Jakarta, Biskom- Tahun 2018 menjadi tahun yang menantang bagi dunia siber, termasuk di Indonesia yang berkomitmen untuk memaksimalkan sistem keamanan siber bagimasyarakat, mulai dari perubahan kebijakan hingga perlindungan infrastruktur.

Kedatangan ‘industri 4.0’ merupakan pemicu bagi Indonesia untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi dinamis. Namun, lansekap terhubung baru ini juga diikuti dengan ancaman keamanan yang mengintai.

Ulasan ancaman Kaspersky Lab untuk kuartal terakhir tahun 2018 mengungkap bahwa di Indonesia 28% pengguna komputer terkena serangan berbasis web, dan lebih dari setengahnya (53,7%) menjadi sasaran ancaman lokal, seperti perangkat USB yang terinfeksi – menjadikan Indonesia negara dengan risiko paling tinggike 34 di dunia dalam hal ancaman siber.

Worms dan dokumen bervirus merupakan penyebab sebagian besar insiden berbasis komputer, dengan infeksi sering terjadi melalui drive USB yang dapat dilepas, CD dan DVD, serta metode “offline” lainnya.

Pada periode Oktober-Desember 2018, produk Kaspersky Lab mendeteksi 29.865.064 insiden lokal di komputer para pengguna Kaspersky Security Network (KSN) di Indonesia. Secara keseluruhan, 53,7% pengguna di negara Indonesia diserang oleh ancaman lokal selama periode tersebut, sehingga menempatkan negara Indonesia di peringkat ke-62 di seluruh dunia.

Dengan semakin banyaknya start-up dan banyaknya inovasi digital dalam perekonomian Indonesia, semua orang mulai dari pemerintah hingga bisnis dan konsumen perorangan diwajibkan untuk menyadari dan beradaptasi dengan kemungkinan ancaman di dunia siber.

“Kami berharap, pada tahun 2019, orang Indonesia akan menjadi lebih baik dalam mengamankan diri mulai dari identitas, privasi, dan uang mereka secara online,” ungkap Dony Koesmandarin, Territory Channel Manager untuk Indonesia di Kaspersky Lab Asia Pasifik.

Kaspersky Lab menyarankan bahwa untuk melindungi diri dariancaman online dan lokal, pengguna perlu menginstal perangkat lunak keamanan tingkat bisnis atau konsumen yang mencakup beberapa hal sebagaiberikut :

• Komponen deteksi perilaku yang mampu mendeteksi aktivitas berbahaya bahkan jika kode tidak diketahui
• Kemampuan pencegahan eksploitasi yang baik dalam mendeteksi dan memblokir upaya malware untuk memafaatkan kerentanan perangkatlunak.
• Memilikifitur fitur pembelajaran mesin terbaik untuk menemukan kode samaran berbahaya dan dikaburkan yang dirancang untuk menembus metode pendeteksian klasik
• Kemampuan untuk memblokir objek yang terinfeksi agar tidak terhubung ke komputer, termasuk untuk bisnis: firewall, fungsi anti-rootkit, dan kontrol atas perangkat yang dapat dilepas. (red/JU)