BISKOM, Jakarta – Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berkembang begitu cepat ternyata belum mampu diikuti perkembangannya oleh dunia pendidikan saat ini. Hal ini terlihat masih sedikitnya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terjun menjadi wirausaha maupun profesional muda dalam bidang TIK. Lemahnya kurikulum yang kurang menyesuaikan kebutuhan industri yang ada saat ini menjadi salah satu faktor penghambatnya.
Melihat minimnya wirausaha bidang TIK, salah satu pengusaha dan sekaligus penggiat TIK merasa tergerak untuk melakukan perubahan dalam meningkatkan kompetensi di dunia pendidikan khususnya SMK agar lulusannya memiliki kemampuan dibidang TIK yang dibutuhkan industri saat ini dan kedepannya.
Dedi Yudianto, Pendiri Cyber Park Indonesia dan Genta Foundation Cyberpreneur secara inisiatif membangun program Cyberpreneur berupa kegiatan pelatihan dibidang TIK untuk SMK dengan mengunakan fasilitas web untuk video conference. Melalui pelatihan jarak jauh yang berkonsep cyber meeting ini, pelatihan yang diberikan dapat menjangkau seluruh SMK yang tersebar di seluruh Indonesia.
Menurutnya, selama berkecimpung dalam dunia TIK, dilihatnya Sumber Daya Manusia (SDM) dari dunia pendidikan tidak sesuai dengan industri yang dibutuhkan saat ini. “Industri TIK sangat dinamis sehingga diperlukan keterlibatan industri untuk turut serta melatih agar siswa SMK ini kedepannya bisa menjadi lulusan siap pakai yang dibutuhkan industri TIK,” ujar pria yang sejak usia 19 sudah mengenal dunia bisnis ini.
Program yang sudah berlangsung selama setahun dan secara rutin tiap minggunya diselenggarakan ini selalu menghadirkan nara sumber yang berkompeten di bidangnya untuk memberikan paparan atau pengetahuannya. Di cyber meeting ini secara langsung, baik itu pihak sekolah maupun pengajar secara interaktif saling berinteraksi selama waktu kurang lebih tiga jam.
Melalui kolaborasi internet dengan program cyber meeting memungkinkan yang satu bertanya dan lainnya mendengarkan sehingga tidak perlu ada duplikasi pengajaran dan duplikasi pertanyaan. Cara ini tentunya lebih efisien dan informasinya tersebar luas kepada daerah yang akhirnya pemberdayan SMK bisa menuju kepada skill atau kompetensi yang diharapkan oleh industri.
“Cyber meeting telah merubah paradigma bahwa yang namanya pengajaran itu bisa dilakukan jarak jauh dan cukup efisien dibandingkan harus berkeliling ke seluruh nusantara mendatangi satu persatu sekolah,” jelas kelahiran Palembang ini.
Cyberpreneur dalam kegiatannya tidak hanya mendorong pelajar SMK untuk meningkatkan kompetensinya di bidang TIK tetapi telah menjadi sarana jembatan penghubung antara SMK dengan industri. “TIK merupakan industri masa depan dan industrinya generasi muda. Oleh sebab itu, sejak dini perlu ditinggkatkan kompetensi di bidang TIK ini. Jangan hanya menduduki peringkat atas penggunaan media sosial Facebook ataupun Twitter, tetapi juga harus memiliki nilai lebih dan dapat berkembang kearah dunia usaha atau bisnis bagi generasi muda Indonesia yang berdaya saing global dalam meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia,” papar lulusan Teknik Mesin, Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) yang mengawali bisnisnya sebagai Internet Service Provider (ISP).
Selanjutnya, berikut ini petikan wawancara BISKOM dengan Dedi Yudianto yang juga memimpin perusahaan PT. Kreasi Solusi Informasi Teknologi, KSNET dan Kagum Informasi Indonesia.
Apa yang membuat Anda tertarik untuk membuat Cyberpreneur ini?
Berangkat dari pengalaman usaha saya dalam bidang TIK untuk menemukan bakat-bakat terbaik untuk dijadikan karyawan ataupun mitra dalam bidang bidang TIK sulit sekali. Jadi kami sebagai perusahaan mau tumbuh besar juga sulit karena karyawan dibawahnya selalu berganti-ganti dan kesulitan mencari penggantinya. Sedangkan bisnis TIK inikan tidak sama seperti bisnis umumnya yang barangnya kelihatan. Kekuatan kami adanya di SDM, makanya harus turun langsung mencari bibit sejak awal yang memunculkan ide untuk membuat program Cyberpreneur ini.
