Jakarta, Biskom- Badan Informasi Geospasial (BIG) menjalin kerjasama dengan 24 instansi untuk menjawab berbagai kebutuhan informasi geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kerjasama ini terkait penyelenggaraan, pemanfaatan data dan informasi geospasial oleh kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (Pemda).
Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan perjanjian kerja sama (PKS) antara BIG dengan berbagai instansi meliputi delinisiasi batas wilayah, pembangunan simpul jaringan, tutupan lahan, pemetaan unsur peta dasar skala 1:5.000, dan lain-lain.
“Peta dasar skala 1:5.000, menjadi primadona karena penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDT) memerlukan peta skala 1:5.000. Peta ini belum terlalu banyak tersedia di indonesia, karena itu BIG berusaha mempercepat. Jika skala 1:5.000 tidak tersedia maka RDTR tidak bergerak dan bisa menyebabkan investasi di daerah terhambat,” tutur Kepala BIG, Hasanuddin Zainal Abidin di Aula BIG, Cibinong pada Kamis (21/2).
Menurut Kepala BIG, pembangunan sekarang mau tidak mau harus berbasiskan data spasial dan data statistik. Untuk itu, nantinya seluruh data di Indonesia akan digabungkan untuk mendukung sistem pemerintah berbasis elektronik. Satu data Indonesia akan meliputi data spasial dengan pembina BIG, data statistik dengan pembina Badan Pusat Statistik (BPS), dan data-data lainnya.
“BIG telah memulai dengan kebijakan satu peta untuk menyatukan informasi geospasial, berikut nanti dengan statistik dan lain-lainnya,” ungkapnya.
Penandatanganan MoU dan PKS dilaksanakan antara BIG dengan 24 Instansi yaitu 18 kabupaten 5 kota dan 1 K/L
Pada kesempatan tersebut, Bupati Bolaang Mongondow, Yasti Soepredjo Mokoagow mengatakan perencanaan pembangunan yang baik dihasilkan melalui proses penyusunan dan analisis berbasis bukti data dan informasi yang akurat yaitu informasi spasial maupun nonspasial.
“Perencanaan pembangunan saat ini menggunakan pendekatan holistik, integratif, tematik, dan spasial yang merupakan upaya pemerintah untuk mensinergikan berbagai program pembangunan antar sektor dengan menyampaikan aspek kewilayahan yang ada di dalamnya,” tuturnya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, paradigma perencanaan yang sebelumnya tidak mengedepankan atau bahkan tidak mempertimbangkan aspek spasial saat ini telah berubah dan wajib mempertimbangkan aspek spasial.
Menurut Yasti, Pemkab Bolaang Mongondow mulai 2018 menerapkan manajemen pembangunan modern dengan mengintegrasikan seluruh pengelolaan pembangunan daerah dalam sistem yang saling terintegrasi yaitu data base, e-planning, e-budgeting, dan e-monev. Aplikasi ini terintegrasi dengan Bappenas dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kegiatan ini sangat penting dan strategis dalam rangka menyamakan persepsi dan pemahaman kita semua guna mewujudkan keterpaduan dan kepastian hukum dalam informasi geospasial,” pungkasnya. (red/Ju)