Seminar Nasional Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan

Jakarta, BISKOM – Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2020 tentang ‘Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan’ yang merupakan salah satu aturan turunan yang dimandatkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjadi angin segar terwujudnya kesetaraan bagi difabel (penyandang disabilitas) di hadapan hukum dan proses peradilan mendapatkan.  

Difabel, baik sebagai korban ataupun pelaku perlu memperoleh proses peradilan yang fair sepanjang proses pemeriksaan, penuntutan, hingga persidangan, pengambilan putusan dan pelaksanaan putusan. Sayangnya, hal ini masih menjadi harapan bagi sebagian besar difabel, utamanya difabel perempuan yang tak jarang justru menjadi korban.

Dalam konteks penanganan kasus difabel berhadapan dengan hukum, sejumlah tantangan serius masih menghambat dan tak jarang mengurangi asas keadilan, diantaranya: 1) belum tersedianya pendamping hukum serta pendamping disabilitas yang dapat memastikan proses penanganan yang sesuai kebutuhan difabel; 2) sarana fisik serta sarana komunikasi yang justru menjadi hambatan aksesibilitas; serta 3) belum adanya mekanisme asesmen kebutuhan berdasarkan jenis disabilitas yang seharusnya terjadi dalam tahap pemeriksaan dan menjadi acuan dalam proses-proses peradilan berikutnya. Lahirnya PP ini akan menjadi jawaban atas sejumlah hambatan tersebut di lembaga peradilan maupun lembaga lain yang terlibat.

Selasa (27/10/2020) Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) dengan dukungan Pemerintah Australia melalui program Australia Indoneisa Partnership for Justice 2 (AIPJ2) menyelenggarakan Seminar Nasional tentang “Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan”.

Dalam sambutannya, Chargé d’Affaires a.i., Australian Embassy di Indonesia, Dr. Dave Peebles menyampaikan bahwa seminar hari ini mempertemukan dua komponen strategis dalam mewujudkan peradilan yang inklusif – pemangku kepentingan dengan pengetahuan dan tanggung jawab di sektor hukum dengan rekan-rekan penggiat advokasi pemenuhan hak-hak difabel di hadapan hukum.

“Kami juga mengapresiasi keterbukaan dan kontribusi rekan-rekan gerakan disabilitas dalam diskusi kebijakan, program dan layanan hukum yang adil. Pemerintah Australia terus berkomitmen mendukung upaya Pemerintah Indonesia dan organisasi masyarakat sipil untuk memperkuat inklusi disabilitas dalam proses peradilan,” ujar Dave.

Hadir untuk mendiskusikan topik ini yakni Syamsul Maarif, S.H., LL.M, Ph.D (Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung RI); Erni Mustikasari, S.H., M.H. (Jaksa pada Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum); Brigjen Pol. Ferdy Sambo, S.H, S.I.K., M.H (Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim POLRI); A. Yuspahruddin, Bc.IP.,S.H., M.H. (Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, Dirjen Pemasyarakatan); serta Purwanti (Koordinator Advokasi dan Jaringan SIGAB Indonesia).

Hakim Agung Syamsul Maarif menyatakan bahwa pemenuhan hak penyandang disabilitas bukan tindakan amal, tetapi pemenuhan kewajiban negara. Dan pemenuhan sejak di tahap awal proses peradilan sangat penting, tidak bisa hanya mengandalkan yang terjadi di pengadilan atau persidangan saja. (vincent)