Jakarta, Biskom – Institute Management of Development (IMD) World Competitive Ranking 2019 meningkatkan 11 peringkat daya saing Indonesia ke posisi 32 dari posisi 43 di dunia. Hal itu didorong oleh kinerja ekonomi, efisiensi pemerintahan, efisiensi bisnis, dan infrastruktur. Bagaimana dengan tingkat produktivitas bukankah ini juga sebagai tolok ukur suatu negara memiliki daya saing secara internasional. Tampaknya, ini belum dihitung dari kenaikan peringkat tersebut.

Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi (PI) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mengakui tingkat produktivitas masih rendah akibat sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) masih rendah.

Hal ini juga terjadi akibat sebagian besar penelitian tidak pernah bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan industri. Ini terjadi karena tidak ada proses inovasi yang berjalan. “Nah, tugas ini yang diberikan Ditjen Penguatan Inovasi supaya dilaksanakan,” kata Dirjen Penguatan Inovasi (PI) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Jumain Appe.

Persoalan lain yang dihadapinya adalah mindset (pola pikir) para peneliti belum memikirkan bagaimana itu bisa diterapkan sebagai inovasi. Begitupula pola pikir industri nasional yang selama ini lebih banyak membeli teknologi dan bahan baku saja.

Industri melakukannya akibat tidak memiliki kemampuan teknologi dan produksi yang ditunjang keberadaan research and development (peneltian dan pengembangan). “Industri-industri harus sudah diberikan insentif-insentif, sehingga industri-industri itu memiliki daya tarik untuk research and development,” ujarnya.

Apa saja masalah lain yang terkait inovasi termasuk penyelenggaran Hakteknas 2019 dapat disimak dari perbincangan wartawan Majalah Biskom Mochamad Ade Maulidin  dengan Jumain. Berikut nukilannya.

Bagaimana persiapan perayaan Hakteknas 2019?

Hakteknas tahun ini rencananya akan dilakukan di Kota Denpasar, Bali. Itu hasil keputusan dari rapat Kemristekdikti dengan tema Iptek dan Inovasi dalam Industri Kreatif Industri 4.0. Karena, kita tahu bahwa Bali adalah daerah pariwisata yang saya kira banyak sekali industri-industri kerajinan yang berbasis budaya.

Tentunya, bagaimana industri kreatif supaya ditingkatkan nilai tambahnya melalui penerapan teknologi dan inovasi terutama industri 4.0 yang mengintegrasikan industri-industri otomasi dan sistem informasi. Kemudian, bagaimana kita memperlihatkan tentang smart city (kota cerdas) seperti Badung.Tempat ini memiliki center of information untuk mengelola kegiatan-kegiatan daerah seperti Puskesmas, sekolah, dan perkantoran dalam satu atap. Kita juga akan memperlihatkan teknologi-teknologi terbaru, misalnya pencetakan tiga dimensi yang bisa kita manfaatkan untuk handicraft (kerajinan tangan) yang tidak didesain manual, tetapi dengan komputer.

Apakah acara ini membagikan penghargaan bagi pihak tertentu?

Selain kita menampilkan hal-hal baru, kita juga punya kegiatan bagaimana memberikan penghargaan kepada para innovator center dalam kelembagaan kabupaten/kota dan provinsi. Kemudian, badan litbang (penelitian dan pengembangan) perguruan tinggi dan perorangan seperti peneliti, perekayasa, dan inovator di masyarakat. Kita juga memberikan penghargaan kepada mereka yang memunyai prestasi cukup tinggi dan memberikan dampak bagi ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Mengapa penyelenggaraan Hakteknas 2019 mundur dari jadwal semula?

Pada 10 Agustus nanti jatuh pada hari Sabtu yang besoknya Hari Raya Idul Adha 1440 H. Jadi, itu dikhawatirkan para undangan tidak bisa datang, karena situasi mau Lebaran esok harinya. Di sana paling nggak satu sampai dua hari kerja, kalau di sana terdapat sekitar 3.000 orang berkumpul, kalau susah mau pulangnya gimana, perhitungan kita begitu. Kemudian, ada rangkaian kegiatan 17 Agustus 2019 mulai 14 Agustus sebagai hari jadi Provinsi Bali sampai 18 Agustus. Selanjutnya, pada tanggal 20, 21, 22, dan 23 Agustus ternyata juga ada rangkaian kegiatan ulang tahun BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Jadi, kita bisa mulai 25 Agustus nanti pembukaan pameran (Ritech Expo), kemudian 25, 26, 27, dan 28 Agustus Acara Puncak peringatan Hakteknas Ke-24 Tahun 2019.

Apakah susunan acara peringatan Hakteknas 2019 disesuaikan akibat penundaan waktu?

Tetap sesuai yang kita rencanakan mulai pembukaan acara dengan jalan sehat dengan beberapa baktekin (bakti teknologi & inovasi) yang ikut acara tersebut. Setelah itu pembukaan pameran Ritech Expo. Kemudian, esok harinya seminar/rakornas dari berbagai institusi, termasuk Rakornas Iptek dan Inovasi, sehingga 28 Agustus nanti kita harapkan hari puncak sekaligus sorenya untuk penutupan Ritech Expo. Diharapkan rencananya yang akan membuka Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Berapa jumlah peserta yang telah konfirmasi akan mengikuti pameran Ritech Expo peringatan Hakteknas 2019?

