Jakarta, BISKOM – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menteri Parekraf) Wishnutama mengunjungi kantor Badan Informasi Geospasial (BIG) di Cibinong, Bogor untuk membahas berbagai persoalan di bidang pariwisata. Salah satunya peluang pemanfaatan informasi geospasial (IG) untuk meningkatkan pariwisata di Indonesia.
“Pentingnya informasi geospasial untuk perencanaan pariwisata ke depan menurut saya sangat strategis sehingga pembangunan pariwisata betul-betul bisa terancang lebih mendetail,” tutur Wishnutama, di Cibinong, Bogor, Kamis (20/2)
Dengan informasi geospasial, lanjutnya, kita bisa memperoleh gambaran yang jelas tentang potensi dan berbagai kemungkinan mulai dari aspek konektivitas hingga bencana alam, sehingga pembangunan pariwisata ke depan bisa jauh lebih baik. “Banyak sekali potensi yang bisa kita dapatkan ke depan untuk membangun pariwisata ini lebih komprehensif lagi. Konektivitas dan kebencanaan juga harus menjadi bagian dari perencanaan pariwisata,” tuturnya.
Wishnutama menyadari bahwa pariwisata tidak bisa stand alone dan memerlukan dukungan dari kementerian dan lembaga lain. Menurutnya, peran BIG sangat strategis untuk membantu memahami sekaligus menyusun Rencana Induk Pariwisata Nasional Terpadu yang ditargetkan selesai sebelum ulang tahun ke-75 Republik Indonesia. Ia menginginkan rencana yang implementatif untuk menjadi panduan bagi para stakeholder di bidang pariwisata. “Perencanaan ke depan harus lebih tepat, di situ pemetaan menjadi penting. Kami ingin melihat the lowest hanging fruit,” tutur Wishnutama.
Ia mencontohkan Bintan dan Belitung yang telah terhubung dengan Bandara Internasional Changi. Dengan sedikit ‘sentilan’, kawasan tersebut bisa lebih cepat maju dan menyerap wisatawan mancanegara. Hal tersebut akan jauh lebih efisien dibanding membangun kawasan wisata baru yang masih memiliki banyak pekerjaan rumah.
Mengenai kebutuhan informasi geospasial, Wishnutama menyampaikan pihaknya membutuhkan peta travel pattern. Pola perjalanan wisatawan yang lebih sederhana dapat meningkatkan length of stay yang secara otomatis meningkatkan pendapatan devisa negara. “Yang terpenting adalah konektivitas, bagaimana kemudahan untuk menjangkau lokasi-lokasi wisata di Indonesia,” jelas Wishnutama.
Kepala BIG Hasanuddin Zainal Abidin menyambut baik rencana tersebut karena informasi geospasial penting sekali untuk membangun pariwisata. Misalnya Thailand yang sudah lama memanfaatkan informasi geospasial untuk pengembangan pariwisatanya. BIG juga sudah mendata 16.671 pulau di Indonesia yang bisa digali potensinya untuk menjadi destinasi wisata.
Ia menjelaskan bahwa BIG terbiasa bekerja di balik layar menyediakan informasi geospasial yang dimanfaatkan oleh berbagai kementerian dan lembaga. Ia pun menganjurkan agar Kementerian Parekraf mengampu peta wisata dan terlibat dalam Kebijakan Satu Peta (KSP). “Perpres KSP yang baru akan mengakomodasi tambahan tema dari 85 peta tematik yang telah terintegrasi. Kemenparekraf boleh mengusulkan tambahan peta wisata. Hal tersebut akan memperkaya analisis pemanfaatan ruang,” jelasnya.
Saat ini, menurut Hasanuddin, yang sudah mengusulkan tambahan tema adalah Kementerian Kemaritiman yang meminta tambahan 51 tema kemaritiman serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta tambahan 45 tema kebencanaan.
Pada kesempatan tersebut, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik (BIG) Antonius Bambang Wijanarto menjelaskan perencanaan pembangunan kawasan wisata dapat memanfaatkan spatial modelling. Kajian tersebut akan memberikan insight bagaimana perubahan pemanfaatan ruang akan berdampak pada pola kehidupan masyarakat hingga tingkat kesejahteraannya. “Kita pun mesti ingat bahwa Indonesia tergolong rentan bencana. Peta bencana mutlak dibutuhkan sebagai acuan pembangunan berkelanjutan,” pungkasnya. (red)