Saat ini, industri kreatif digital di Indonesia mengalami perkembangan yang begitu pesatnya, yang ditandai dengan semakin bertumbuhnya industri kreatif digital dan kreator-kreator lokal asli Indonesia. Hasil kreasi kreator-kreator Indonesia telah mendapat pengakuan dunia internasional bahkan dibeli oleh negara lain, baik yang sudah jadi atau yang belum.
KEMAJUAN industri kreatif digital di tanah air khususnya bidang animasi dan game, tidak terlepas dari dukungan perguruan tinggi yang memiliki kurikulum kreatif digital. Augustinus Haryawirasma, Presiden Director PT Buana Media Teknologi mengatakan, “Dengan dukungan bidang pendidikan, berarti akan tersedia sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga dengan ketersediaan sumber daya manusia, industri dan produk yang dihasilkan akan semakin berkembang.”
Pria yang akrab disapa Rasmo ini melanjutkan, selain dari segi pendidikan, pemerintah Indonesia mendukung industri kreatif digital melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai regulator melalui gelaran acara tahunan yang bertemakan kreatif digital, seperti ajang Penghargaan Teknologi Komunikasi dan Informasi Indonesia (Indonesia Information and Communications Technology Award) atau INAICTA dan lain sebagainya.
Gelaran lomba seperti itu akan memacu para kreator dan industri kreatif digital di Indonesia semakin kreatif dan menghasilkan produk yang semakin baik. “Sehingga karya mereka semakin dilirik dan diminati oleh bangsa lain, seperti website mengenai Indonesia yang dapat digunakan turis mancanegara sebagai rujukan untuk destinasi mengisi liburan merka,” ungkap mantan karyawan bagian teknologi informasi (TI) sebuah bank swasta di Indonesia ini.
Dia berharap akan semakin banyak asosiasi yang ikut berpartisipasi dan mendukung kegiatan kreatif digital ke depannya. Sebab, pesertanya semakin banyak dan berasal dari berbagai kalangan. Bahkan ada peserta yang masih duduk bangku Sekolah Dasar sudah mamu membuat robot.
“Robotic merupakan bagian dari TI. Mereka sudah mampu mengembangkan TI dengan membuat beraneka ragam jenis robot, seperti robot yang dapat difungsikan sebagai pembersih jendela kaca gedung,” jelas Rasmo.
Berikut petikan wawancara BISKOM dengan Augustinus.
Bagaimana perkembangan industri kreatif tanah air?
Saat ini sangat berkembang di Indonesia, karena kreatornya semakin banyak. Bahkan sudah banyak sekali perusahaan kreatif digital lokal yang dicari oleh dengan perusahaan luar. Kreator Indonesia juga banyak yang dipakai hasil kreasinya, dan dibeli perusahaan luar, baik sifatnya sudah jadi atau mentah.
Kebetulan industri kreatif didukung sarana-sarana pendidikan disini. Industri kreatif mengarah kepada kreatif digital, bentuk animasi dan akhirnya game. Bahkan di beberapa Perguruan Tinggi sudah ada kurikulumnya. Dari segi pendidikan harus dibantu, kemudian industrinya mulai berkembang dan hasil akhirnya dibeli pengguna-penguna game online maupun mobile game. Peminatnya juga semakin bertambah.
Selain Kemkominfo, bagaimana dengan dukungan kementerian lain dalam industri kreatif ini?
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga mendukung. Kami bekerjasama dengan mereka membuat acara kreatif digital. Kami juga dibantu perusahaan swasta lainnya seperti digital preneurship. Kami membantu kreator yang mempunyai produk agar menjadi satu company.
Kementerian Pariwisata juga memiliki salah satu bidang digital kreatif. Contohnya banyak website mengenai Indonesia yang sudah dilihat oleh orang di luar negeri. Mereka yang mau tour atau berlibur bisa mencari info tentang Indonesia dahulu melalui web.
Sejak kapan Anda berkecimpung di bidang digital kreatif ini?
Sebelumnya saya sudah pernah menjadi ketua dan juri INAICTA. Dari sana, saya berharap banyak partisipasi dari asosiasi yang berminat mendukung kegiatan digital kreatif ini.
Peserta digital kreatif ini berasal dari berbagai kalangan. Malahan, ada peserta dari SD yang sudah pintar membuat robot. Robotic ini kan juga bagian dari TI. Mereka membuat robot-robot yang dapat digunakan untuk berbagai fungsi, seperti misalnya robot yang dapat membersihkan jendela di gedung.
