Menkominfo Rudiantara berjanji akan membuka blokir akses Vimeo.com jika pengelola layanan itu mau melakukan penyaringan konten yang mengandung pornografi untuk pengguna di Indonesia.
MASIH ingat kasus pemblokiran situs berbagi video Vimeo yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika beberapa waktu lalu? Meski pada akhirnya Tifatul Sembiring, saat masih menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), pada Mei 2014 lalu telah kembali membuka situs Vimeo, tak pelak kasus ini sempat memicu beragam protes dari para pengguna internet.
Tifatul Sembiring memblok akses ke situs Vimeo berdasarkan laporan Tim Trust+, karena terindikasi memuat konten pornografi. Tifatul menilai, Vimeo mengizinkan konten ketelanjangan atas nama seni.
Tim Trust+ Telkom memang dibentuk untuk mendata situs-situs internet yang bermuatan negatif. Perusahaan telekomunikasi dan penyedia jasa internet tersebut diwajibkan memblokir situs web yang ada dalam daftar Trust Positif.
Saat berita ini diturunkan, BISKOM sempat mencoba membuka situs Vimeo dari beberapa operator, ternyata masih tertulis: “Sebagai bentuk dukungan terhadap program “Internet Sehat” program pemerintah Indonesia, maka kami menutup akses ke situs yang Anda kunjungi dalam rangka mendukung program pemerintah tersebut (We are blocking this abusive site as stated by the Indonesia regulation in order to provide Internet Sehat).”
Selanjutnya: “Apabila Anda merasa situs yang dikunjungi tidak bertentangan dengan program pemerintah, silakan hubungi customer support kami (If you think this site is not containing abusive content, please contact our customer support).”
Pornografi Hingga Cyberbullying
Saat Vimeo diblokir, salah satu protes pedas dilayangkan oleh seorang pengguna Vimeo, Didit Putra. Ia menyampaikan surat terbuka untuk Menkominfo Tifatul Sembiring. Didit melaporkan Twitter.com, sebab menurutnya media sosial ini menjadi ancaman jauh lebih besar ketimbang Vimeo yang sebelumnya diblokir.
“Kenapa? Sangat mudah konten pornografi ditemukan di media sosial ini. Tinggal gunakan fitur “search” dan semuanya terpampang di depan mata. Satu akun bisa mengunggah belasan gambar tidak senonoh dalam sehari, sebagian malah tautan ke video atau minivideo seperti Vine,” sebut Didit.
Menurutnya, berbagai genre pornografi bisa ditemukan di linimasa Twitter mulai dari model luar negeri hingga dalam negeri. Ada dugaan bahwa akun dari Indonesia yang gemar mengunggah foto porno di Twitter memiliki kaitan dengan jaringan prostitusi karena sebagian mencantumkan kontak baik nomor telepon maupun PIN Blackberry Messenger (BBM).
“Dari pengamatan saya pribadi, akun dengan karakteristik ini bisa mencapai puluhan buah dan berinteraksi dengan ribuan follower-nya. Mereka lah generasi muda yang seharusnya diselamatkan,” tandasnya. Tentu saja, hal ini bisa dihindari bila pemilik akun memiliki kontrol diri, tapi membayangkan bahwa potensi ancaman dari pornografi bakal mengancam mereka sungguh mengkhawatirkan.
Masalah berikutnya, bila pengguna tidak berkeinginan mengakses konten pornografi, mereka tetap terancam karena pengguna lain bisa dengan mudah menautkannya dalam sebuah pesan atau retweet. Sebuah mention dari kawan bisa membuat pengguna membuka tautan gambar atau video porno tanpa sadar. Bisa dibayangkan betapa mengerikannya media sosial ini. “Tentu saja pornografi hanyalah satu dari bahaya dari Twitter, masih ada bahaya lain seperti fitnah, hate speech, hingga cyberbullying yang saya yakin juga jadi keprihatinan Kemkominfo. Namun saya memilih untuk mengangkat soal pornografi karena lebih nyata ancamannya,” pungkas Didit.
Filtering
Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, sepertinya masalah-masalah di dunia teknologi informasi (TI) Indonesia menjanjikan penyelesaian yang lebih jelas. Buktinya, saat menyinggung menyelesaikan polemik pemblokiran Vimeo, Menkominfo dalam Kabinet Kerja Joko Widodo, Rudiantara mengungkap, akan mengupayakan pendekatan yang berbeda. Ketimbang memblokir layanan video tersebut secara utuh, Rudi menginginkan Vimeo melakukan filtering secara otomatis untuk konten yang berbau pornografi.
Rudi mengatakan sebenarnya langkah filtering lebih efektif untuk memblok konten pornografi. Ketimbang memblok akses ke keseluruhan situs, yang tidak melulu berisi konten yang dianggap tidak sesuai. Jadi, lebih baik hanya menutup akses untuk konten tertentu saja.
