DI berbagai negara, termasuk Indonesia, lanskap industri tenaga kerja akan mulai didominasi oleh generasi millennial. Berdasarkan data dari studi Talent Trends Study tahun lalu, generasi millennial akan menguasai 50% dari industri tenaga kerja global di tahun 2020. Dan, generasi millennial membawa dinamika tersendiri kedalam lanskap industri dengan berbagai karakteristik dan keunikan yang mereka bawa.
Salah satunya adalah karakteristik dimana mereka lebih aktif dalam mengejar kesempatan kerja di banding dengan generasi lainnya. Berdasarkan data dari 2016 Talent Trends Study oleh LinkedIn, 32% millennial menerima kesempatan interview di dua hingga tiga perusahaan lainnya. Jumlah persentase ini melampaui persentase generasi sebelumnya: 14% untuk generasi x dan 10% untuk generasi baby boomer. Menariknya sepertiga dari mereka menemukan pekerjaan melalui media sosial. Kondisi ini dan ditambah dengan pasar persaingan terbuka menyebabkan persaingan untuk suatu kesempatan menjadi semakin menantang.
Persaingan ini juga terjadi di kalangan perekrut. Di LinkedIn Media Forum: The State of Millennials Pambudi Sunarsihanto, Ketua Umum Perhimpunan Manajemen Sumberdaya Manusia (PMSM) Indonesia, mengatakan bahwa walaupun begitu banyak tersedianya kandidat, untuk bisa mendapatkan kandidat berkualitas terbaik mereka harus berlomba antar satu sama lain dan kanal digital sebagai cara yang mereka manfaatkan untuk “menjemput bola”.
Berkaca kepada karakteristik generasi millennial dan kebutuhan di industri, personal branding menjadi benang merah yang dapat menjembatani kedua hal tersebut. Personal branding menjadi sinyal yang dapat mempertemukan perekrut dan kesempatan karier dengan profesional yang sesuai dengan kebutuhan serta kekuatan masing-masing pihak, terlebih lagi jika personal branding ditampilkan di platfrom yang memang menjadi wadah para profesional di dunia.
Menurut data dari Your Story @Work yang dilakukan oleh LinkedIn baru baru ini mengungkap bahwa 78% pembuat keputusan dalam proses rekrutmen selalu melihat profil LinkedIn milik kandidat mereka dan 73% dari para pembuat keputusan tersebut percaya bahwa kesan yang dibangun oleh seorang profesional di duniaonline sama pentingnya dengan kesan di dunia nyata.
Melihat dari sisi mata perekrut, di sela-sela diskusi Pambudi mencontohkan bagaimana personal branding di mata perekrut. Pambudi mengatakan jika seseorang menunjukan bahwa ia bisa berbahasa inggris, maka ia bersaing dengan ratusan ribu orang yang memiliki kemampuan sama. Namun, jika seorang profesional juga dapat menampilkan karya-karyanya, menunjukan kemampuan, dan menceritakan pengalamannya maka jumlah profesional yang menjadi kompetitornya akan akan berkurang – karena orang yang memiliki kemampuan setara atau lebih semakin sedikit. Singkatnya personal branding memungkinkan seseorang untuk menampilkan keunikan, karakteristik, sehingga menambah nilai jual di mata perekrut dan membuka peluang profesional tersebut untuk terhubung dengan lebih banyak kesempatan yang ada. Senada dengan Pambudi, menurut saya ini adalah salah satu tujuan dari personal branding – membantu seseorang terhubung dengan berbagai kesempatan yang ada.
LinkedIn sebagai jaringan profesional terbesar di dunia, memberdayakan generasi millennial dalam pengembangan karier, memberikan kanal bagi mereka untuk dapat membangun personal branding secara online dan terhubung dengan berbagai kesempatan. LinkedIn membantu millennial untuk bisa belajar, membangun jaringan profesional, tergabung dalam sebuah komunitas profesional, dan menampilkan kemampuan, pengalaman, serta prestasinya kepada profesional di seluruh dunia.
Hal ini bukanlah konsep semata. Mohamad Ario Adimas, seorang millennial yang kini telah menjabat sebagai Division Head Integrated Marketing Communication Indosat Ooredoo, telah membuktikannya dengan menceritakan tentang kisahnya dalam memanfaatkan LinkedIn untuk pengembangan kariernya.
Senada dengan Dimas, hal yang sama juga dialami oleh millennial lainnya di seluruh dunia. Berdasarkan hasil 2016 Talent Trends Study dari LinkedIn, 64% dari generasi millennial mengatakan bahwa LinkedIn berdampak positif terhadap karier mereka. Persentase ini di atas generasi sebelumnya, karena hanya 56% dari generasibaby boomer yang mengatakan hal demikian dan 21% generasi millennial menemukan pekerjaan melalui LinkedIn (hanya 16% dari generasi baby boomer yang mengatakan demikian).
Merangkum semua hal diatas, millennial memiliki keuntungan di tengah ketatnya persaingan. Karena kanal digital sudah menjadi bagian sehari-hari dalam kehidupan mereka, sepatutnya hal tersebut juga dimanfaatkan untuk pengembangan karier. Membangun personal branding di jaringan profesional seperti LinkedIn, dapat membuka kesempatan yang lebih besar bagi generasi millennial untuk bisa ditemukan oleh perekrut dan dipertemukan dengan berbagai kesempatan yang ada ditengah ketatnya persaingan. Karena, melalui personal branding pelaku industri dapat mengetahui keunikan dan nilai yang dapat ditawarkan oleh seorang profesional.
Tips dari LinkedIn dalam membangun personal branding di LinkedIn:
- Optimalkan profil LinkedIn Anda
- Terbitkan karya Anda di LinkedIn
- Buatlah akun LinkedIn SlideShare, dan bagikan pemikiran Anda
- Jalinlah hubungan yang bermanfaat
- Tingkatkan feed pada halaman utama akun LinkedIn Anda, dengan mengikuti orang-orang yang bisa bermanfaat bagi perkembangan karier Anda.
Strategi untuk pengembangan karier menurut Mohamad Ario Adimas:
- Memilih satu fokus keilmuan tertentu dan mendalami
- Meng-ekspos dan memperlihatkan Setiap pencapaian ketika berkerja
- Hadir di seluruh social media dan berbagi wawasan dengan materi yang konsisten dan sesuai dengan passion
- Bergabung ke dalam komunitas yang mencerminkan dirinya, dan berkontribusi penuh didalamnya
- Membuka diri untuk berbagi ilmu di beberapa forum yang sesuai dengan keahliannya.
- Menampilkan semua pencapaian, testimonial, dan kemampuan di Linkedin agar dapat terhubung dengan lebih banyak kesempatan. (FRANK KOO, Head of Southeast Asia, Talent Solutions, LinkedIn)