BADAN Telekomunikasi PBB menyatakan bahwa perang dunia III bisa terjadi di dunia maya. Karenanya, negara-negara di dunia diminta untuk waspada dan membekali diri dengan sistem pertahanan yang mumpuni.
Dalam rangka mengevaluasi sistem cyber security Indonesia, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pun menyelenggarakan acara Indonesia Cyber Security Summit (ICSS) di Hotel Hyatt, Jakarta, 24 November 2014. ICSS adalah yang pertama kali diadakan di Indonesia.
Meskipun masalah cyber security Indonesia masih di level invansi atau level awal, namun kesadaran tentang cyber security belum ada. Sehingga Mastel mendesak pemerintah untuk sebuah lembaga nasional khusus cyber yang mengkoordinir lembaga cyber di Kementerian. Lembaga tersebut nantinya harus mampu mengidentifikasi dan bertanggung jawab terhadap masalah cyber security system dalam sebuah negara, sebab ancaman besar bisa datang kapan saja.
Ketua Mastel, Setyanto P. Santosa mengatakan, “Kita belum mengidentifikasi kementerian mana yang harus bertanggung jawab terhadap masalah ini. Belum tentu ke Kemkominfo karena mereka juga harus menguasai masalah perbankan. Idealnya sebenarnya di bawah presiden langsung.”
Ia menambahan, serangan cyber saat ini menjadi ancaman bagi semua industri di Indonesia, baik perbankan, migas, militer, media dan bahkan pemerintah. Oleh sebab itu masalah ini harus mendapat perhatian baik dari pemerintah, swasta, akademisi dan semua pihak yang ada di Indonesia.
I Wayan Budiastra, Staf Senior dari Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pada kesempatan tersebut menyampaikan, teknologi informasi (TI) memberikan dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Meski demikian, TI harus memiliki moral hazzard yang harus dibenahi.
“Di samping memberikan kemudahan bagi manusia, TI mempunyai ancaman yang berdampak pada kehidupan sosial manusia,” papar Wayan. Contohnya adalah cyber threat yang berpotensi mencuri data rahasia di industri, mengancam kedaulatan negara melalui cyber spionage dan pencemaran nama baik melalui media sosial.
Ia menyampaikan bahwa Menristekdikti, Muhammad Nasir berharap, pertemuan ini harus memberikan rekomendasi yang positif bagi pemerintah Indonesia.
Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemkominfo, Bambang Heru Tjahjono dalam summit ini memberikan pemaparan tentang Ensuring The Safety and Security of The National Cyber Space. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan laporan dari Symantec, Indonesia masuk sepuluh besar dalam kejahatan cyber. Berdasarkan laporan dari Kedubes Amerika Serikat di Jakarta, Indonesia memiliki lima vulnerability yaitu malware, phising dan spam, mobile threat, social media dan hacktivism. Sedangkan insiden cyber yang sering terjadi adalah web defacement. “Berdasarkan agenda Indonesia Global Cyber Security, cyber security pada intinya lebih luas daripada cyber crime. Hal ini dikarenakan aktor dan kasus yang terjadi juga jauh lebih luas.”
Dalam pemaparannya, Bambang menekankan bahwa Indonesia harus memiliki sertifikasi standar nasional yang berbasis keamanan. Produk-produk berbasis internet, misalnya, harus tersertifikasi standar keamanan informasinya. Menrutnya, aspek manajemen risiko juga harus disosialisasikan di seluruh lembaga pemerintahan. Karena manajemen risiko adalah bagian dari governance. •M. TAUFIK (foto)