Jakarta, Biskom– Seiring perkembangan teknologi dan industri, rantai pasok produk semakin global dan kompleks karena melibatkan berbagai lokasi di negara yang berbeda. Hal ini menimbulkan tantangan dalam hal kualitas, kecepatan pengiriman, biaya dan fleksibilitas operasional dengan tetap memenuhi persyaratan standar dan regulasi yang ditetapkan.
Apalagi, sebanyak 80% perdagangan dunia melibatkan elemen pengujian, kalibrasi, inspeksi dan kegiatan sertifikasi, yang secara kolektif dikenal sebagai penilaian kesesuaian. Contohnya perdagangan produk halal. Dibutuhkan jaminan yang kredibel untuk memastikan kompetensi lembaga penilaian kesesuaian dalam melakukan pengujian, kalibrasi, serta sertifikasi halal.
Dulu, perdagangan ekspor Indonesia ke Uni Emirat Arab sempat terkendala karena belum ada pengakuan akreditasi dari sertifikat halal yang diterbitkan terhadap produk Indonesia yang diekspor kesana.
“Saat ini lembaga sertifikat halal yang ada di Indonesia sudah terakreditasi KAN. Setelah adanya saling pengakuan, kini kegiatan ekspor ke Uni Emirat Arab dalam konteks pengakuan sertifikat halal sangat lancar,” ungkap Bambang Prasetya, Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang juga Ketua Komite Akreditasi Nasional (KAN), dalam acara Temu Nasional Pemangku Kepentingan Bidang Akreditasi dalam rangka Peringatan Hari Akreditasi Dunia 2019 di Jakarta, Selasa (25/6).
Tahun ini, Peringatan Hari Akreditasi Dunia 2019 berfokus pada tema “Accreditation: Adding Value to Supply Chains”. Dalam sambutan pembukaan, Menrestikdikti Mohamad Nasir pun menyebutkan pentingnya akreditasi. Menurut Menteri Nasir, akreditasi memainkan peran yang sangat penting dalam mengurangi biaya perdagangan dan kegiatan bisnis, meningkatkan transfer teknologi, serta meningkatkan investasi.
“Jaminan akreditasi memungkinkan pelaku bisnis untuk berintegrasi ke dalam rantai pasok global, dengan membuktikan mutu produk melalui “bahasa teknis” yang dibutuhkan untuk membangun kepercayaan antar mitra bisnis,” ujar Nasir.
Lebih lanjut Bambang menambahkan, akreditasi yang didukung oleh standar yang disepakati secara internasional, merupakan kegiatan penilaian kesesuaian untuk memastikan kompetensi dari pengujian, kalibrasi, sertifikasi dan inspeksi dilakukan berdasarkan standar yang telah ditetapkan secara internasional.
“Objektifitas, transparansi, dan keterbukaan dalam proses akreditasi, yang menghasilkan lembaga penilaian kesesuaian yang kompeten, konsisten dan imparsial, menunjukkan akreditasi dapat menjadi jaminan yang kredibel dan terpercaya dalam mendukung perdagangan. Dapat dikatakan, akreditasi akan memberikan nilai lebih pada rantai pasok perdagangan,” ujar Bambang.
Sementara itu, Deputi Bidang Akreditasi BSN sekaligus Sekretaris Jenderal KAN, Kukuh S. Ahmad mengatakan, sampai dengan April 2019, KAN telah mengakreditasi 2.057 lembaga penilaian kesesuaian (LPK) yang terdiri dari 1.675 laboratorium (1315 laboratorium penguji, 278 laboratorium kalibrasi, 64 laboratorium medik, 18 penyelenggara uji profisiensi / uji banding antara laboratorium), 96 lembaga inspeksi dan 286 lembaga sertifikasi untuk berbagai skema, diantaranya skema akreditasi untuk sistem manajemen mutu SNI ISO 9001, sertifikasi produk, sertifikasi person, dan lain-lain.
“Pengakuan tersebut menunjukkan kontribusi KAN dalam memfasilitasi penerimaan produk dan jasa Indonesia ke berbagai negara, sekaligus menciptakan infrastruktur global untuk mendukung perdagangan, pemenuhan regulasi, dan jaminan serta peningkatan kepercayaan terhadap rantai pasok,” ujar Kukuh. (red)