Meningkatnya ancaman di dunia maya yang seringkali berujung pada gangguan kedaulatan negara disikapi serius oleh berbagai pihak di Indonesia. Organisasi yang nantinya menangani serangan cyber bahkan diusulkan berada langsung di bawah Presiden.
INDONESIA berdasarkan laporan Akamai, perusahaan internet content delivery, berada di urutan nomor satu terkait sumber serangan cyber pada tahun 2013 lalu. Dimana terdapat 42 ribu serangan cyber per hari. Sementara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melaporkan, pada 2013 lalu kasus serangan cyber di Indonesia telah mencapai 36,6 juta insiden dalam tiga tahun terakhir.
Indonesia juga dianggap sebagai negara yang paling berisiko mengalami serangan keamanan teknologi informasi (TI), termasuk tren cyber intelligence dan cyber spionase yang marak saat ini menjadi ancaman perusahaan maupun kedaulatan negara.
Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro mengatakan, ancaman maupun tindakan kriminal di dunia maya semakin meningkat. Hal itu sebagai imbas kemajuan teknologi yang harus diantisipasi dengan baik.
Sebagai respon atas fenomena itu, Kemenhan sedang merintis unit khusus yang bertugas sebagai pasukan pertahanan (cyber army) di dunia maya. Tugasnya adalah untuk menjaga laman resmi institusi negara agar tidak diganggu maupun mencegah pencurian data negara yang berpotensi disalahgunakan kelompok tertentu untuk mengacau keamanan nasional.
“Meski baru embrio, kita sudah punya pasukan cyber yang bernama Center of Cyber, yang berada di bawah langsung Kementerian Pertahanan” ujar Purnomo dalam pembukaan Cyber Defense Competition (CDC) 2014 di Akademi Angkatan Laut di Surabaya (8/5). Dengan kemampuan yang dimiliki anak bangsa yang sanggup melakukan hacking, cracking, hingga tracking, ia optimis semua potensi itu dapat dimaksimalkan untuk kepentingan negara.
Di kesempatan terpisah, Chairman Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Dimitri Mahayana berpendapat, sudah saatnya pemerintah mengantisipasi permasalahan cyber security dengan menerapkan organisasi security yang end to end dan dipimpin langsung oleh presiden.
Menurut Dimitri, pasukan cyber ini nantinya akan melibatkan multi departemen, mulai dari Kementerian Pertahanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, dan pihak terkait lainnya. Hal ini pula lah yang sudah dilakukan negara-negara lainnya yang diketahui telah memiliki pasukan cyber yang tangguh seperti Amerika Serikat, China, Australia ataupun Israel.
“Di Amerika Serikat saja sudah ada organisasi cyber yang berada di Presiden Obama langsung. Sementara di Indonesia itu masih terpecah, telekomunikasi di bawah Kominfo, perbankan di Bank Indonesia, dan lain sebaganya. Jadi sebenarnya butuh wadah yang menggabungkan semuanya,” ujar Dimitri.
Serangan Cyber Meningkat
Isu mata-mata cyber belakangan memang semakin hangat. National Security Agency (NSA) Amerika Serikat sebelumnya dilaporkan telah melakukan tindakan penyadapan pada telepon seluler 35 pemimpin dunia termasuk kanselir Jerman Angela Merkel. Selain itu, pada Mei 2010, Tailored Access Operations division NSA juga dikabarkan telah berhasil meretas jaringan email server presiden Meksiko beserta anggota kabinetnya yang memakai jaringan email server tersebut.
Dalam dokumen lain disebutkan bahwa tahun 2013, NSA menargetkan presiden Meksiko dan Brazil sebagai target utama, terkait dengan regulasi peredaran obat-obatan terlarang dan human trafficking.
Indonesia pun tak luput jadi korban mata-mata cyber. Dimana pada tahun 2009, Australia dituding telah melakukan penyadapan terhadap ponsel milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan deretan pejabat Indonesia lainnya. “Dengan melihat contoh-contoh tersebut, rasanya sudah sepantasnya jika cyber security menjadi hal yang penting untuk dipikirkan,” tegas Dimitri.
Di ranah perusahaan, survei yang dilakukan Sharing Vision terhadap 20 perusahaan pun menunjukkan 65% yang mengaku pernah mengalami insiden security. Namun telah banyak perusahaan yang melakukan langkah pengamanan. Seperti 82% perusahaan yang telah memiliki prosedur keamanan TI, dan 91% telah memiliki pengaturan hak akses di perusahaan.
“Serangan cyber juga mengancam pengguna jejaring sosial dan media online. Pengguna jejaring sosial di Indonesia yang jumlahnya sangat besar hendaknya waspada akan ancaman cyber security yang dapat berdampak pada kejahatan-kejahatan di dunia nyata,” lanjut Dimitri.
Beberapa kerentanan yang dialami pengguna jejaring sosial seperti dalam survei 151 responden yang digarap Sharing Vision, yaitu bertemu akun palsu (22%), password diketahui orang lain (13,6%), maupun pencurian akun (9,9%).
Beberapa kasus yang meresahkan juga terjadi karena efek buruk penggunaan jejaring sosial dan media online seperti game online, yaitu kekerasan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, kejahatan seksual, maupun kasus penculikan. Tak kalah pentingnya, ancaman security finansial masih terjadi dan sering merugikan konsumen seperti pembobolan rekening bank yang dilakukan oknum penjahat menggunakan cara hacking dan skimming mesin ATM maupun EDC. •