Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa telah diprediksi banyak pengamat akan menjadi salah satu negara maju dalam beberapa tahun mendatang. Disebut-sebut, salah satu pendorong kemajuan tersebut adalah dengan menumbuhkan entrepreneur muda, yang nantinya mampu menyerap banyak tenaga kerja, dan secara tidak langsung dapat menurunkan tingkat pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara umum.
BUKAN hal yang mudah mendorong generasi muda untuk maju membuka peluang usaha. Saat ini saja, jumlah entrepreneur di tanah air masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia dan Singapura. Sehingga dibutuhkan peran lembaga pendidikan yang dapat memotivasi dan mengubah pola pikir seseorang agar memiliki keinginan berwirausaha atau entrepreneurship.
Melihat hal ini, James Gwee, Director Academia Education & Training yang dikenal sebagai Indonesia’s Favourite Trainer and Seminar Speaker ini pun terdorong untuk membuat program bernama “Champions Teens” yang diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja diusia 9 hingga 17 tahun. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan jiwa juara pada diri mereka.
Menurut James, program yang dimulai 6 tahun silam ini, berawal dari permintaan para eksekutif yang mengikuti kegiatan seminar dari dirinya agar diselenggarakan juga training untuk anak-anaknya. Mereka mengharapkan dengan pelatihan yang diberikan pada anaknya bisa menumbuhkan kedisiplinan, kemandirian dan membangun mental juara sejak dini pada anaknya. Sehingga nantinya bisa menjadi seorang entrepreneur yang tangguh dan sukses seperti orang tuanya.
“Champions Teens sebenarnya adalah program yang berisi tentang seminar-seminar motivasi, mindset sukses dan skills set yang biasa diadakan untuk para eksekutif. Namun untuk menyentuh jiwa yang masih muda ini, maka pelatihan dikemas dalam konteks yang lebih fun dengan penyampaian yang mudah dipahami,” ujar pria yang dijuluki Indonesia’s Favourite Trainer and Speaker, karena prestasinya pada profesi yang dijalani.
Awalnya, program ini dijalankan untuk golongan menengah keatas yang dikenakan biaya untuk mengikuti kelas selama dua hari. Pelatihan yang diberikan meliputi money management dengan cash flow games, business planning, dan bahkan para remaja diajarkan teknik presentasi yang memukau audiens.
Seiring waktu, trainer berkebangsaan Singapura ini mulai berfikir untuk memberikan pelatihan tidak hanya sebatas dari kelas menengah keatas saja. “Ini ironis sekali, kami kasih training yang begitu bagus kepada anak-anak kalangan menengah atas yang notabene kalau dia santai-santai pun orang tuanya bisa menghidupkannya. Sedangkan ada jutaan anak-anak dari kalangan kurang mampu yang justru lebih membutuhkan tapi tidak punya akses ke pelatihan-pelatihan seperti ini. Maka sejak 2010 lalu, kami lahirkan konsep yang bernama CARE For The Nation,” terang James, yang menuangkan keahliannya dan kesuksesannya pada bidang Penjualan, Motivasi, Service Excellence, Leadership, Ketrampilan Manajerial, Team Building, dan Pengembangan Pribadi pada 13 buku yang diterbitkannya.
Kepeduliannya untuk meningkatkan semangat dan kompetensi para eksekutif sukses, tidak hanya dilakukannya melalui seminar ataupun in-house training saja, tetapi juga dituangkan ke dalam sebuah website untuk pembelajaran secara online.
Dengan latar belakang pendidikan tenologi informasi (TI), James memang expert dalam memanfaatkan internet sebagai media edukasinya. Terbukti situs yang dibuatnya, yaitu www.SeminarSeumurHidup.com menjadi e-learning pertama di Indonesia yang berisikan materi berupa ratusan video, kliping audio seminarnya dan artikel yang ditulisnya sendiri, serta e-book gratis.
Tidak hanya itu, sebagai seseorang yang memiliki jiwa sales yang ini, sejak dua tahun lalu ia dipercaya menjadi Ketua Dewan Pembina di Komunitas Sales Indonesia (KOMISI) yang bertujuan membangun citra profesi sales sebagai profesi terbaik.
Lebih lanjut, berikut petikan wawancara BISKOM dengan peraih dua penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) yang telah menyebarkan motivasinya kebeberapa penjuru dunia, seperti India, Afrika, Rusia maupun Ukraina ini.
Bagaimana Anda bisa tertarik untuk menetap di Jakarta dan mulai melakukan bisnis di sini. Apakah itu cita-cita Anda?
Kalau bisa dibilang, saat lulus SMA dan menyelesaikan wajib militer selama 2,5 tahun, saya belum mempunyai cita-cita. Jadi saya menuruti saja keinginan orang tua agar saya kuliah di bidang TI, karena melihat pada waktu itu di Singapura baru mulai komputerisasi. Jadi kedepannya profesi komputer akan high demand dan computer akan menjadi bidang unggulan.
