Jakarta, BISKOM – Di era serba teknologi ini, berbagai modus kejahatan juga ikut berkembang. Belum lama ini publik dihebohkan dengan aksi pembobolan rekening di tiga bank plat merah oleh komplotan A (36) dan M (34). Penyelidikan terhadap kawanan pembobol yang menguras rekening di tiga bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan kerugian mencapai ratusan juta itu dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimun) Polda Sumsel.
Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Sumsel Kompol Suryadi mengatakan para komplotan itu bisa mendapatkan identitas para korbannya dengan cara memungut struk. “Struk-struk hasil transaksi yang ditinggalkan di sebuah ATM mereka pungut,” papar Suryadi.
Komplotan itu bisa memperoleh nomor rekening dan sisa jumlah saldo milik nasabah. Suryadi menyebut, dari struk yang diperoleh tersebut para pelaku mengetahui saldo calon korbannya dan langsung mengambilnya. “Setelah dapat struk yang saldo dalam jumlah besar, barulah para pelaku mencari data nasabah,” katanya.
Untuk mendapatkan data-data itu, komplotan ini mencarinya dari data pemilih pada website milik Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selanjutnya, mereka menduplikasikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik korban.
Menanggapi kasus ini, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) angkat biacara. Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN, Anton Setiawan menjelaskan bahwa metode pembobolan rekening bermodalkan struk ATM ini dinilai meragukan. Pasalnya, jika pelaku menggunakan pemalsuan dokumen, maka ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilanggar oleh bank yang diincar oleh pelaku. “Kalau memang benar terjadi seperti itu (pembobolan via pemalsuan dokumen), maka pasti ada prosedural prinsip (SOP) yang dilanggar pada proses bisnis di bank,” ujar Anton.
Apabila ada SOP yang dilanggar, lanjut Anton, bank terkait pun harus menjalani proses audit investigatif sebagai konsekuensinya. “Sebagai konsekuensi, seharusnya ada audit investigatif terhadap bank (terkait) atas pelanggaran ini, tidak berhenti hanya uang nasabah diganti saja. Ini untuk menjaga nama baik bisnis perbankan dan kepercayaan masyarakat,” tambahnya.
Anton juga meragukan adanya relevansi antara data KTP dan informasi yang tercantum di setruk ATM. Terlebih, rincian situs KPU yang dijadikan sumber untuk pemalsuan dokumen, menurut Anton, juga masih belum jelas.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat khususnya nasabah bank agar tidak membuang sembarangan struk ATM usai transaksi. Ini untuk mencegah modus baru pembobolan rekening bank melalui struk.
“Kita mengimbau agar masyarakat tidak membuang sembarangan struk ATM, atau memilih alternatif lain dalam meminimalkan pencetakan transaksi, seperti pilihan fitur tampilan saldo rekening/transaksi pada layar ATM, penggunaan SMS banking, hingga penggunaan mobile banking,” terang Kepala OJK Sulawesi Tenggara (Sultra), Mohammad Fredly Nasution. (red)