, DNPI dan lainnya.
Apa kegiatan dan target yang ingin dicapai AOSI ke depan?
Belum lama ini kami menandatangani kerjasama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) di dalam pengembangan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) secara open source, yaitu menjadi e-procurement. Saya pikir ini merupakan suatu milestone yang sangat signifikan bila melihat model LKPP dimana mendevelopnya sekali kemudian diimplementasikan disemua institusi pemerintah.
Kami melihatnya selama ini setiap departemen membuat masing-masing aplikasinya padahalkan kalau bicara e-procurement itu sama. Konsep seperti LKPP itu bagus, dibuat sekali, di implementasikan, diperbaiki, rollout dan dikembangkan dukungan diberbagai lokasi. Menjadikan cara ini hemat, cepat dan terjadi kolaborasi. Misalnya, LKPP bilang pemerintah akan membeli mobil sekian dengan jumlah tertentu untuk semua departemen tentunya akan lebih murah dibandingkan beli masing-masing jumlahnya sedikit. Bila banyak akan terjadi negosiasi untuk lebih murah. Sekarang dengan konsep LKPP akan lebih terbuka, pemerintah beli barang bisa lebih murah dari swasta. Saya pikir konsep ini seperti LKPP bisa dikembangkan ke area yang lebih lanjut lagi, misalnya Pilkada.
Apakah dengan adanya peningkatan pengguna open source software bisa menurunkan angka pengguna software bajakan?
Pasti, cuma kalau sekarang inikan seringkali kalau BSA (The Software Alliance) ataupun institusi pembajakan itu menilainya kalau itu tidak berupa software yang tidak dibeli dengan operating system dianggapnya bajakan. Tetapi kita mengukurnya tidak harus begitu. Contohnya, Pekalongan itu tadinya menggunakan software bajakan, tetapi sejak bapak Basyir Ahmad menjabat sebagai Walikota melarang penggunaan software bajakan di institusinya karena dianggap tidak amanah. Beliaupun memulai inisiatif untuk memakai software legal dengan open source di tahun 2008.
Sekarang, dari 2655 komputer 67% menggunakan operating system FOSS dan 86% menggunakan Office Automation. Itukan baru di Pekalongan, belum lagi tempat lainnya. Misalnya, kalau dari peserta kompetisi IOSA saja sudah ada banyak. Ini membuktikan pemanfaatn open source akhirnya menurunkan tingkat pembajakan karena sebelumnya merekakan menggunakan produk bajakan.
Bagaimana pula Ibu menilai pertumbuhan TI di masa mendatang dilihat dari wilayah grafis Indonesia?
Saya pikir Indonesia masih bekerja untuk segera meningkatkan broadband penetration karena di negara kesatuan kita ini masih ada beberapa wilayah yang penetrasi broadbandnya kurang baik, seperti di Indonesia Timur dan Telkom sedangmembangun jaringan tersebut disana. Kedepan saya melihat Cloud Computing akan semakin services karena sekarang saja kita sudah memanfaatkan gmail dan lainnya. Cloud akan semakin banyak digunakan dan berkembang seiring dengan berkembangnya penetrasi broadband. Nah, ketika hal tersebut sudah bagus dan orang bisa memanfaatkan Cloud maka akses kepada TIK menjadi lebih murah bagi banyak orang. Mereka tidak perlu investasi semuanya sendiri tetapi bisa memanfaatkan apa yang sudah ada di cloud dan membayarnya sesuai kebutuhan.
Apa saja kendala dan tantangan terbesar bagi Indonesia agar nantinya bisa menjadi negara produsen, dan tidak lagi hanya menjadi negara konsumen TI?
Di sinilah open source bisa memegang peranan, misalnya bila selama ini animator terhalang untuk membuat film animasi karena toolsnya mahal sekali tetapi dengan mereka memanfaatkan Blender yang open source bisa berkreativitas memproduksi karya-karya animasi yang baik memenuhi kebutuhan lokal ataupun internasional. Saat ini, Blender sudah menstimulasi 500 animator professional dan ribuan yang hobbyst. Jadi menjawab pertanyaan terkait kendalanya, adalah tadinya masalah infrastruktur tetapi open source bisa membantu itu.
Menurut saya juga, bila sebelumnya pembuat software kesulitan melakukan pemasaran, kini pembuat aplikasi bisa bekerjasama dengan penyedia Cloud maka pemasarannya akan dilakukan penyedia Cloud tidak perlu memasarkannya sendiri. Kemudian dengan adanya kompetisi-kompetisi seperti Indonesia ICT Award (INAICTA) tentunya akan memberikan kesempatan kreator mendapatkan modal dan dibantu didalam memasarkannya hasil karyanya. Ini merupakan jalan untuk Indonesia tidak lagi hanya menjadi pengguna tetapi sebagai innovator dan pengembang dari software-software yang nantinya bisa dipasarkan lebih luas lagi. saya pikir kendala-kendal itu harus diatasi , salah satunya open source akan membantu hal tersebut.
Anda selama ini dipercaya memimpin berbagai oraganisasi maupun perusahaan. Terkait masalah kepemimpinan, apa pandangan Anda terhadap kepemimpinan bangsa ini?
Permasalahan bangsa ini adalah membangun kepemimpinan yang kompeten dan berintegritas. Perlu diketahui, kita di tahun 2012 perseption terhadap indexnya itu 32 dari skala 100. jadi kalau 100 itu bagus, kita ada di 32 yang artinya kita hidup didalam lingkungan yang sangat corrupt. Tentunya kita tidak menginginkannya, maunya anak cucu kita hidup di dalam environment atau lingkungan yang lebih bersih dari korupsi. Saya ingin berpartisipasi didalam membersihkan lingkungan itu dengan cara melalui pengembangan kepemimpinan dengan fokus masalah integritas, ethics membangun organisasional dan ethics good corporate government. Kemudian saya juga ingin berkontribusi melalui TI karena salah satu cara kita untuk bisa lebih bersih adalah meningkatkan transparasi. E-procurement mampu menurunkan kesempatan korupsi. •ANDRI