Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho.

Jakarta, BISKOM – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya meminta pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Polres Metro Bekasi Kota untuk bersikap tegas terhadap Pelaku Tindak Kekerasan yang terjadi di SMAN 12 Kota Bekasi.

“Kami mengapresiasi tindakan Disdik Provinsi Jabar yang telah mencopot pelaku dari jabatannya sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Namun, kami akan memastikan bahwa pengawas internal Disdik Jabar melakukan pemeriksaan lebih jauh terkait tindakan yang telah dilakukan pelaku dan memberikan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya sebagaimana yang termuat dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Permendikbud 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan” Kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho dalam keterangan tertulisnya yang disampaikan ke media 13/02/2020.

Sementara itu, Ombudsman juga akan memantau penanganan kasus tersebut dari aspek pelaksanaan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perlindungan Anak. Undang-Undang ini secara tegas mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Bagi yang melanggarnya, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak 72 juta rupiah.

“Kami akan bertemu dengan Polres Metro Bekasi Kota terkait dengan pemeriksaan kasus tindak kekerasan terhadap anak yang dilakukan pelaku di SMAN 12 Kota Bekasi ini” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya itu lagi. Menurutnya, “ Tindak kekerasan kepada anak tersebut bukan delik aduan, jadi ada atau tidak ada pelaporan, Polres Metro Bekasi Kota harus memproses pelaku secara hukum, sesuai dengan Pasal 80 jo. Pasal 76C UU 35/2014”.

Ombudsman Jakarta Raya akan memastikan penanganan kasus tindak kekerasan ini akan lebih diutamakan oleh pihak kepolisian daripada upaya untuk mencari pengunggah video tindak kekerasan tersebut kepada publik. “Upaya publik untuk memantau cara pendidik mendidik anak siswanya di sekolah harus dihargai dan penyelenggara negara seharusnya fokus pada upaya perbaikan daripada mencari penyebar informasi tersebut kepada publik” tutur Teguh. Menurutnya lagi, “Jika tidak ada keterlibatan publik dalam pemantauan tindak kekerasan seperti ini, dikhawatirkan masalah tindakan kekerasan dalam dunia pendidikan akan terjadi secara berulang dan terus menerus”.

Penegakan hukum dalam tindak kekerasan terhadap anak menurut Ombudsman Jakarta Raya menjadi penting, karena tindak kekerasan terhadap anak di sekolah yang selama ini terjadi seringkali diselesaikan dengan pemberian sanksi semata sesuai dengan Permendikbud 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dan tidak mempergunakan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perlindungan Anak. “Kejadian ini terus berulang di wilayah pengawasan Ombudsman Jakarta Raya setiap tahunnya, sanksi administrasi tidak terbukti memberikan efek jera, dan selain itu, UU Perlindungan Anak mengamanatkan kewajiban perlindungan anak kepada penyelenggara negara” ujarnya lagi.

Selain kedua instansi tersebut, Ombudsman Jakarta Raya juga akan meminta keterangan kepada Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah III Jawa Barat selaku penanggung jawab tata kelola Sekolah Menengah Atas di Kota Bekasi dan Disdik Kota Bekasi terkait upaya mereka untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan Satuan Pendidikan.

“Kami juga memantau adanya tindak kekerasan dan bullying yang dilakukan oleh sesama siswa di SMPN 3 Kota Bekasi” lanjut Teguh.”Tindak kekerasan seperti itu harusnya tidak terjadi kalau para pihak dalam hal ini KCD III dan Disdik Kota Bekasi minimal berupaya melakukan tindakan pencegahan sebagaimana yang ada dalam Permendikbud 82/2015” tutupnya. (Hoky)