Sejauh ini, apa saja hambatannya?
Cukup menyedihkan, sekolah-sekolah di daerah dalam menginvestasikan sesuatu hal terkadang berlebihan disatu sisi tetapi kurang di sisi lain. Misalnya, mereka mempunyai komputer sebanyak 200 tetapi untuk mic seharga Rp. 200.000 saja tidak punya. Padahal mic tersebut untuk mendukung kegiatan cyber meeting ini.
Sangat miris memang, ini karena mereka pendekatannya dari dana APBN sehingga mereka lebih banyak diam dan pasif hanya mengandalkan anggaran tersebut. Tentunya ini menjadi tantangan bagi kami untuk menggerakkan habit mereka yang biasa dinina bobokan dengan subsidi tadi. Bersyukur, cukup banyak sekolah-sekolah SMK yang antusias dengan program ini. Jadi cukup membanggakan juga, sebagai gerakan awal ini dari seribu SMK dapat 50-100 sekolah yang berpartisipasi.
Apakah ini merupakan konsep baru untuk meningkatkan kompetensi pelajar?
Konsep perekrutan SDM ini tampaknya yang pertama kali Cyberpreneur. Biasanyakan yang ada hanya pelatihan-pelatihan, tetapi disini kami sangat fokus mulai dari mencari bibitnya, melatihnya, menginkubasi hingga memfasilitasinya sehingga kedepan bisa kami pekerjakan maupun disalurkan kepada mitra-mitra yang membutuhkan SDM bidang TIK yang siap pakai.
Bagaimana program ini mampu menemukan SDM yang berkompeten dengan jangkauan wilayah Indonesia yang luas ini?
Setelah setahun kami melakukan sosialisasi ke SMK, mereka mulai memahami tujuan dari Cyberpreneur untuk mendidik orang menjadi profesional dalam bidang TIK dan juga mencari bibit-bibit wirausaha dalam bidang TIK. Maka mulai bulan Juli ini, kami berencana membuat Cyberpreneur Competition.
Kompetisi ini akan menjadi feedback dari hasil setahun melakukan sosialisasi pendidikan jarak jauh, karena kami ingin melihat potensi yang ada diseluruh SMK yang ada untuk dapat turut serta dalam program Cyberpreneur Competition. Kami berharap bisa menemukan bibit-bibit yang berpotensi dalam bidang RPL (Rekayasa Perangkat Lunak), TKJ (Tehnik Komputer Jaringan) maupun Multimedia.
Kompetisinya sendiri akan seperti apa?
Saat ini kami sedang mematangkan proposalnya dan belum final. Tetapi kira-kira, kami akan menawarkan beberapa produk yang kami anggap sekarang ini sangat dibutuhkan industri dan masyarakat, misalnya, cyber meeting ini. Nantinya, bagaimana mereka bisa memodifikasinya dengan apa yang sudah ada ini.
Kemudian untuk aplikasi mereka bisa membuat konten yang menarik dan nantinya yang paling banyak didownload berkesempatan menang. Jadi yang kami buat ini sesuatu yang memang industri ataupun masyarakat butuhkan. Kami tidak terlalu memaksakan mereka membuat inovasi yang terlalu berlebihan yang akhirnya membuat mereka tidak bisa melakukan market driven dan tidak bisa dijual ke pasar. Disini produknya kami yang tentukan dan pastinya ada market disana.
Apakah kegiatan ini akan berkelanjutan?
Pastinya, selama kami masih ada semangat, maka akan jalan terus. Ini komitmen untuk menciptakan SDM yang berkualitas terutama di bidang TIK agar bangsa ini tidak hanya sebagai pengguna saja dalam bidang software maupun konten. Sangat menyedihkan dan bodoh sekali kalau konten saja harus impor dari negara lain. Mau jadi apa negara ini kalau begini terus?
Apa harapan kedepan dari program yang Anda cetuskan ini?
Saya berharap agar adik-adik SMK di Indonesia bisa memanfaatkan program yang saya buat ini karena kesempatan belum tentu datang dua kali. Cyberpreneur ingin semakin meningkatkan pertumbuhan para pelaku usaha baru yang tidak lepas dengan pemanfaatan kemajuan TIK di dalamnya baik dari segi produksi, pemasaran, pengelolaan SDM dan lain sebagainya, dimana Cyberpreneur menjadi solusi yang terintegrasi dalam menopang aktifitas tersebut. Oleh sebab itu program ini merupakan suatu gerakan nyata yang dapat mendorong lahirnya calon wirausaha dan profesional muda dalam bidang TIK. •ANDRI/M. TAUFIK (foto)