Prof Maria Farida Indrati saat memberikan paparan materi dengan topik “Pembentukan Perundang-Undangan di Masa Darurat (Covid-19)”

Jakarta, BISKOM – Center for Regulation Reform for Development Universitas Kristen Satya Wacana (CoRRDev UKSW) bersama Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi (PSHTK) UKSW menyelenggarakan e-lecture dengan topik “Pembentukan Perundang-Undangan di Masa Darurat (Covid-19)” pada Jumat (3/7/2020) pukul 9.00 via zoom online. Hadir sebagai narasumber tunggal yakni Guru Besar Ilmu Perundang-undangan, Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH., MH. Kegiatan e-lecture ini diikuti setidaknya 685 peserta dari berbagai latar belakang, tidak hanya mahasiswa dan akademisi, namun juga para legal drafter dan praktisi hukum dari berbagai institusi/lembaga.

Dalam pengantarnya Prof. Maria mengatakan bahwa dengan adanya pandemi covid-19 ini, banyak sekali permasalahan dalam bidang perundang-undangan. “Bahkan kalau kita mau menekuni betul bidang ini, maka sangat banyak. Karena hampir semua provinsi, kabupaten/kota yang terkena dampak ini banyak mengeluarkan peraturan, dan peraturannya bermacam-macam. Kalau perda jarang sekali, tetapi peraturan kepala daerah, instruksi gubernur/bupati/walikota sangat banyak,” papar Maria.

Saat membahas salah satu produk perundang-undangan yakni Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020, Prof. Maria menyampaikan kritiknya. “Sebetulnya saya menyesalkan kenapa Pergub ini harus ditetapkan sendiri. Seharusnya sebagai ibukota negara, daerah penyangganya (Bodetabek) terlalu banyak. Sehingga seharusnya penerapan PSBB adalah Jakarta dan daerah penyangganya secara bersama-sama, kalau kemarin kan tidak. DKI memutuskan dulu, baru daerah penyangganya menyusul,” ungkapnya.

Prof. Maria menjelaskan, dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 dijelaskan makna “kegentingan yang memaksa” yakni adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang; Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum adasehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai; kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengcara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

“Pengertian kegentingan yang memaksa tidak dimaknai sebatas hanya adanya keadaan bahaya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 12 UUD 1945.  Memang benar bahwa keadaan bahaya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 12 UUD 1945 dapat menyebabkan proses pembentukan Undang-Undang secara biasa atau normal tidak dapat dilaksanakan, namun keadaan bahaya bukanlah satu-satunya keadaan yang menyebabkan timbulnya kegentingan memaksa sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 1945,” terang mantan hakim konstitusi ini.

Para peserta e-lecture yang diselenggarakan CoRRDev & PSHTK UKSW

Lebih lanjut Prof. Maria menerangkan bahwa jika melihat konsiderans Perppu Nomor 1 Tahun 2020, huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d dapat disimpulkan bahwa kegentingan yang memaksa dalam Perppu tersebut lebih condong untuk menyikapi kebijakan keuangan negara (ekonomi) dan bukan kebijakan di bidang kesehatan. “Huruf a itu pertimbangan kesehatan dan ekonomi. Huruf b pertimbangan eknomi dan sedikit kesehatan. Huruf c pertimbangan ekonomi dan huruf d juga pertimbangan ekonomi,” ujarnya.

Dalam paparanya, Prof. Maria juga membahas mengenai postur APBN. “Apakah boleh Perppu itu mengubah postur APBN kita? Padahal di pasal-pasal Perppu tersebut diatur defisit tahun 2021-2023. Ini akan menimbulkan permasalahan karena setiap tahun setelah selesainya APBN dilaksanakan oleh Presiden, maka ada UU tentang Pertanggungjawaban APBN. Bagaimana kita membentuk APBN 2021, 2022, 2023? UU ini (UU Nomor 2 Tahun 2020) mengubah hampir 11 UU yang ada, diubah beberapa pasalnya, jadi seperti membuat omnibus law,” jelas Prof. Maria.

Ketua CoRRDev, Dr. Umbu Rauta, SH., M.Hum., mengatakan bahwa kegiatan e-lecture seperti ini bukan yang pertama kali dilakukan. “Kami berharap ke depan kegiatan-kegiatan serupa baik dalam tema-tema tentang pembaruan regulasi maupun terkait dengan konstitusi pada umumnya terus akan kami lakukan sebagai upaya untuk diseminasi informasi dan upaya berdiskusi tentang topik-topik yang ada di negara ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Maria yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau, dan juga terima kasih kepada para peserta yang sudah berpartisipasi,” pungkas Umbu. (red)