Apakah kita bisa kembali bekerja secara normal ? Itu pertanyaan yang diberikan ke saya, dan tadinya saya mau jawab singkat ‘bisa’, tapi ternyata tidak semudah yang saya bayangkan.
Wuhan mungkin telah kembali bisa diakses dan ribuan orang berusaha menata hidupnya kembali , dengan bekerja tentunya. Tapi selepas wabah Covid-19, akan banyak yang berubah. Selama masa wabah, kita menerapkan social distancing, physical distancing, yang mengakibatkan kita semua harus diam dan bekerja di rumah. Ada beberapa perusahaan, karena harus tetap melayani masyarakat, mereka menerapkan pola split team. Tim bergantian masuk, tidak keseluruhan tim dalam satu divisi atau departemen.
Lalu setelah wabah ini selesai, apa yang berubah? Jelas gaya hidup kita. Kita akan hidup lebih memperhatikan kebersihan dan sanitasi. Tapi adakah yang akan berubah dengan cara kita bekerja ?
Pertama, perusahaan kemungkinan akan tetap menerapkan pola split-team untuk beberapa waktu ke depan, perkiraan saya hingga akhir 2020 ini. Semua ini dilakukan untuk memastikan wabah Covid-19 tidak terulang dan terkena di salah satu tim kita. Pola split-team ini akan membuat beberapa hal berbeda. Terkait absensi kehadiran karyawan. Perusahaan harus memastikan memiliki sistem kehadiran yang bisa mengatur dan menghitung banyaknya karyawan yang bekerja split-team dan pola Work From Home. Oleh karena itu, kehadiran karyawan akan bergantung kepada aplikasi yang dipasang di smartphone mereka. Jam kehadiran dan kerja mereka akan dilihat dan dimonitor dari aplikasi kehadiran ini.
Hal ini tentu tantangan sendiri bagi perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, yang selama ini mengandalkan sistem absensi di tempat, dan sekarang harus bisa dikombinasikan dengan pola Split Team dan Work From Home.
Kedua, menggunakan marketplace untuk menjaga market dan penjualan perusahaan anda.
Kita telah dan akan melihat beberapa industri terkait dengan bidang Pariwisata, Perhotelan, Transportasi, Otomotif, Konstruksi dan Real Estate, Pabrikan, Bank – Asuransi , Edukasi, Minyak dan Gas Bumi. Tapi kita lihat juga ada bidang yang bisa bertahan dan malah mendapatkan angin segar, seperti Agrikultur, e-Commerce, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Kesehatan , Makanan Minuman, Layanan Medis. Ini asumsi dari Dcode EFC Analysis.
Nah industri terdampak di atas harus mensiasati untuk bertahan setidaknya hingga akhir 2020 ini. Sedangkan industri yang mendapatkan keuntungan dari kondisi saat ini dapat terus mengembangkan diri. Salah satu yang menarik kita lihat adalah tingginya permintaan dan pembelian melalui e-commerce. Di saat kita tidak mungkin bertransaksi dengan toko offline, sekarang banyak toko mulai mempersiapkan diri menggunakan platform e-commerce dan memperbaiki penampilan perusahaan dan usaha mereka di dunia online.
The COVID-19 Commerce Insight tracker’s new data shows pure play e-commerce revenue up 37% in the past seven days, compared to the same time last year, and orders are up 54%
Peningkatan pendapatan hingga 37% dan jumlah order meningkat hingga 54%, inilah kondisi dunia e-commerce dunia, dan tentu saja juga terjadi di Indonesia. Dunia e-commerce harus memaksimalkan potensi Artificial Intellegence dan Automation untuk mendapatkan nilai efisiensi maksimum dalam kondisi saat ini.
Data is gathered from more than 1 billion engagements and 400 million consumer transactions across 120 countries, 2,500 global businesses, and “provides a global and regional picture of pure e-commerce and online retail performance and trends, a key indicator of economic conditions during the outbreak. (Emarsys & GoodData)
Tren inilah yang mengharuskan usaha dan perusahaan anda memiliki website dan menggunakan marketplace untuk berjualan secara online. Yang harus didalami dengan waktu yang ada adalah bagaimana perusahaan anda bisa menggunakan website, chat, sosial media serta marketplace.