Faktanya Vimeo banyak digunakan juga oleh pembuat konten video di Indonesia untuk membagikan video berkualitas tinggi, karena hal tersebut merupakan keunggulan Vimeo dibandingkan YouTube. “Menurut pemantauan kami, filtering terhadap konten video tertentu sudah dilakukan oleh penyedia layanan video DailyMotion. Untuk keyword tertentu, mereka memblok akses terhadap konten-konten yang tidak diinginkan,” kata Rudi.
Melihat bahwa pemblokiran konten di DailyMotion tidak menunjukkan label “Internet Sehat”, hanya sekedar menghilangkan akses terhadap konten tersebut, berarti DailyMotion sudah melakukan filtering untuk pengaksesan yang menggunakan IP Indonesia.
Untuk mengurangi “kebocoran” akibat skema pemblokan melalui DNS yang digalakkan pemerintah, Kemkominfo juga telah menginstruksikan semua penyedia layanan Internet untuk memblok akses ke DNS alternatif, seperti Google Public DNS dan OpenDNS.
Langkah yang dikenal dengan filter konten ini telah dilakukan Google pada layanan YouTube untuk sejumlah video yang tidak sejalan dengan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Jika ada konten yang dilarang, maka konten itu tidak bisa ditonton oleh pengguna di Indonesia. “Ini adalah tugas kita bersama, bagaimana melakukan limitasi dan menyaring konten di internet yang sesuai dengan budaya dan Undang-undang yang berlaku di Indonesia,” kata Rudi di Jakarta (11/11).
Rudi sendiri mengaku telah melakukan komunikasi melalui konferensi video kepada CEO Vimeo, Kerry Trainor. Konferensi video ini juga diikuti sekitar 25 pengguna internet dan pekerja kreatif. Menurut menteri, pengelola Vimeo akan mendukung penyaringan itu dari sisi teknis. “Vimeo menyambut komunikasi ini dan mereka akan dukung dari sisi teknis karena banyak pekerja kreatif yang menilai konten di Vimeo itu positif. Saya ingin lebih cepat lebih baik,” ujar Rudiantara.
Pada video konferensi kali ini, Rudi mengajak serta pengguna internet dan pelaku industri kreatif untuk ikut berdiskusi dengan Vimeo. Rudi mengatakan pengguna internet dan pekerja kreatif sangat menginginkan Vimeo dapat diakses kembali. Asal, konten pornografi harus tetap disaring agar sejalan dengan budaya Indonesia. “Platform berbagi video seperti Vimeo ini banyak manfaatnya. Tapi kita harus filter sisi negatifnya,” tandasnya.
Disambut Baik
Pornografi, menurut Rudi, adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar dalam dunia maya. Karenanya ia minta pihak Vimeo untuk membuat alat filter untuk konten pornografi di Indonesia. Dukungan teknis penyaringan itu bisa dilakukan dengan memblokir konten pornografi untuk kawasan Indonesia. Jika pengguna internet Indonesia hendak menonton video yang di dalamnya mengandung unsur pornografi, maka video itu tak bisa diakses atau tidak tersedia untuk pengguna di Indonesia. Pengelola Vimeo mengizinkan konten ketelanjangan atas dasar seni.
Rencana Menkominfo Rudiantara mencabut pemblokiran situs web Vimeo dengan sejumlah syarat, disambut baik oleh perusahaan telekomunikasi. Perusahaan telekomunikasi masih menunggu komando dari pemerintah sebagai regulator konten di internet untuk membuka akses Vimeo. Presiden Direktur Biznet Networks, Adi Kusma mengatakan, hingga kini pihaknya belum menerima perintah tersebut. “Blocking list halaman situs itu berasal dari pemerintah. Kalau pemerintah bilang buka, ya, kita buka blokir itu,” kata Adi.
Adi menjelaskan bahwa jumlah pengunjung Vimeo dari jaringan Biznet cukup banyak, namun ia tak menyebut angka pastinya. Ketika pemblokiran dilakukan, banyak pengguna yang beralih mencari alternatif situs web serupa. Pemblokiran ini disebut Adi tidak memengaruhi bisnis Biznet.
Sementara Head of Corporate Communications Group Telkomsel, Adita Irawati berpendapat, kala itu pemerintah terlihat terburu-buru melakukan pemblokiran terhadap Vimeo. Di masa depan, Adita berharap Kemenkominfo memiliki aturan yang lebih matang ketika hendak memblokir karena harus dipertimbangkan konten positif di dalamnya.
Adita setuju dengan kebijakan pemerintah untuk menyaring konten yang mengandung pornografi yang tak sesuai dengan aturan dan budaya di Indonesia. “Itu semua kembali lagi pada regulator,” tutur Adita. •IWA