Jakarta, BISKOM – Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta jajaran Polda Metro Jaya untuk tidak ragu menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran PSBB sebagaimana Pergub No. 33/2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta termasuk larangan Ojol untuk mengangkut penumpang. Hal itu menyusul terbitnya Permenhub No. 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 yang membuka kemungkinan bagi Ojol dapat membawa penumpang selama pelaksanaan PSBB.
Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho. “Polda Metro Jaya harus mengacu pada Pergub tersebut dan bukan pada Permenhub No. 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)”. Pergub tersebut merupakan pelaksanaan dari Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/239/2020 tentang Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan PP No. 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Kemenkes merupakan leading sector dalam penetapan dan pengawasan pelaksaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Peraturan Pemerintah tersebut merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
Maka, peraturan yang lain wajib disinkronisasikan dengan Permenkes tersebut dan bukan sebaliknya. Pergub yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI sudah sepenuhnya merujuk pada peraturan tersebut. Pilihan Presiden untuk menjadikan Kemenkes sebagai leading sector penetapan dan pengawasan PSBB di Kemenkes sebagaimana PP No. 21/2020 sudah pasti berdasarkan wilayah kewenangan Kemenkes sebagai Kementerian yang membidangi Kesehatan Masyarakat.
“Jadi, dengan alasan apapun, Polda Metro Jaya seharusnya tidak bimbang merujuk pada peraturan yang mana dan bisa menyegerakan untuk melakukan pengawasan PSBB sesuai dengan Pergub DKI Jakarta No. 33/2020” tutur Teguh.
Berdasarkan kajian Ombudsman Jakarta Raya, Pedoman Permenkes yang termuat dalam pasal 15 peraturan tersebut sebagai bagian tidak terpisahkan sangat jelas dan tidak multi interpretasi. “Menjadi aneh ketika Kemenhub menyatakan dalam pasal 11 ayat 1 poin D memperbolehkan Ojol untuk mengangkut penumpang selama memenuhi protokol kesehatan dan dapat dipastikan bahwa ketentuan dari Kemenhub tersebut tidak sesuai dengan kebijakan Social Distancing,” ujar Teguh.
“Kalau alasanya demikian, maka tidak perlu ada Social Distancing di kendaraan umum lain juga selama memenuhi kaidah protokol tersebut, seperti melakukan disinfectan kendaraan, semua penumpang dan petugas mempergunakan masker dan sarung tangan serta tidak berkendara saat mengalami demam tinggi” menurutnya lagi.
Secara teknis juga akan sangat menyulitkan Anggota Kepolisian dalam penegakan hukum di lapangan, bagaimana memastikan bahwa pengemudi Ojol melakukan disinfectan kendaraanya, dan memastikan ratusan ribu pengedara ojol suhunya sedang tidak tinggi saat bertugas. “Alat kontrol yang paling mudah bagi petugas kepolisian dilapangan adalah dengan melihat Social Distancing pengguna kendaraan, dan karena tidak ada social distancing di motor, maka alasan Kemenkes untuk mengizinkan Ojol hanya untuk pengangkutan barang sangat relevan” tuturnya lagi.
Ombudsman Jakarta Raya sendiri mendukung Pemprov DKI untuk mengajukan PSBB kepada Kemenkes agar ada kepastian wilayah kewenangan Pusat dan Daerah. “Sebelum ada penetapan ini, Kemenhub telah menolak upaya Pemprov DKI untuk melakukan pelarangan operasi Bis Antar Kota Antar Provinsi dan mementahkan rekomendasi dari badan otonomi Kemenhub sendiri yaitu Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPJT) untuk menghentikan pelayanan transportasi antar kota selama pandemic Covid 19” tutur Teguh lagi. “Dengan penetapan PSBB, Rambu-rambunya sudah jelas, sehingga perangkat evaluasinya juga lebih mudah dan upaya Kemenhub untuk membuat aturan di luar kesepakatan tersebut akan mempersulit kerangka evaluasi efektifitas PSBB nantinya.
Peran Kemenhub sebetulnya masih sangat besar untuk membantu para pengemudi Ojol. “Sebagai regulator, Kemenhub sangat mungkin membuat aturan agar dua aplikator Ojol mengurangi jumlah potongan mereka ke para pengemudi yang saat ini berjumlah 20% menjadi 5-10% dulu selama masa pandemi” ujar Teguh. Menurutnya hal itu dimungkinkan, karena seluruh dunia usaha saat ini juga berkorban dan bergotong royong menanggulangi dampak pandemi Covid-19. “Wajar kalau Gojek dan Grab mengurangi jumlah potongan mereka ke para pengemudi saat ini, nilai valuasi perusahaan-perusahaan tersebut sudah melampaui beberapa perusahaan yang berdiri puluhan tahun hanya dengan capaian beberapa tahun saja, dan semua itu berkat jasa para pahlawan jalanan mereka, para pengemudi”.
Selain itu, Kemenhub sebagai kementerian yang membidangi urusan transportasi publik di Indonesia bisa mendorong pihak terkait termasuk OJK dan pihak perbankan untuk segera merealisasikan keringanan kredit bagi para pelaku usaha di industri transportasi termasuk para pengemudi Ojol dan Taxi Online. Peran Kemenhub yang tidak kalah penting adalah melakukan koordinasi dengan kementerian terkait untuk membantu Pemprov DKI dalam memberikan bantuan sosial bagi para pekerja sektor transportasi.
Ombudsman Jakarta Raya selaku pengawas pelayanan publik di wilayah Jakarta Raya mengingatkan bahwa setiap Pejabat dalam menggunakan kewenangannya wajib mendukung efektifitas PSBB untuk Social Distancing dalam melawan Covid-19, selain itu keberhasilan dalam mencegah penyebaran Covid-19 juga sangat tergantung pada kerjasama para pihak. “Kini rujukannya sudah ada, Permenkes No. 6/2020 dan Pergub No. 33/2020”, semua pihak seyogyanya mengacu kesana termasuk intansi dan perusahaan swasta yang tidak dikecualikan dalam peraturan tersebut untuk mematuhinya” tutupnya. (Hoky)