PERAN Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembangunan nasional menjadi sangat penting saat ini. Hal tersebut diperlihatkan dalam penyelenggaraan National Broadband Symposium 2014 (NBS’14) dan Connect Expo Comm Indonesia 2014 (CECI’14) yang merupakan bagian dari rangkaian ajang kegiatan Indonesia International Infrastructure Week 2014 (IIW’14) yang berlangsung 5 – 7 November 2014 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta.
Bertajuk “Empowering Humanity Through The Implementation of The Indonesia Broadband Plan”, kegiatan ini diselenggarakan berkat dukungan Masyarakat Telematika (Mastel), Dewan TIK Nasional (Detiknas) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang menyoroti pentingnya peranan pitalebar (broadband) sesuai dengan desain Indonesia Broadband Plan 2014-2015.
Dalam sambutannya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Andrinof A Chaniago mengatakan, pemerintah dalam menumbuhkan perekonomian nasional telah memfokuskan pembangunan infrastruktur pada ketahanan pangan, kemaritiman dan kelautan, serta energi. Namun berbicara pembangunan untuk manusia dan masyarakat, berbicara ketimpangan wilayah antara barat dan timur, desa dan kota, Jawa dan luar Jawa, serta membangun dari pinggir dan seterusnya merupakan hal yang wajib tidak perlu masuk prioritas karena merupakan kebutuhan dasar dan wajib, seperti pendidikan, kesehatan dan juga perumahan.
“Semuanya itu ketika kita ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan pelayanan publik yang baik untuk memajukan perekonomian dibutuhkan yang namanya TIK. Maka pengadaan percepatan penerapan broadband masuk dalam agenda Kabinet Kerja karena semua agenda-agenda prioritas tadi membutuhkan percepatan pembangunan infrastruktur termasuk TIK,”ujar Andrinof di Jakarta (5/11).
Sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, melihat fokus pemerintah melakukan pembangunan berkaitan infrastruktur fisik, sebetulnya yang dikedepankan dibangun pemerintah adalah infrastruktur untuk memintarkan orang-orang atau bangsa Indonesia setidaknya 5-20 tahun kedepan.
Di kesempatan ini, Rudi mengajak setiap kementerian untuk duduk bersama-sama menggabungkan APBN yang ada untuk pembangunan infrastruktur jaringannya. Kerena beliau melihat selama ini setiap kementerian dalam melakukan tender selalu infrastrukturnya sama.
“Bila tender infrastrukturnya sama kenapa tidak kita satukan saja APBN-nya untuk efisiensi nasional. Nantinya terserah siapa saja yang mengelolanya, tidak harus Kominfo,” papar Rudi. Lanjutnya, untuk percepatan pembangunan infrastruktur yang financially viable sebaiknya menggunakan pihak swasta. “Peran pemerintah disini hanya sebagai enabler saja,” tandasnya.
Sementara pihak Telkom Indonesia yang mempunyai kewajiban membangun infrastruktur telekomunikasi di tanah air mengakui banyak tantangan yang dihadapi negeri ini dalam pembangunaan infrastruktur broadband. Indonesia sebagai negara yang unik dengan wilayah lebih luas perairannya dibandingkan daratannya, pulaunya banyak serta tantangan geografisnya yang beragam menjadikan pembangunan broadband tidak cukup hanya bicara Wired Land dan tidak cukup bicara dengan yang di darat saja tetapi juga harus memikirkan solusi yang di maritim dan juga terobosan-terobosan yang diperlukan termasuk satelit.
“Bagaimanapun penggunaan kabel, baik itu kabel laut pastinya sebagian harus tetap dijangkau dengan satelit sehingga teknologi satelit terdepan perlu diadopsi,” jelas Indra Utoyo, Chief Executive Officer, Telkom Indonesia.
Indonesian Broadband Plan (IBP) memiliki enam program unggulan yang terdiri dari Ring Palapa, Jaringan dan Pusat Data Pemerintah, serta Pengembangan SDM dan Industri TIK Nasional.
Menuju 2019 diharapkan infrastruktur perkotaan sudah mencapai pitalebar akses tetap dengan 71% rumah tangga (20Mbps), dan 30% populasi. Sedangkan untuk pitalebar akses bergerak (mobile broadband) akan menjadi 100% populasi (1Mbps). Sedangkan, segi infrastruktur pedesaan akan terdiri dari pitalebar akses tetap dengan 49% rumah tangga (10Mbps) dan 6% populasi. Kemudian dari pitalebar akses bergerak menjadi 52% populasi (1Mbps).
Kemudian adopsinya diharapkan semakin banyak inovasi implementasi di sektor e-pengadaan, e-kesehatan, e-tourism, e-pendidikan dan e-pemerintahan. Indra juga menambahkan, dengan adanya IBP sebagai intinya bisa ditambahkan program-program yang belum tercover agar nantinya penetrasi atau pagelaran broadband lebih ber-impact. “Diharapkan di 2020 kita bisa masuk Top 40 dalam World Economic Forum untuk network readiness index (NRI),” papar Indra. •ANDRI