Itu 180-an peserta seperti lembaga yang ada di lingkungan Kemristekdikti seperti LIPI dan BPPT. Kemudian, perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta seperti Binus (Bina Nusantara), Pelita Harapan, Amikon (Akademi Manajemen dan Informatika) Yogyakarta, dan Stikom (Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer) Bali. Selanjutnya, berbagai industri e-commerce seperti Bukalapak.

Apakah dari penyelenggaraan Hakteknas 2019 akan diambil keputusan-keputusan tertentu?

Ada, mungkin tahun depan akan diadakan di Bandung, Jawa Barat (Jabar), karena dalam rangka 100 tahun penndirian ITB (Institut Teknologi Bandung). Ini akan dikoordinasikan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Untuk tema masih dalam pembahasan dengan Pemprov Jawa Barat dan ITB.

Perayaan Hakteknas 2019 bukan merupakan kali pertama yang diselenggrakan oleh Ditjen PI, apa saja yang telah dicapai Ditjen ini?

Tugas kita itu sebenarnya ada dua yakni bagaimana mendorong pengembangan perusahaan-perusahaan berbasis teknologi dan perusahaan-perusahaan yang lahir dari penelitian-penelitian. Karena, ini salah satu yang kita identifikasi secara nasional dan internasional untuk melahirkan ekonomi-ekonomi baru dan bisnis-bisnis baru yang diharapkan memberikan nilai tambah dan daya saing yang bagus.

Bagaimana melahirkan perusahaan-perusahaan baru yang memiliki daya saing tinggi yang tentunya yang memiliki teknologi tinggi tingkat akhir. Kita harus melihat hasil-hasil penelitian dan pengembangan yang bisa didorong menjadi suatu produk inovasi. Selanjutnya, bisa dikembangkan bisnisnya dengan badan-badan usaha yang ada. Selama ini kita sudah memberikan insentif sekitar 1.300-an perusahaan pemula berbasis teknologi. Tentunya, ada yang berhasil, ada yang masih berkembang, dan ada yang mati.

 Bagaimana perayaan Hakteknas sebelumnya?

Sejarahnya, Hakteknas diselenggarakan Sesmen (Sekretaris Menteri) Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) pada 1995. Kemudian, ditunjuk koordinator dari Deputi Kemenristek secara bergantian seperti Deputi Kelembagaan, Deputi Program, dan Deputi Pendayagunaan hingga 2014.

Kemudian, pada akhir 2014 penggabungan Dirjen Perguruan Tinggi dari Kemendiknas dan Deputi Riset dari Kemristek menjadi satu. Pada 2015 mulai Hakteknas diselenggarakan oleh Kemristekdikti di Dirjen Penguatan Risbang berlokasi di Jakarta. Dari kegiatan itu dirasakan mundur dari sebelumnya, karena mungkin belum terbiasa melakukannya lantaran tekait science dan industri. Pada 2016 perayaan Hakteknas diserahkan ke Dirjen Penguatan Inovasi.

Apa yang Anda lakukan?

Saya mengatakan bisa nggak ini dilaksanakan tidak di Jakarta, karena di Jakarta sudah jenuh diselenggarakan terus kegiatan ini. Sekaligus ini menunjukkan Hakteknas bukan milik Jakarta saja, tapi seluruh bangsa ini, terjadi kita melakukan di Solo (Jawa Tengah) untuk perayaan Hakteknas Ke-21 TAHUN 2016. Kemudian, saya minta dilakukan Harteknas Ke-22 di luar Jawa, maka jadilah di Makassar (Sulawesi Selatan). Selanjutnya, pada 2018 saya minta penyelenggaran ini dikembalikan ke Sekjen (Sekretaris Jenderal) Kemristekdikti, tapi tidak disetujui Menristekdikti.

Apa maksud dan tujuan pembentukan Ditjen Penguatan Inovasi?

Ada problem (masalah) bangsa kita saat ini atau sebelumnya adalah daya saing kita menurun. Daya saing itu ditentukan oleh tingkat produktivitas, makin tinggi produktivitas, makin tinggi tingkat produktivitasnya. Hal-hal apa yang bisa mendorong tingkat produktivitas yaitu kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan ilmu dan teknologi untuk produksi. Dua hal ini memang jadi kendala besar, karena kalau kita lihat yang pertama tenaga kerja kita masih didominasi oleh SMP (Sekolah Menengah Pertama) ke bawah sebesar 60%.

Di tingkat inovasi dan teknologi hampir semua penelitian kita tidak pernah sampai dimanfaatkan oleh masyarakat dan industri. Ini terjadi karena tidak ada proses inovasi yang berjalan. Nah, tugas ini yang diberikan Ditjen Penguatan Inovasi supaya ini dilaksanakan.

Apa yang Anda perbuat melihat ini?