Ternyata, meskipun saya lulus kuliah sebagai 10 besar terbaik di Fakultas Computer Science, tetapi justru mulai memperlihatkan minat sebagai pembicara. Diawali setiap melakukan tugas kelompok membuat program, selalu saya yang diandalkan oleh teman-teman untuk mempresentasikan program tersebut.
Di saat tugas akhir, saya mendapatkan tugas untuk membantu mengkomputerisasikan database pasien di sebuah klinik. Di situ, kami berhasil menarik minat pihak klinik untuk membeli program yang kami buat. Padahal hasil kerja kami masih setengah matang, tetapi menjadi terlihat bagus karena presentasi yang saya berikan. Bahkan saya yang satu-satunya mendapat nilai A1 dalam presentasi. Jadi dari dulu arahnya sudah ke presentasi dibandingkan ke programming-nya.
Kemudian setelah lulus kuliah, saya dihadapi dua pilihan, yaitu diterima di BUMN-nya Singapura yang career-path-nya sudah jelas atau menerima ajakan teman untuk membuka lembaga kursus computer dengan nama Microskills Training Centre. Akhirnya mengikuti insting saya untuk membuka sekolah kursus komputer, dan ternyata sukses menjadi yang terbesar kedua sekolah komputer di Singapura. Pada tahun 1986, kami mempunyai tujuh cabang dengan total 4000 anak didik setiap minggunya.
Nah, suatu hari ada businessman dari Jakarta yang mengajak kerjasama untuk franchise. Ini menjadi the first franchise in Indonesia (Jakarta dan Surabaya) pada tahun 1988, dan bertambah satu lagi franchaise Microskills Training Centre di Medan. Namun di tahun 1992 franchising di Jakarta dan Surabaya tidak lanjut. Tapi saya melihat Jakarta cukup menjanjikan dan memiliki banyak kesempatan untuk sukses. Jadinya saya memutuskan untuk tetap tinggal dan mulai menjual saham saya di Singapura untuk memulai bisnis dari nol lagi di sini.
Lalu kapan Anda mulai memfokuskan diri sebagai speaker?
Saya melihat lembaga-lembaga kursus komputer di Jakarta saat itu masih mengeluarkan sertifikat sendiri. Berbeda dengan sekolah di Singapura yang sudah link dengan Inggris, dan D1-nya dikeluarkan dari universitas-universitas di Inggris. Lulusan D1 kami bisa lanjut ke Universitas di Inggris.
Di sanalah saya mulai membantu lembaga kursus komputer di Jakarta untuk terakreditasi ke Inggris. Syukurnya, ada beberapa lembaga yang mau dan saya menjadi konsultan di sana. Lalu, di lembaga kursus tersebut saya melihat pelayanan resepsionis dan karyawan sales yang kurang meyakinkan dalam menjawab telepon masuk. Atas inisiatif sendiri, saya ajak mereka berkumpul dan melakukan training bagaimana tata cara bertelepon yang baik dan bagaiman menjawab enquiries dengan benar sehingga penelpon berminat mengikuti kursus. Pada saat itu, teman saya melihat dan mengajak untuk mengadakan training untuk publik yang pada saat itu di Jakarta belum ada jenis training yang seperti saya lakukan.
Awal membuka training publik hanya diikuti 8-10 peserta. Seiring waktu, akhirnya saya melangkah sendiri. Saya memfokuskan diri untuk hidup dengan mengandalkan publik seminar, meskipun hanya sedikit yang ikut dan hanya 1-2 topik saja dalam satu bulan. Tapi bisa dilihat kan, Puji Tuhan, ternyata itu rupakan keputusan yang tepat.
Dipenghujung 2013 ini, apa saja kesibukan Anda?
Sebenernya dari segi publik seminar sudah selesai. Dari 6 seminar publik yang ditargetkan dari perusahaan sudah selesai semua. Tinggal menyelesaikan beberapa in house training di penghujung tahun ini. Banyak perusahaan yang mulai genjot training untuk orang sales mereka agar bisa mencapai target di bulan-bulan terakhir ini dan banyak pula perusahaan yang sudah mulai persiapan untuk tahun depan. Maka kesibukan saya lebih banyak ke in house training, termasuk dua hari workshop untuk Champions Teens pada tanggal 14-15 Desember.
Sejauh ini sudah berapa jumlah anak yang Anda latih di program CARE For The Nation?
