Ilustrasi obat

Jakarta, BISKOM – Video Anji dan Hadi Pranoto soal obat Covid-19 yang berjudul “Bisa Kembali Normal? Obat Covid-19 Sudah Ditemukan!! memicu kontroversi dan menghebohkan akhir-akhir ini.  Hadi Pranoto disebut sebagai profesor, ahli mikrobiologi, dan dokter, belakangan diketahui dia bukan profesor, ahli mikrobiologi, atau dokter.Video yang viral tersebut berisi vlog tentang obat Covid-19 yang diduga telah ditemukan oleh Hadi Pranoto.

Hadi Pranoto menyatakan racikannya itu adalah obat yang mampu menyembuhkan dan mencegah orang dari penyakit Covid-19. Dia menyebutnya sebagai antibodi. “Antibodi ini bisa menyembuhkan dan juga bisa mencegah. Berbeda dengan vaksin. Kalau vaksin itu kan disuntikkan dan kalau ini diminum,” terang Hadi dalam video tersebut.

Menyikapi maraknya klaim-klaim serupa, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)/ Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN) menyebutkan syarat seseorang bisa mengklaim penemuan obat. Menurut Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek/BRIN Ali Ghufron Mukti, penemuan obat juga harus lulus uji komite etik di Ristek BRIN untuk memastikan fungsi dan efek samping obat. Setelah terpenuhi, penemuan obat baru bisa didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapatkan izin edar.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Slamet, menjelaskan produksi obat harus melewati beberapa tahapan pengujian ilmiah. Mulai dari penelitian bahan hingga proses produksi. Pertama, diawali dengan upaya penemuan bahan/zat/senyawa potensial obat melalui berbagai proses penelitian. Kemudian bahan itu akan diteliti dengan berbagai rangkaian ujian.

“Kedua, bahan/zat/senyawa potensial obat tersebut harus melewati berbagai proses pengujian di antaranya uji aktivitas zat; uji toxisitas in vitro dan in vivo pada tahap pra klinik,” papar Slamet.

Setelah itu, produksi obat juga harus melalui uji klinik fase I, fase II dan fase III. Kemudian pada tahap ketiga, ucap Slamet, mengurus proses izin edar. Sementara yang terakhir adalah memulai produksi dengan cara pembuatan obat yang baik dan dilakukan kontrol pada proses pemasaran.

Terkait dengan maraknya klaim semacam ini, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Zullies Ikawati menyarankan agar masyarakat tidak mudah percaya terhadap klaim penemuan obat Covid-19 yang belum diuji kebenarannya. “Jika ada berita-berita yang mengklaim penemuan obat Covid-19, jangan cepat percaya, karena penemuan obat Covid-19 tidak semudah itu. Carilah info-info berimbang pada lembaga-lembaga yang terpercaya seperti BPOM,” tuturnya. (red)