Jakarta, BISKOM – Pagi ini (23/10/2019) Presiden Jokowi telah resmi memperkenalkan nama-nama menteri yang akan membantu Jokowi di periode kedua. Dari sejumlah menteri yang ditunjuk Jokowi, terdapat beberapa pimpinan partai politik, yakni Airlangga Hartarto, Prabowo Subianto, dan Suharso Manoarfa.
Suharso Manoarfa menuturkan tidak akan mundur dari pimpinan PPP karena diperbolehkan Jokowi. “Kata Presiden tidak apa-apa (rangkap jabatan),” ujarnya. Kebijakan Jokowi yang memperbolehkan menterinya rangkap jabatan di partai politik ini berbeda saat ia menyusun kabinet bersama Jusuf Kalla pada 2014 lalu. Saat itu Jokowi tidak mau menteri rangkap jabatan di parpol. Namun, kebijakan itu mulai berubah seiring dengan masuknya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto ke kabinet Jokowi-JK.
Dalam Pasal 22 ayat 2 UU Kementerian Negara, tidak ada syarat calon menteri berupa: bukan merupakan Pimpinan partai politik. Kemudian dalam Pasal 23 terdapat kaidah soal larangan rangkap jabatan bagi seorang Menteri, salah satunya yaitu Pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan atau APBD.
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Dr. Umbu Rauta SH., M.Hum. menilai demi kepantasan bernegara dan berpemerintahan, serta untuk memberi teladan berpolitik yang adab, ada baiknya Pimpinan Parpol yang diangkat menjadi menteri mengundurkan diri sejak pengangkatannya. “Hal lain yang menjadi semangat pendorong agar Menteri tidak merangkap sebagai Pimpinan Parpol yaitu konflik kepentingan dalam relasi DPR dengan Pemerintah,” paparnya.
Menteri adalah pembantu Presiden, sementara DPR yang anggotanya berasal dari parpol berwenang mengawasi pelaksanaan undang undang dan kebijakan pemerintah, lebih khususnya Menteri.” Agak sukar manakala anggota DPR yang berada dalam kendali fraksi melakukan pengawasan secara baik kepada Menteri yang kebetulan Pimpinan Parpol,” terang Umbu Rauta.
Usai diperkenalkan, para menteri tersebut kemudian dilantik oleh Presiden Jokowi. Pelantikan dilakukan di Istana Kepresidenan, Jakarta. (Vincent)