Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan mengatakan, 50% Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ditargetkan sudah terdigitalisasi pada 2024. Sekarang lagi dibahas RPJM 2020-2024, rapi ingat tak semua UMKM itu cocok untuk go digital, ada yang lebih pas secara konvensional.
“Jadi digitalisasi UMKM ini tak akan pernah mencapai 100 persen,” kata Rully Indrawan, usai menerima Rekomendasi Kesiapan UMKM 4.0 dalam Menunjang Ketahanan Ekonomi di Era Disruptif oleh ITS (Institut Teknologi Surabaya), di Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Rekomendasi itu diserahkan oleh Direktur Inovasi Kerjasama dan Kealumnian (IKK) ITS, Arman Hakim Nasution kepada Sekretaris Kemenkop dan UKM Rully Indrawan. Turut menyaksikan Chairman International Council for Small Business (ICSB) Indonesia, Hermawan Kartajaya dan Kabiro Perencanaan Kemenkop dan UKM Ahmad Zabadi.
Rully menegaskanUMKM adalah satu tulang punggung ekonomi di Indonesia. Perannya yang vital itu tergambar dalam data bahwa dari sekitar 62 juta unit usaha di Indonesia, sekitar 99% merupakan UMKM.
Untuk itu pemberdayaan sektor UMKM amatlah penting, tak hanya bagi pemerintah namun juga pihak lain seperti institusi di bidang terkait sampai akademisi. Apalagi kehadiran teknologi sering dianggap sebagai disrupsi karena ditengarai malah akan mengurangi jumlah potensi tenaga kerja sektor UMKM.
Terkait rekomendasi ITS, Rully Indrawan mengatakan pihaknya berterima kasih dan memberikan apresiasi kepada ITS.
“Untuk selanjutnya rekomendasi ini akan kita pelajari dan diselaraskan dengan program Kementerian yang juga sudah memiliki road map terkait digitalisasi UMKM ini,” tambah Rully.
Integrasi Offline dan Online
Sementara itu Chairman ICSB Indonesia Hermawan Kartajaya mengatakan ICSB – sebagai pihak yang menjembatani antara ITS dan Kemenkop dan UKM berpandangan, rekomendasi ini tujuannya mempersiapkan bagaimana UMKM tidak menganggap teknologi sebagai disrupsi, namun justru memanfaatkan digital demi mengembangkan bisnis lebih baik lagi.
“Sekarang ada online dan offline. Hadir di pasar secara offline, tapi di online juga ada yang artinya mengintegrasikan dua hal yang berbeda itulah OMNI,” ujar Hermawan Kartajaya.
Harapannya, lewat Kementerian Koperasi dan UKM, dokumen studi tersebut bisa menjadi pertimbangan serta diaplikasi sebagai wujud sektor UMKM yang lebih maju dan terdigitalisasi.
Dalam studi tersebut dipaparkan, era UMKM 4.0 adalah bisnis yang sudah mengintegrasikan teknologi digital seperti sosial media, sampai yang lebih maju lagi seperti pemanfaatan internet of things (IoT).
Kehadiran platform seperti marketplace yang merupakan akses satu pintu bagi UMKM dalam memasarkan produk produknya juga menjadi kunci.
Arman Hakim Nasution mengatakan, dalam studi yang dilakukan UMKM dalam era teknologi 4.0 memiliki empat unsur yang harus diperkuat, yaitu Teknoware, Humanware, Infoware dan Organware.
Untuk mewujudkannya harus ada kolaborasi antara pemerintah, BUMN, perguruan tinggi dan wasta termasuk di dalamnya market place.
“Harapannya, agar UMKM bisa dijembatani dan dibantu dari sisi teknologi, sehingga mereka bisa bersaing di pasar nasional. Dengan kata lain, UMKM didorong agar bermitra dengan para penyedia teknologi serta diberi pelatihan-pelatihan yang menunjang,” jelasnya.
Arman menambahkan, pemerintah dan semua pihak terkait harus mendorong UMKM memiliki literasi dalam konsep digitaliisasi.
“Selanjutnya jika UMKM pingin naik kelas, data digital bisa diolah menjadi decision dan lalu ada wisdomnya. Bagaimana cara mengolahnya itu juga kami paparkan,” katanya.
Bagaimanapun kata Arman, manusia adalah mahluk sosial karena itu digitalisasi juga harus memiliki sisi humaniora.
“Jadi ada tiga literasi yang harus digabung untuk bisa UMKM naik kelas di era 4.0 ini yaitu literacy digital, data dan humaniora,” tambahnya. (moc)