Jakarta, BISKOM – Menteri Riset Teknologi / Kepala BRIN, Bambang P.S. Brodjonegoro, didampingi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza, meresmikan penamaan Gedung  I dan II BPPT, menjadi Gedung Soedjono Djoened Poesponegoro untuk Gedung I, dan Gedung B.J. Habibie, untuk Gedung II.

Penamaan gedung baru, dituturkan Kepala BPPT, Hammam Riza, merupakan penghargaan bagi para tokoh bangsa, yang memiliki jasa besar dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi di tanah air.

“Soedjono adalah Menteri Riset Pertama di Indonesia, dan BJ Habibie, adalah Bapak Teknologi Bangsa yang juga Presiden Ketiga RI. Habibie juga lah yang menjadi pendiri BPPT. Keduanya  merupakan tokoh teknologi Indonesia yang memiliki dedikasi tinggi dalam pengkajian dan penerapan Iptek, untuk kemajuan bangsa Indonesia pada eranya masing-masing,” ungkap Hammam Riza di Kantor BPPT, Jakarta, Senin (09/3).

Prof. Dr. Soedjono Djoened Poesponegoro menjabat sebagai menteri riset sejak tahun 1962 sampai tahun 1966, di bawah Kabinet Kerja III, Kerja IV, dan Dwikora I. Adapun pada saat itu, Menristek bernama Menteri Urusan Research Nasional, yang berada dibawah Menteri Koodinator Kompartemen Pembangunan.

Dikatakan Kepala BPPT, Soedjono merupakan tokoh ilmuwan Indonesia terkemuka serta pionir dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia baik di bidang kedokteran serta beberapa cabang ilmu pengetahuan lainnya.

Sementara Prof. B.J. Habibie adalah sosok yang mengabdi selama 20 tahun sejak 26 Maret 1973 hingga 16 Maret 1998, sebagai Menteri Negara Riset, dan Teknologi, merangkap jabatan sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).  Habibie pun kemudian diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia ketiga, setelah sebelumnya menjadi Wakil Presiden Kabinet Pembangunan VII.

Lebih lanjut dikatakan Kepala BPPT, bahwa pihaknya juga memberi nama Auditorium BPPT sebagai Auditorium Soemitro Djojohadikoesoemo.

Soemitro kata Hammam adalah Menteri Negara Riset RI, pada Kabinet Pembangunan II,  28 Maret 1973 sampai 28 Maret 1978. Kiprah Soemitro sebagai Menristek di era awal masa pembangunan Indonesia pun sangat besar, karena Soemitro merupakan sosok pendorong awal mula tumbuhkembangnya pengusaha lokal di Indonesia ini.

Simbol Lompatan Teknologi

Lebih rinci dalam urusan penggantian nama Gedung dan Auditorium BPPT itupun, Hammam menyatakan hal tersebut merupakan simbol dari lompatan teknologi, yang memiliki tujuan penting untuk mewujudkan cita Indonesia Maju.

Penamaan ketiga tokoh tersebut imbuhnya, juga merupakan penghormatan atas kiprah mereka di bidang Iptek dalam pembangunan nasional, yang dirintis oleh ketiga tokoh bangsa tersebut.

“Kami di BPPT berharap, dengan penamaan gedung BPPT dengan nama tokoh bangsa itu, dapat menjadi tonggak, dan penyemangat pembangunan yang tengah dilakukan pemerintah Indonesia saat ini,” ujarnya.

Hammam lalu menegaskan bahwa Soedjono, Habibie, dan Soemitro, memiliki konsep besar dalam menapaki pembangunan nasional bangsa ini. Soemitro urainya, dikenal dengan ide besarnya dalam membangun institusi riset di Indonesia secara Solid, kemudian BJ Habibie dikenal dengan keberhasilannya melakukan pengkajian dan penerapan teknologi untuk membangun sumberdaya manusia, hingga membangun pesawat terbang secara Smart, kemudian Pak Soemitro kita tahu bahwa ide dan gagasannya dapat membawa pembangunan ekonomi dengan Speed yang cepat di awal-awal era pembangunan nasional kala itu.

