Jakarta, Biskom- Hingga saat ini, penggunaan kantong plastik (dan jenis plastik lainnya), masih menjadi masalah. Diketahui, sampah plastik sulit terurai di tanah karena rantai karbonnya yang panjang, sehingga sulit diurai oleh mikroorganisme.
Kantong plastik akan terurai ratusan hari kemudian. Berbagai sampah plastik ini, dapat mengotori habitat makhluk hidup lainnya dan merusak lingkungan serta ekosistem dan rantai makanan.
Karenanya, Badan Standardisasi Nasional (BSN) mendorong pengurangan penggunaan kantong plastik. Atau setidaknya, para produsen kantong plastik diharapkan mau menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kantong Plastik.
BSN sendiri telah menetapkan SNI 7818:2014, Kantong plastik mudah terurai dan SNI 7188.7:2016 Kriteria ekolabel – Bagian 7: Kategori produk tas belanja plastik dan bioplastik mudah terurai.
Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito mengatakan, “SNI 7818:2014 menetapkan syarat mutu dan cara uji kantong plastik mudah terurai yang digunakan sebagai kantong belanja ritel dan tidak digunakan untuk kontak langsung dengan pangan.”
Dengan syarat mutu dalam standar ini yang di antaranya kuat tarik minimal 13,7 (139,74), kemudahan terurai setelah penyinaran sinar UV maksimal 250 jam yaitu kurang 5%, serta kualitas kantong plastik yang ramah lingkungan, lebih bisa dipertanggungjawabkan.
Sementara pada SNI 7188.7:2016, menetapkan kantong plastik dapat terbuat dari termoplastik mengandung prodegradant dan bioplastik yang dengan atau tanpa campuran termoplastik, yang berarti kantong plastik tidak mengandung zat warna azo.
SNI ini juga menetapkan pertumbuhan mikroba pada permukaan produk lebih besar dari 60% selama 1 minggu. Tentunya dengan persyaratan umum produk harus memenuhi standar mutu produk yang sesuai dan atau penerapan sistem manajemen mutu, produk harus mencantumkan logo ekolabel Indonesia, nomor sertifikasi, dan pernyataan mudah terurai.
Wahyu menambahkan pada setiap kemasan kantong plastik yang sudah memenuhi SNI 7818:2014, juga sekurang-kurangnya mencantumkan penandaan logo produsen/nama dagang, periode waktu terurai, serta bulan dan tahun produksi.
SNI 7818:2014 diharapkan dapat mendorong produsen untuk meningkatkan kualitas produk sesuai dengan persyaratan standar mutu yang telah ditentukan. Selain untuk meningkatkan daya saing industri, penerapan SNI ini juga dapat melindungi konsumen dari penggunaan kantong plastik yang mutunya tidak memenuhi standar.
Wahyu pun menjelaskan, SNI 7818:2014 juga menjadi acuan SNI 7188.7:2016, Kriteria ekolabel untuk produk tas belanja plastik dan bioplastik. Kriteria yang disusun berdasarkan aspek sepanjang daur hidup suatu produk ini diharapkan dapat mengurangi dampak pemakaiannya terhadap lingkungan dengan memperhatikan aspek setelah habis masa pakainya.
“Berdasarkan data yang kami miliki, industri yang sudah menerapkan standar ini berjumlah 1 dengan jumlah Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang sudah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebanyak 1,” jelas Wahyu di Jakarta, (12/4).
Wahyu sangat mengapresiasi industri yang menerapkan SNI kantong plastik, dan mendukung beberapa kota di wilayah Indonesia menerapkan “diet kantong plastik” dengan diterbitkannya peraturan daerah mengenai pengurangan penggunaan plastik di kota modern.
Kota yang melarang penggunaan kantong plastik di toko modern, yaitu Banjarmasin, Balikpapan, Badung (Bali), Bogor, Sukabumi, dan Banyuwangi. (red/ju)