Jakarta, Biskom – Badan Standarisasi Nasional (BSN) bersama The Managing Global Governance Programme of the German Development Institute (DIE/MGG) menyosialisasikan Voluntary Sustainability Standars (VSS) atau Sustainability Standars Sukarela.
Sosialisasi yang dikemas dalam bentuk seminar ini dihadiri peserta nasional dan internasional: Jerman, India, Cina, Filipina, dan Mexico. Terdiri atas perwakilan dari industri, asosiasi, pemerintah, Badan LSM/NGO, Voluntary Sustainability Standard Development Organization dan academia. Seminar ini menghadirkan Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan, Amalia Adininggar Widyasanti, sebagai pembicara utama.
Menurut Kepala BSN, Bambang Prasetya, VSS sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Tujuan yang oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, sudah menyepakatinya.
BSN mendukung kebijakan pemerintah Indonesia tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dengan mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Salah satu tujuan dari standardisasi dan penilaian kesesuaian berdasarkan Undang-Undang No.20 tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian adalah untuk meningkatkan perlindungan konsumen, bisnis, pekerja dan masyarakat serta negara dalam aspek keselamatan, keamanan, kesehatan dan pelestarian lingkungan. “Sustainability standars memiliki potensi untuk menghasilkan manfaat lingkungan, ekonomi dan sosial yang signifikan di negara-negara berkembang,” katanya, di Jakarta, Rabu (28/11).
Sistem VSS ini sebagian besar dikembangkan oleh pihak swasta. Karena itu, termasuk dalam kategori Private Standard. Implementasi SNI pada dasarnya merupakan standar sukarela. SNI dapat diberlakukan wajib, jika dimasukkan ke dalam peraturan teknis yang dikeluarkan oleh menteri atau lembaga pemerintah lainnya.
“Kami berharap para pemangku kepentingan dapat mengintegrasikan sustainability standars. Sehingga dapat menghilangkan biaya tambahan yang seharusnya tidak perlu ditanggung para pemangku kepentingan saat mengimplementasikannya,” harapnya.
BSN sudah mengembangkan SNI yang dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan. Beberapa di antaranya telah diimplementasikan dengan baik, misalnya ISO 37001 tentang sistem manajemen anti-suap, ISO 26000 tentang tanggung jawab sosial.
“Jadi sebenarnya, SNI dapat dikembangkan oleh siapa saja. Kami menyambut semua pihak dari seluruh Indonesia untuk mengusulkan dan mengembangkan SNI bersama-sama. Tidak ada pengecualian atau eksklusif,” tegasnya.
Diharapkan, forum ini dapat menjadi salah satu kontribusi BSN dalam rangka meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan nasional akan pentingnya kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian sebagai salah satu alat untuk mempromosikan perdagangan global, sekaligus mencapai terwujudnya SDGs.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, saat ini Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen untuk melaksanakan dan mengimplementasikan SDGs sampai 2030. Target-target yang ditetapkan global telah diletakkan dalam agenda pembangunan nasional yaitu RPJMN 2015-2019.
“Yang paling penting, dalam melaksanakan SDGs ini bukan hanya peran pemerintah tetapi semua aktor termasuk bisnis, akademia, filantropi, media, dan civil society harus berperan aktif dan memberikan kontribusi untuk mencapai SDGs tahun 2030,” terang Amalia .
Menurut Amalia, kegiatan ini sangat penting karena nantinya VSS akan menjadi katalis untuk mempercepat agar Indonesia bisa mencapai target SDGs di tahun 2030. Karena itu, VSS nantinya diharapkan bukan hanya dilakukan oleh pemerintah dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) tetapi harus membentuk semacam platform.
“Harus ada kerjasama kolaborasi yang sangat erat antara pemerintah dalam hal ini BSN sebagai focal pointnya, bisnis, donor maupun filantropi yang bisa men-support penuh untuk melakukan implementasinya di sini. Kami dari Bappenas sangat support terhadap VSS karena ini akan menjadi salah satu drivers of change bagi Indonesia untuk lebih maju dan lebih sustainable ke depannya,” terang Amalia. (red/Ju)