Jakarta, BISKOM – Target pemerintah untuk menghadirkan jaringan komunikasi terbaru 5G sebelum ibu kota dipindahkan ke Kalimantan Timur pada 2024 membutuhkan upaya dan kerjasama dari semua pihak terkait, termasuk operator. Kominfo berharap operator bisa menyelesaikan pembangunan infrastruktur base transceiver station (BTS) yang tersambung ke kabel fiber optik (fiberisasi) untuk jaringan 5G. Pembangunan diharapkan bisa dilakukan sebelum pemerintah membebaskan frekuensi pita yang bisa digunakan operator untuk menggelar jaringan 5G.
“Tidak kalah pentingnya bahwa sebelum bicara 5G, operator semua itu harus persiapkan fiberisasi, harus koneksi antar BTS dengan kabel optik. Fiberisasi dalam masa era 4G sudah bisa dilakukan,” kata Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Ismail.
Selain itu, masih ada halangan terkait ketersediaan spektrum. Sejauh ini ada beberapa spektrum frekuensi yang bisa dimanfaatkan seperti 700 MHz, 2,6 GHz, dan 3,5 GHz. Tetapi untuk saat ini, ketiga spektrum tersebut masih digunakan untuk fungsi lain, seperti spektrum 3,5 GHz yang masih digunakan untuk komunikasi satelit. Menurut Ismail, operator harusnya tidak perlu menunggu lelang spektrum untuk mulai mempersiapkan 5G di Indonesia.
Menanggapi desakan pemerintah agar operator segera melakukan fiberisasi supaya backhaul jaringan sudah terhubung dengan fiber menuai berbagai tanggapan. Wakil Presiden Direktur 3 Indonesia Danny Buldansyah pun menanggapi desakan ini. Menurutnya, 5G di Indonesia pasti akan dimulai di kota besar, seperti Jakarta, di mana backhaul sudah terbilang rapat. Danny mengatakan ada satu masalah besar bagi operator yang ingin melakukan fiberisasi. Pria yang juga menjabat sebagai Chairman of the Supervisory Board Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) ini mengungkapkan masalah yang dihadapi bukan investasi atau operasional, tetapi perizinan.
Perizinan yang dimaksud Danny adalah dengan pemerintah daerah masing-masing. Karena proyek ini membutuhkan penggalian jalan dan pemasangan kabel di tiang, ia pun meminta adanya sinergi antara industri dengan pemda.
Sedangkan menurut Chief Technology & Information Officer Indosat Ooredoo Dejan Kastelic menjelaskan fiberisasi merupakan masa depan yang krusial bagi operator. Di lain sisi, CEO XL Axiata Dian Siswarini mengatakan telah melakukan fiberisasi pada 30 persen jaringan. Persentase ini ditargetkan naik menjadi 50 persen pada akhir 2019 dan 70 persen pada 2020. (red)