Emrus Sihombing saat bersama Soegiharto Santoso/ Hoky selaku Ketua Panitia Kongres Pers Indonesia 2019.

Jakarta, BISKOM – Beberapa media online terkemuka di tanah air mengutip pandangan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang terkesan sangat prematur, terburu-buru dan emosional.

Menurut ICW, Firli Cs adalah pimpinan KPK paling buruk sepanjang sejarah. Bahkan ICW juga menilai bahwa, ini tahun kehancuran bagi KPK, yang benar-benar disponsori oleh Istana atau Presiden Jokowi dan anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024.

Pandangan dan penilaian tersebut, menurut saya sudah melampaui kewajaran, baik dari aspek dugaan pelanggaran hukum maupun ketidak taatan pada prinsip dan proses ilmiah.

Karena itu, terhadap pandangan dan penilaian ICW tersebut, saya menyarankan kepada Biro Hukum Kepresidenan, Biro Hukum DPR-RI dan Biro Hukum KPK secara terpisah melakukan pengkajian untuk mengurai apakah ada unsur dugaaan pelanggaran hukum.

Jika hasil kajian menunjukkan memenuhi unsur sebagai dugaan pelanggaran hukum, maka tiga biro hukum tersebut secara terpisah  harus melaporkannya kepada aparat penegak hukum. Ini tidak boleh dibiarkan. Tidak ada yang kebal hukum dengan alasan apapun, baik terhadap yang menamakan dirinya sebagai organisasi anti korupsi.

Sebagai contoh, ungkapan bahwa kehancuran bagi KPK, yang benar-benar disponsori oleh Istana atau Presiden Jokowi dan anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024, menurut saya, mengandung makna yang sangat berpotensi merendahkan Lembaga Kepresidenan-RI dan institusi DPR-RI. Ini, menurut saya, ICW sudah sangat keterlaluan.

Sedangkan dari aspek prinsip-prinsip ilmiah, terhadap pandangan dan penilaian ICW tersebut, belum didukung oleh fakta, data dan bukti yang holistik, kuat, mendalam serta jenuh.

Dengan kata lain, dari aspek prinsip-prinsip ilmiah, belum cukup kuat fakta, data dan bukti bagi ICW mengemukakan pandangan dan penilaian tersebut sebagai suatu proposisi ilmiah.

Lihat saja salah satu proposisi yang mereka lahirkan sebagai contoh, “Firli Cs adalah pimpinan KPK paling buruk sepanjang sejarah.” Selain proposisi ini sangat prematur tetapi  juga dangkal sekali. Sebab, lima komisioner masih hitungan hari memimpin KPK. ICW, menurut saya, tampaknya terlalu emosional sehingga mengabaikan  rasionalitas.

Merujuk pada proposisi ICW tersebut di atas sebagai suatu contoh konkrit, publik bisa meragukan kredibilitas proses ilmiah yang selama ini dilakukan ICW sebagai sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia.

Untuk itu, saya menyarankan kepada teman-teman di ICW agar lebih hati-hati dari aspek hukum dan prinsip ilmiah dalam melontarkan pandangan dan penilaian (proposisi) ke ruang publik.

Sebab, jika kurang hati-hati bisa berujung pada proses hukum dan  yang paling buruk berpotensi menurunkan kredibilitas dan reputasi ICW dari aspek ilmiah,  yang seharusnya dirawat oleh para pihak, terutama orang yang mengabdi di ICW selama ini. (Hoky)

Penulis: Emrus Sihombing, selaku Direktur Eksekutif dari Lembaga EmrusCorner.

Berita Terkait: 

Kongres Pers Indonesia 2019 Berjalan Sukses dan telah terbentuk Dewan Pers Indonesia