SENI dan budaya adalah aset Indonesia yang sangat berharga, namun manajemennya masih menjadi isu tersendiri baik bagi pemerintah dan masyarakat. Ribuan ragam kekayaan seni budaya menjadi rentan untuk memicu konflik dengan negara lain.
Penerapan data terbuka dalam dunia teknologi memberi harapan bagi seni dan budaya Indonesia untuk tetap lestari, dilindungi, berkembang dan dapat bersaing di mancanegara. Melalui hal tersebut, publik akan dapat memantau langsung, mengelola, mempelajari, dan mengembangkan data yang tersedia.
Bersama Taiwan dan Thailand, Data Science Indonesia menggelar kompetisi Asia Open Data Hackathon. Data Science Indonesia (DSI), adalah komunitas didirikan pada bulan Mei 2015 yang terdiri dari sekumpulan ilmuwan, seniman dan pembelajar yang ingin menciptakan ekosistem inovasi berbasis data bersama masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Konsep dari kompetisi ini adalah pembuatan aplikasi web dan mobile yang memanfaatkan keterbukaan data sebagai bentuk inisiatif dalam bidang digital humanities.
Masing-masing negara menentukan tema permasalahannya sendiri. Indonesia membuat tantangan untuk menciptakan inovasi dalam konteks kesenian dan kebudayaan (art & culture). Sementara Thailand memberi tantangan untuk memberi solusi atas isu yang berkaitan dengan agrikultur, dan Taiwan akan mengatasi masalah di bidang layanan publik (public service).
Mewakili Data Science Indonesia, Wimi Sartika, selaku Project Manager Asia Open Data Hackathon yang bekerja sama dengan Koalisi Seni Indonesia mengharapkan melalui kompetisi ini dapat mengatasi permasalahan kesenian terkait hak cipta seni dan budaya, kebebasan seniman dalam berekspresi, serta peningkatan regulasi / kualitas pengarsipan data seni dan budaya di Indonesia yang lebih baik.
Kudo Teknologi Indonesia menjadi satu – satunya perusahaan start – up yang mendukung penuh kompetisi bergengsi berskala Asia ini. CEO dan Co Founder Kudo Teknologi Indonesia, Albert Lucius, hadir sebagai salah satu juri dalam kompetisi Asia Open Data Hackathon.
Berlatar belakang pengalaman bekerja di Goldman Sachs, BCG dan Apple telah memperkaya pengetahuan Albert di bidang finansial, market product, dan teknologi. Albert mendapatkan gelar sarjana dan master pada jurusan computer science di Illinois Urbana – Campaign, dengan predikat lulusan terbaik untuk jurusan user interaction product and data analysis specialization.
Dia juga meraih gelar MBA dari Haas School of Business di Berkeley. Oleh karena itu, Albert menjadi salah satu juri dengan kualitas terbaik untuk turut mendukung Asia Open Data Hackathon.
Pelaksanaan Asia Open Data Hackathon telah dimulai sejak tanggal 1 Juli – 4 Agustus untuk registrasi peserta. 33 tim dari seluruh penjuru Indonesia telah mendaftar, dan 15 tim telah diseleksi sebagai semifinalis. Pada tanggal 10 Agustus, panitia telah mengumumkan 5 tim terbaik yang berhak untuk masuk final. Babak Final Asia Open Data Hackathon diselenggarakan di Headquarters Kudo Teknologi Indonesia, Kudoplex 2, Jakarta Selatan pada tanggal 14 Agustus 2016.
Di babak final ini, ke 5 tim mempresentasikan hasil dari aplikasi / web yang telah dirancang secara live bersamaan dengan ke 5 tim lainnya dari Thailand dan Taiwan. Kompetisi ini menyediakan total 25 juta rupiah bagi para pemenang pertama dan kedua regional Indonesia, dan masing-masing team leader akan berangkat ke Thailand untuk mengikuti Asia Pacific Open Data Summit pada tanggal 7 September 2016 .
Selain Kudo, Telkom Indonesia dan Indihome Fiber juga turut mendukung Asia Open Data Hackathon. DSI juga berpartner dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Satu Data Indonesia, Koalisi Seni Indonesia (KSI), Grafik Indonesia, dan Indonesian Visual Art Archives (IVAA) sebagai penyedia data terbuka. •