Salatiga, BISKOM – Beberapa waktu belakangan ini, muncul gagasan untuk kembali menghidupkan haluan negara. Hal ini menjadi suatu diskusi menarik perihal urgensi hadirnya kembali haluan negara. Mencermati hal tersebut, Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi (PSHTK) Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga bekerjasama dengan Center for Regulation Reform for Development (CORRDev) menggelar seminar nasional bertajuk ‘Menimbang Urgensi Haluan Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan’ di Balairung UKSW Senin (11/11/2019).
Dalam seminar nasional ini menghadirkan Wakil Ketua MPR RI, Dr. Ahmad Basarah sebagai keynote speaker. Selain itu terdapat 3 narasumber lain yakni Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UKSW Prof. Daniel D. Kameo, Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila RI Prof. FX Adji Samekto, dan Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember Dr. Bayu Dwi Anggono.
Ahmad Basarah menuturkan, gagasan Haluan Negara bermula sebagai salah satu rekomendasi MPR periode 2009 – 2014, yang selanjutnya pada MPR periode 2014 – 2019 melakukan kajian dan sosialisasi serta masukan dari berbagai kelompok masyarakat termasuk perguruan tinggi. “Saat ini sudah hampir menjadi kesepakatan bersama fraksi di MPR. Perbedaan fraksi hanya soal pengaturan Haluan Negara pada tataran konstitusi atau UU saja. Sebagian besar fraksi mengusulkan pengaturan pada tataran konstitusi,” ungkap Ahmad Basarah.
Hal senada diungkapkan oleh Bayu Dwi Anggono. Dirinya menjelaskan bahwa berdasarkan perbandingan beberapa negara haluan negara ditempatkan di dalam Konstitusi, contohnya Irlandia dan Filipina yang menempatkan Directive Principle of State Policy (DPSP) atau haluan negara dalam konstitusi. Haluan negara haruslah sesuai dengan perkembangan jaman dan dapat menjadi cermin dari aliran-aliran serta kekuatan nyata di tengah masyarakat (de reele machtfactoren).
“Oleh karenanya, akan menjadi menyulitkan ketika setiap rentang waktu akan mengevaluasi haluan negara yang berarti harus mengamandemen UUD. Untuk itu sebaiknya UUD hanya mengatur eksistensi adanya haluan negara dalam arti pengakuan adanya haluan negara di suatu negara, serta UUD menegaskan lembaga negara mana yang berwenang menyusun dan menetapkannya dan dengan produk hukum apa penetapan dilakukan,” terang Bayu Dwi Anggono.
Sementara itu Prof. Adji Samekto menerangkan alur pikir Garis Besar Haluan Ideologi Pancasila. Ia mengungkapkan pembangunan nasional sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila. “Pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila memiliki tujuan membangun masyarakat yang adil dan makmur menurut Pancasila. Syarat mutlak pembangunan nasional adalah Memperluas pasar dalam negeri dengan menaikan daya beli rakyat dan tercukupinya bahan baku industri nasional yang digali dari Bumi Republik Indonesia,”jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Prof Daniel Kameo memaparkan sistem perencanaan pembangunan nasional yang ideal bagi Indonesia. Menurutnya, perlu ada visi dana rah pembangunan nasional yang jelas. “Perencanaan harus bersifat komprehensif (holistic), integrative, berkelanjutan, inklusif, sinergitas dan kolaborasi antar pemangku kepentingan (Pemerintah, Dunia Usaha, Masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi, Media). Ini adalah tugas Bappenas,” kata Prof. Daniel Kameo.
Usai seminar berlangsung, Dr. Umbu Rauta SH., M.Hum. selaku Direktur PSHTK mengatakan sejauh Haluan Negara yang dimaksudkan sebagai dasar dan arah pembangunan nasional Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945, maka tidaklah bermasalah. “Selama ini, dokumen perencanaan pembangunan masih parsial, tidak integratif maupun terkesan hanya domain lembaga pemerintah/eksekutif. Saya usulkan agar nama haluan negara tidak disamakan dengan GBHN masa orde baru, saya usulkan nama Haluan Indonesia Raya atau Haluan Bangsa Indonesia,” pungkas Umbu Rauta.
Selain dihadiri ratusan mahasiswa, seminar nasional kali ini diadakan dalam rangka peringatan dies natalis dua fakultas, yaitu Fakultas Ekonomika dan Bisnis dan Fakultas Hukum UKSW. (Vincent)