Bagaimana memperkuat kelembagaan-kelembagaan terkait dalam produktivitas ini bisa bekerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga litbang, industri, pemerintah, dan masyarakat. Penguatan ini bisa menghasilkan perusahaan-perusahaan startup dan hasil-hasil penelitian bisa meningkatkan kemampuan teknologi dan inovasi agar industri kita berdaya saing dengan produktivitas dan teknologi tadi.

Kita juga punya tugas bagaimana bisnis yang dilakukan ini supaya bisa sustainability (berkelanjutan) dan ini menjadi fondasi ekonomi kita ke depan. Istilah Pak Menristekdikti melakukan hilirisasi adalah bagaimana iptek memberikan kontribusi.

Apa tantangan-tantangan lain yang Anda hadapi sebagai Dirjen ini?

Pertama, mindset (pola pikir) dari para peneliti belum sampai bagaimana itu dilaksanakan sebagai inovasi. Kita harus merubah pola pikir itu bahwa apa yang dilakukan meteka bukan untuk kepentingan diri dan institusi, tapi itu untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Begitupula pola pikir industri nasional yang selama ini lebih banyak beli teknologi dan bahan baku dan dia jual. Jadi, dia tidak butuh teknologi dari sini, yang terjadi karena produk ini dari luar, kalau terjadi krisis ini akan kolaps, karena ongkos produksinya mahal, sehingga tidak bisa bersaing.

Persepsinya, kalau dia mau mandiri, dia harus punya kemampuan teknologi dan produksi supaya dia bisa mampu bertahan saat itu. Karena, industri ini tidak punya research and development, maka dia harus kerjasama yang sulit di Indonesia, mudah diucapkan saja. Ketiga, skenario ekonomi kita belum jelas, sehingga kita meraba-taba. Industri bilang apa produknya masih bisa bertahan. Oleh karena itu RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) dan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Pendek) perlu penekanan khusus.

Apakah itu saja?

Selain itu regulasi berjalan sendiri, karena sebagian besar kementerian memunyai undang-undang yang harus diikuti, sehingga setiap kementerian jalan sendiri-sendiri. Jadi, target Kemristekdikti belum tentu sama dengan target kementerian lain seperti kementerian perindustrian. Inovasi tidak bisa berjalan sendiri, tetapi harus terintegrasi. Kalau negara mendorong suatu industri, maka iptek harus ke situ.

Apa yang Anda lakukan menghadapi itu?

Pertama, saya merubah mindset cara berpikir dia tentang penelitian dengan innovation readiness level. Di mana tidak hanya berfikir tentang teknologi, tetapi bagaimana produk itu dilahirkan dan bagaimana produk itu dipasarkan. Kedua, bagaimana kita menyatukan pandangan perguruan tinggi tidak melihat pada dirinya sendiri, tetapi melihat ke luar yang kita sebut ‘out the box’. Perubahan di luar harus kita adaptasi, kalau tidak nanti mati sendiri. Industri-industri harus sudah diberikan insentif-insentif, sehingga industri-industri itu memiliki daya tarik untuk research and development, apakah itu dimulai dengan kerjasama.

Bagaimana Anda menanggapi dikenal sebagai ‘Bapak Inovasi’ di kemeterian ini?

Saya hanya berjuang saja, tidak pernah mencari suatu penghargaan. Kalau saya diminta ngomong, saya blak-blakan ngomongnya. Saya tidak minta dihargai, kalau seperti itu, saya biasa saja. Saya sudah tahun ke-4 sebagai Pejabat Eselon I di Kemristekdikti. Saya merasa tidak ada yang istimewa di eselon satu, kalau kita tidak memiliki suatu prestasi.

Apakah keberadaan Dirjen PI perlu dipertahankan pada Kemristekdikti berikutnya?

Ada atau tidak ada dirjen ini konsep inovasi harus tetap berjalan, karena hampir semua negara mengatakan ‘innovation is driving economy’. Saya selalu mengatakan, kalau saya jadi Dirjen Penguatan Inovasi bukan saya hanya mengurusi Kemristekdikti, tetapi saya harus mengurusi nasional yaitu innovation system.

Apa yang perlu dilakukan Dirjen PI berikutnya?

Dia harus melanjutkan program dirjen sebelumnya, tapi memang harus ada perbaikan-perbaikan dari berbagai sisi seperti peran pemerintah dan regulasi-regulasi. Kedua, bagaimana startup-startup dibina menjadi perusahaan-perusahaan yang mature dan besar seperti unicorn. Startup memiliki teknologi yang cukup untuk bersaing dengan perusahaan nasional dan perusahaan internasional. Negara manapun memberikan dukungan dan insentif kepada startup seperti China memberikan bantuan permodalan dan lokasi perusahaan. Kedua, bagaimana para inovator juga bisa diberi suatu penghargaan-penghargaan untuk terus bisa berkreasi dan memacu lebih tinggi. Jangan sampai orangnya hebat, tetapi tidak diperhatikan, jadi lari ke luar negeri, jangan sampai itu terjadi. (red/Ade)