Ajang lomba ini sudah dilaksanakan memasuki tahun ketujuh. Responnya bagus tambah terus pesertanya. Kita juga sudah tingkat Asia Pasifik, ICT world. Bahkan delegasi Indonesia jadi pemenang terus. Sebelum berlomba, kami mentor dulu dan siapkan bahasa untuk presentasi. Kami melatih mereka terus.
Selain INAICTA, kami juga terlibat dengan Telkom Indonesia yang juga memiliki acara digital kreatif tahunan. Digital kreatif ini menarik perhatian pemerintah, pesertanya pun semakin meningkat. Karena kami membawa nama bangsa. Peserta-peserta Indonesia sering menjasi menang, dengan kreatifitas yang sangat beragam, misalnya musik angklung yang aplikasinya dikemas sangat menarik. Kreatifitas mereka unik. Kalau dulu terpaku pada bidang Office, sekarang sudah meningkat. Malahan ada anak SD yang mampu membuat mobile kamus yang sangat atraktif.
Ada berapa aplikasi lokal yang sudah dikembangkan?
Banyak sekali. Aplikasi lokal bisa dari pusat, bisa juga berasal dari kebudayaan masing-masing daerah. Setiap daerah bisa membuat aplikasi untuk daerah masing-masing. Karena yang lebih mengerti aplikasi yang dibutuhkan masyarakat lokal itu kan sebenarnya kita sendiri. Kami hanya memberi basic ke daerah, dan kreator daerah harus bisa mengembangkannya.
Sejauhmana kebutuhan aplikasi lokal di Indonesia, apakah cukup tinggi?
Kebutuhan aplikasi lokal sangat tinggi. Contohnya aplikasi akunting,. Buat apa membeli aplikasi luar, padahal SDM negeri ini bisa membuat sendiri. Bahkan anak bangsa juga sudah dapat membuat aplikasi medical atau kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan bangsa sendiri. Misalnya aplikasi kesehatan untuk penyakit deman berdarah, yang masih menjadi momok yang menakutkan di Indonesia. Sementara di luar negeri mungkin tidak ada penyakit yang namanya demam berdarah.
Bisa dijelaskan, sudah berapa banyak digital preneurship yang dihasilkan saat ini?
Saat ini sudah lumayan banyak. Kalau saya prediksi sudah ada sekitar 800 ribun digital preneurship. Ada yang berbentuk PT, start up atau hanya sebatas kumpulan anak muda kampus yang membentuk komunitas sendiri. Kumpulan komunitas ini bisa dibantu dibentuk menjadi formal.
Digital preneurship ini bisa dimulai dari kampus-kampus. Sedangkan untuk di daerah dapat dikembangkan melalui kesenian. Setiap daerah membuat aplikasi yang cocok untuk daerahnya masing-masing. Seperti Bali membuat sebuah aplikasi yang cocok untuk daerahnya, berbeda dengan daerah lain seperti Padang, misalnya. Setiap daerah memiliki seni yang berbeda dan kita dapat membuat aplikasinya sesuai kebutuhan.
Apakah aplikasi ini dapat diterapkan untuk meningkatkan kunjungan wisata?
Bisa, asalkan dikemas kreatif. Coba Anda perhatikan di luar negeri seperti Singapura. Mereka bikin Universal Studio. Kita juga bisa membuat hal yang sama, tapi dengan konten lokal.
Kita bisa mengembangkan tempat hiburan yang canggih dengan konten yang disesuaikan dengan kebutuhan. Kita sanggup kalau kita bertekad. Digital kreatif ini bisa diaplikasikan kemana saja. Kita bisa membuat Taman Mini Indonesia Indah yang ada sekarang menjadi semenarik Walt Disney World, umpamanya. Atau mengemas tokoh Gatot Kaca dengan menggunakan digital kreatif menjadi sesuatu menarik wisatawan, dan masih banyak contoh lainnya.
Apa harapan Anda terhadap pemerintah Indonesia?
Negara lain mampu mengemas segala sesuatu dengan kreatifitas yang tinggi. Contohnya di Malaysia perusahaan digital kreatif dibantu oleh pemerintah. Sedangkan di Indonesia belum banyak. Malahan di Malaysia, untuk pajak perusahaan digital kreatif pun diberi keringanan. Anehnya di sini, semua perusahaan dipukul rata mengenai pajak. Artinya kita membutuhkan dukungan pemerintah secara penuh agar industri kreatif kita terus berkembang. •DJUANDA