Konsep besar pembangunan dari ketiga tokoh bangsa itu menurut Hammam masih relevan hingga kini. Hammam pun mengaku bahwa sejak dirinya diamanatkan menjadi Kepala BPPT pada awal 2019 lalu, Tagline BPPT Solid, Smart, Speed terus digaungkannya untuk menjadi budaya kerja di seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) BPPT.

Budaya kerja tersebut dikatakan Hammam  ditujukan agar peran BPPT dalam melahirkan inovasi dan teknologi yang tepat guna dalam pembangunan, semakin banyak jumlahnya. Produk inovasi teknologi BPPT itupun sambun Hammam, pemanfaatannya ditujukan untuk pemangku kepentingan strategis sebagai solusi permasalahan nasional, untuk industri nasional agar daya saingnya terus meningkat, serta untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, sesuai Visi Indonesia yang maju, mandiri, adil dan makmur.

“Kami ingin peran dan kontribusi BPPT dalam era pembangunan di Kabinet Pak Jokowi ini juga semakin meningkat. Seperti Drone Kombatan atau PUNA MALE Elang Hitam untuk kedaulatan bangsa, kemudian  pembangunan pabrik garam terintegrasi, untuk subtitusi impor, inovasi bahan bakar nabati B-50 untuk kemandirian BBM dan daya saing industry nasional, serta inovasi lain di bidang pangan dan kesehatan seperti pangan pencegah stunting untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, hingga melakukan audit teknologi untuk kenyamanan dan keamanan LRT Jabodetabek. Semua hal itu, kami tujukan untuk bukti nyata bahwa BPPT siap mendorong cita Indonesia yang maju, mandiri, adil dan makmur,” pungkas Hammam.

Tantangan Penerapan Inovasi

Senada dengan Hammam,  Menteri Riset Teknologi/Kepala BRIN Bambang PS Brojonegoro, mengatakan bahwa dirinya sepakat dengan penamaan Gedung dan Auditorium dari tiga tokoh tersebut.

Dikatakan Menristek, ketiganya punya latar belakang yang berbeda yakni adalah dokter, engineering dan ekonom. 

“Ini menunjukan bahwa aspek riset teknologi dan inovasi di Indonesia memang membutuhkan pendekatan lintas bidang,” terangnya.

Jika kita lihat sekarang dari kuantitasnya memang dibidang kesehatan dan farmasi luar biasa banyaknya. Kemudian pertanian dan engineering, tentunya menghadapi tantangan kedepan kita harus bisa memanfaatkan advance teknologi di engineering, IT guna mendukung kesehatan, pangan dan lain sebagainya. 

“Jadi untuk BPPT sudah saatnya meninggalkan individualisme, artinya harus ada kerjasama. Contohnya untuk pengembangan smart farming, yang mana ahli agriculture menunjukan apa yang dibutuhkan, sementara ahli IT menerjemahkan kebutuhan tersebut dengan penerapan IT dan AI misalnya,” papar Menristek. 

Lebih lanjut Menristek juga menegaskan bahwa saat ini, kita semua dihadapkan dengan berbagai tantangan maupun permasalahan yang luar biasa, di berbagai aspek kehidupan. 

Salah satunya, bagaimana teknologi bisa memecahkan masalah kesehatan. Karena itu agar BPPT, Eijkman dan LIPI, dapat bekerja bersama guna mencari solusi cepat dan harus ada quick win dari ketiga lembaga tersebut.

“Harus ada upaya dan kerjasama, dan BPPT harus terlibat. BPPT yang punya spesialisasi bidang kesehatan untuk ikut berpartisipasi. Saya berharap pemberian nama Gedung ini akan membuat kita semua menjadi semakin produktif dalam melakukan kegiatan riset litbangjirap, sehingga bisa menghasilkan invensi dan inovasi yang mendukung dan menjawab kebutuhan masyarakat dan bangsa. Itulah esensi inovasi di Indonesia,” lugas Menristek. (red)