Dari 2011 hingga hari ini sudah 78.000 yang kami latih gratis di 13 kota di Indonesia dengan success rate berkisar 7-10%. Training yang kami berikan selama 8 minggu berfokus pada anak-anak SMK dari kalangan kurang mampu. Pelatihan yang diberikan, pertama semangat, motivasi terus kita lanjutkan 8 minggu berikutnya dengan tugas. Kami bimbing mereka dalam delapan minggu sudah mempunyai usaha yang nyata dengan modal yang kami pinjamkan sekitar Rp. 200 ribu sampai Rp. 500 ribu. Hasilnya, mereka bisa mendapatkan Rp. 1,5 juta sampai Rp. 4 juta per bulannya sambil bersekolah! Desember ini, anak-anak yang usahanya bagus kami undang ke Jakarta untuk ikut Champions Teens.
Apa yang menjadi tujuan utama Anda dengan menjadi seorang Motivator?
Saya tidak pernah punya tujuan sebagai motivator. Ketika pasca kerusuhan tahun 1998, dimana orang sales sudah drop kondisinya, tentunya mereka butuh training. Mau mencari trainer dari luar negeri kan mahal, dan kebetulan waktu itu saya ada talkshow di Radio Pas FM, sehingga melalui talkshow tersebut orang kenal saya dan undang saya untuk kasih salesmanship training kepada orang salesnya. Dan di setiap seminar saya ada unsur semangatnya. Karena ikut workshop saya, sales-nya jadi semangat dan termotivasi. Dari sana mulailah saya dikenal sebagai motivator.
Bagaimana pula Anda menilai pertumbuhan TI di Indonesia dalam mendukung perkembangan bisnis? Bisnis apa saja yang akan terus berkembang di tahun 2014?
Perkembangan TI sudah cukup bagus tetapi masih jauh dari cukup. Selama 10 tahun terakhir sudah ada pengembangan, tetapi dari segi infrastruktur masih jauh dari cukup. Sebagai contoh ketika kita bertelepon lintas Jakarta saja, blank spot-nya masih banyak, apalagi di daerah. Jadi kalau mau ada pengembangan dan optimalisasi SDM, maka Infrastuktur harus dibangun.
Semua bisnis TI akan berkembang, IT is a way of life now, dan bukan tren lagi, melainkan sebuah kebutuhan primer. Tren untuk perkembangan TI sangat tinggi di Indonesia, karena masyarakatnya sangat maniak gadget dan teknologi baru. Jadi kalau kita bicara TI, trennya pasti ada orang yang pakai dan beli.
Di luar kegiatan yang padat, Anda masih menyempatkan diri untuk bergabung dengan KOMISI sebagai Ketua Dewan Pembina. Apa harapan Anda terhadap KOMISI?
Setiap pembina dan pengurus yang ada di KOMISI adalah orang sibuk semua, tetapi kami melakukan apa yang bisa kami lakukan. Karena kami ini semua adalah orang sales, dan harapan untuk KOMISIi adalah harus menjadi ‘rumah’ buat orang sales.
Selain itu, orang-orang yang bergabung di KOMISI harus ada manfaatnya, harus menunjukan ada kemajuan dalam hal prestasi dan kualitas hidup sehingga citra orang sales Indonesia dan KOMISI bisa terangkat.
Apa saja yang harus dikuasai agar menjadi seorang salesman yang handal?
Belajar terus, belajar terus, dan belajar terus. Salah satu kendala di Indonesia ketika orang sudah wisuda dengan selembar ijasah di tangan, maka sudah selesai lah sekolahnya. Mereka tidak sadar, itu sekolah dasar dan dunia kerja adalah sekolah hidup. Dan telah menjadi persepsi yang salah di masyarakat Indonesia, bahwa setelah wisuda maka selesai sudah belajarnya.
Apa saja kendala dan tantangan terbesar bagi Indonesia agar nantinya bisa mandiri di bidang TI?
Infrastruktur menjadi kendala bagi Indonesia, dan sebenarnya dunia sudah mulai akui kemampuan orang Indonesia di bidang TI. Akan tetapi ironisnya, banyak orang Indonesia yang tidak sadar. Sehingga persepsi kita masih ketinggalan.
Apa prinsip hidup Anda hingga bisa sesukses ini?
Ada dua. Pertama adalah apapun yang kita lakukan, lakukanlah yang terbaik. Dan yang kedua adalah apapun yang terjadi selalu berfikir what next? Karena filosofi saya, tidak maju berarti mundur.
Apa saja target pribadi Anda di tahun 2014?
Public Seminar saya lebih inovatif, in house training saya lebih merangkul tim Associate Trainer saya, CARE for the Nation melayani lebih banyak anak-anak melalui kepala daerah yang pro-active dan Champions Teens tetap berkembang. Saya mau lihat lulusan dari Champions Teens ini jadi pemuda-pemuda yang sukses dan apapun yang saya kerjakan harus ada terobosan-terobosan dan manfaat untuk orang lain. •ARIE & ANDRI / M. Taufik (foto)