Ketiga, memastikan perusahaan siap mendukung perubahan infrastruktur teknologi informasi. Mengapa? Karena dengan pola sekarang, maka tidak semua orang akan hadir di kantor pada saat yang sama, artinya secara kapasitas bisa saja berkurang hingga 50%. Penggunaan aplikasi akan terbagi juga untuk karyawan yang mengakses sistem dari luar kantor, karena sisanya akan tetap bekerja secara remote. Pola split-team dan WFH akan menurunkan penggunaan kapasitas bandwidth di dalam kantor, tapi akan membuat perusahaan harus siap menerima akses dari luar ke dalam kantor. Oleh karena itu, perusahaan harus bisa menyesuaikan infrastruktur jaringan dan pola pengguna mengakses aplikasi.
Dalam hal ini juga, perusahaan akan banyak mempertimbangkan untuk menggunakan layanan cloud, karena akan semakin banyak aplikasi yang juga diakses dari luar kantor. Maka kita akan melihat pola pergerakan perusahaan menggunakan layanan berbasis cloud. Mulai dari aplikasi kehadiran , aplikasi akunting atau ERP system, aplikasi sistem HRD online, sistem lainnya yang harus bisa diakses dari manapun. Maka ada yang mulai memindahkan aplikasinya ke server cloud, tapi ada juga yang memikirkan pola akses berbasis web ke aplikasi existing mereka. Ini akan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan. Aplikasi seperti TSPLUS akan membantu pengguna mengakses aplikasi yang umumnya mereka akses dari dalam kantor.
Perusahaan juga harus memikirkan keamanan akses data ke aplikasi mereka. Maka banyak perusahaan mulai mengimplementasi keamanan akses seperti VPN, SSL dan implementasi Firewall dan keamanan end point untuk sisi pengguna. Tantangan akan semakin rumit, karena harus melakukan menjamin keamanan hingga ke perangkat pengguna yang bisa saja sangat mobile, seperti laptop dan smartphone.
Selain itu penggunaan Network Attached Storage juga akan semakin menjamur, karena NAS akan membuat pengguna bisa mengakses data mereka dari manapun, lebih mudah dari smartphone dan laptop mereka.
Untuk itu perusahaan harus memastikan infrastruktur mereka tidak hanya tersedia bandwidth cukup untuk keluar dari kantor, tapi juga trafik dari luar kantor masuk ke server-server mereka.
Keempat, perusahaan harus mempersipkan SDM Teknologi Informasi dan Komunikasi yang handal menjawab tantangan setelah wabah Covid-19. Mengapa? Karena sekarang harus mempersiapkan beberapa hal, pengguna yang tidak berada di kantor semua akan menjadi salah satu tantangan.
Menurut DICE, perusahaan harus mulai memikirkan untuk memiliki tim dengan fungsi khusus, seperti :
– Support Desk yang memiliki pengalaman mendukung remote user. Tentu saja untuk hal ini, maka perusahaan harus menyediakan sistem helpdesk berbasis web yang bisa diakses dari dalam kantor ataupun luar. Sistem Helpdesk juga memiliki kemudahan seperti menerima email dan bisa menerima chat dari user dan kemudian menjadikannya tiket dalam sistem.
– Cloud Arsitek, akan memegang peranan penting. Karena semua infrastruktur perusahaan akan mulai beralih ke cloud, minimal 50% akan menggunakan layanan cloud. Aplikasi yang sering diakses pengguna akan cenderung diletakkan di cloud untuk mengoptimalkan server dan bandwidth.
– Produk dan Project Manager dengan pengalaman mengatur tim yang bekerja remote. Ilmu manajemen proyek tidak laku cukup, tapi harus dilengkapi dengan kemampuan handal untuk bisa mengatur tim yang bekerja secara remote. Oleh karena itu penggunaan software platform yang digunakan untuk kolaborasi akan sangat tinggi, seperti Zoho Remotely , Lark dan sejenisnya. Product dan Project Manager harus sangat fasih menggunakan media konferensi, seperti Skype, Zoom dan Zoho Meeting, karena semua koordinasi akan dilakukan melalui berbagai media ini.
– System Administrator juga akan menyesuaikan skill nya. Karena nanti server harus bisa diakses dari dalam dan luar kantor maka harus bisa menguasai keamanan jaringan dan keamanan siber dengan baik. Pengguna akan memasang perangkat keamanan end point untuk memastikan akses mereka ke server-server kantor.
Nah, pastikan kesiapan perusahaan anda untuk kesemua hal diatas.
Fanky Christian, penulis adalah direktur PT Daya Cipta Mandiri Solusi dan PT Kota Cerdas Indonesia, ketua APTIKNAS DPD DKI Jakarta.