Banda Aceh, BISKOM – Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Brodjonegoro meresmikan mesin distilasi molekuler (MD) dan fraksinasi nilam skala industri di Atsiri Research Center (ARC) – Pusat Unggulan Iptek (PUI) Nilam Aceh di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, pada Jumat (28/2/2020).
Tanaman nilam (Pogostemon cablin) dapat diolah untuk menghasilkan minyak nilam atau patchouli oil sebagai larutan fiksatif (pengikat aroma) untuk berbagai campuran parfum. Indonesia yang menyediakan sekitar 90 persen minyak nilam mentah saat ini ditargetkan dapat lebih banyak mengekspor minyak nilam terfraksinasi. Minyak ini banyak diimpor oleh banyak negara di dunia, antara lain Amerika Serikat, Perancis, dan Singapura.
Bambang mengapresiasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) karena tidak hanya mampu mempelajari teknologi distilasi (penyulingan) dan fraksinasi (pemisahan senyawa larutan) sebagai upaya reverse engineering tetapi juga mampu menciptakan inovasi dengan membuat alat tersebut bagi minyak nilam mentah unggulan dari Aceh.
“Yang kami harapkan dari Kemenristek/BRIN kepada BPPT adalah lebih mengarah pada inovasi. Transfer teknologi dan reverse engineering yang dilakukan sekarang kita harapkan tidak hanya bisa menguasai teknologi yang tadinya barangkali asing bagi kita tapi lebih dari itu harus ada nilai tambahnya. Nilai tambahnya adalah inovasi yang kita harapkan bisa menyertai proses alih teknologi atau reverse engineering tersebut,” papar Bambang.
Selama ini minyak nilam mentah Indonesia diekspor ke beberapa negara lain untuk diolah oleh negara tersebut menjadi minyak nilam terfraksinasi. Dengan alat distilasi dan fraksinasi BPPT ini Unsyiah diharapkan mampu mengolah 24 ton daun nilam per tahun langsung menjadi minyak nilam terfraksinasi, baik fraksinasi berat (kandungan 60 persen) untuk larutan fiksasi atau larutan dasar parfum maupun fraksinasi ringan (antara satu hingga dua persen) untuk larutan dasar minyak oles atau medicated oil, sabun cair, dan produk kesehatan berbasis larutan aromatik lainnya.
“Saya berterima kasih kepada rekan peneliti terutama dari Universitas Syiah Kuala dan didukung oleh BPPT yang tidak pernah lelah untuk selalu meningkatkan nilai tambah dan kualitas dari hilirisasi riset tersebut dan kami harapkan semangat itu juga menular untuk berbagai komoditas lain yang saya yakin masih banyak terdapat di Aceh, tidak hanya di sekitar Banda Aceh tapi di seluruh Provinsi Aceh. Semakin banyak komoditas yang bisa dihilirkan, saya yakin perekonomian Aceh juga semakin baik,” kata Menristek.
Sementara itu, Kepala ARC Unsyiah, Dr. Syaifullah Muhammad ST., MT. mengatakan mesin fraksinasi nilam ini mampu berproduksi 24 ton per tahunnya. Dengan menghilangkan sedikit air, akan menghasilkan dua bagian yaitu fraksi ringan dan fraksi berat. Fraksi berat memiliki kadar 60 persen patchouli yang dapat diubah menjadi 12 juta botol parfum. Sedangkan fraksi ringan memiliki kadar 1-2 persen patchouli yang kaya zat aktif yang kerap digunakan untuk obat-obatan, aroma terapi, hingga kosmetik. “Andai setiap botol parfum dijual Rp150 ribu, maka akan menghasilkan Rp1,8 triliun. Ini masih harga di dalam negeri. Jika di pasarkan ke luar negeri, tentu nilainya akan jauh bertambah,” paparnya.
Selain meresmikan mesin MD, Menristek yang didampingi Kepala BPPT Hammam Riza, turut mengunjungi Nino Park Unsyiah, sebuah kawasan pembibitan tanaman nilam yang berada di kawasan Sektor Timur, Darussalam. (red)