Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho.

Jakarta, BISKOM- Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya (Ombudsman Jakarta Raya) meminta masyarakat khususnya Calon Mahasiswa Baru yang akan memasuki Perguruan Tinggi, khususnya perguruan tinggi Swasta untuk memastikan Akreditasi Prodi (Program Studi) Perguruan Tinggi yang akan mereka masuki. ”Kami menemukan adanya perguruan tinggi yang Prodinya tidak memiliki akreditasi telah melakukan penerimaan mahasiswa, dan diberikan sanksi oleh LLDIKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) Wilayah III tanpa kejelasan penyelesaian selama bertahun-tahun dan menyebabkan status para mahasiswanya menjadi terkatung-katung” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho.

Ombudsman mengkhawatirkan hal ini merupakan fenomena puncak gunung es, karena lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh LLDIKTI Wilayah III dan lambannya proses pengambilan keputusan mereka dalam proses re-akreditasi Prodi yang diajukan oleh Perguruan Tinggi. “Kami telah menyelesaikan proses pemeriksaan laporan masyarakat dari kelompok Mahasiswa Universitas Satyagama yang telah menjadi korban dan ketidakjelasan status Prodi mereka akibat lemahnya pengawasan dan lambannya proses reakreditasi yang seharusnya dilakukan oleh LLDIKTI Wilayah III” lanjutnya lagi.

Dalam proses pemeriksaan, dilakukan permintaan keterangan baik secara langsung maupun daring diantaranya kepada LLDIKTI Wilayah III, Ditjen Dikti, Pjs. Rektor dan Wakil Rektor Universitas Satyagama. “Kami menemukan bahwa pihak Ditjen Dikti bersama LLDIKTI Wilayah III telah membentuk Tim Evaluasi Kinerja Akademik (Tim EKA) yang menghasilkan keputusan pemberian Sanksi Administrasi Berat terhadap Universitas Satyagama. Sanksi tersebut bisa berpotensi dilakukannya pencabutan izin PTS sebagaimana ketentuan Pasal 72 ayat (3) Permenristekdikti Nomor 7 Tahun 2020. ” terang Teguh.

Namun, hasil pemeriksaan juga menunjukkan betapa lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak LLDIKTI Wilayah III. Lembaga tersebut tidak pernah melakukan visitasi untuk monitoring berkala dalam beberapa tahun terakhir yang seharusnya dilakukan minimal sekali dalam setahun. “Visitasi terakhir dilakukan pada tahun 2020 termasuk pembentukan Tim EKA karena adanya pengaduan dari para mahasiswa, itu saja dokumennya tidak disampaikan ke kami karena alasan confidential. Jadi kami kesulitan menilai kinerja dan kualitas pengawasannya. Hal ini termasuk tindakan menghalang-halangi pemeriksaan Ombudsman yang bisa berpotensi pidana,” kata Teguh.

Lebih lanjut, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman RI Jakarta Raya, Rully Amirulloh menyatakan bahwa terdapat temuan lain yang diperoleh Tim Pemeriksa Ombudsman Jakarta Raya, diantaranya terkait dengan re-akreditasi program studi dan aliran dana universitas. “Kami menemukan banyak program studi yang belum dilakukan re-akreditasi namun pihak universitas tetap melakukan penerimaan mahasiswa baru dan meluluskan mahasiswanya. Selain itu, ditemukan penggunaan rekening pribadi Pjs. Rektor untuk urusan (aliran dana) universitas. Hal ini tentu berpotensi terjadi penyalahgunaan wewenang seperti penggelapan,” kata Rully.

Dengan lemahnya pengawasan termasuk tidak dilakukanya kewajiban melakukan peninjauan (visitasi) untuk melihat kondisi sebuah Perguruan tinggi secara langsung. Ombudsman khawatir status akreditasi yang termuat di dalam website BAN-PT tidak berkesesuaian dengan kondisi dilapangan atau dengan status akreditasi yang sebenarnya.

Sementara lambannya proses re-akreditasi yang merupakan indikasi mal administrasi penundaan berlarut yang diajukan oleh pihak perguruan tinggi kepada LLDIKTI Wilayah III berpotensi menyebabkan terjadinya ketidakpastian status bagi para mahasiswa, penyebaran informasi tidak tepat terkait akreditasi oleh pihak perguruan tinggi dan potensi terjadinya transaksi perizinan akreditasi antara Perguruan tinggi dengan oknum tertentu di LLDIKTI Wilayah III.

LLDIKTI wilayah III sebagai Penyelanggara layanan publik pasti memiliki Standar Pelayanan termasuk syarat, prosedur, jangka waktu, biaya, produk layanan dan mekanisme Pengaduan. “Semestinya, status akreditasi dan kondisi kampus PTS yang karut marut seperti yang terjadi di Universitas Satyagama bisa langsung diketahui termasuk proses reakreditasi mereka” lanjut Rully. “Dan jika Satyagama melanggar ketentuan hingga perlu dijatuhkan sanksi juga bisa dilakukan dengan cepat, dan tepat serta memberi kepastian baik kepada mahasiswa, calon mahasiswa maupun pihak PT sendiri termasuk sanksi pencabutan izin jika sesuai dengan ketentuan” jelasnya lagi.

Untuk itu, Ombudsman Jakarta Raya, meminta calon mahasiswa yang akan melanjutkan Pendidikan ke perguruan tinggi mendokumentasikan status Prodi Perguruan Tinggi yang mereka tuju, meninjau langsung calon kampus dan memperoleh informasi sebanyak mungkin sebelum memutuskan untuk mendaftar ke sebuah Perguruan Tinggi, “termasuk menggali informasi kepada para mahasiswa yang tengah menempuh Pendidikan di Perguruan Tinggi tersebut saat mereka akan melakukan pendaftaran” saran Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho.

Terkait dengan temuan dalam proses akreditasi Universitas Satyagama. Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya telah menyampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) kepada para Terlapor yaitu LLDIKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) Wilayah III dan Ditjen Dikti Kemendikbud (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI). “Kami akan memantau saran dan tindakan korektif yang kami sampaikan ke mereka supaya ditindaklanjuti dan fenomena gunung es buruknya tata kelola dan pengawasan akreditasi prodi Perguruan Tinggi di Jakarta tidak terjadi, dan tidak ada masyarakat khususnya calon mahasiswa yang dirugikan lagi” tutupnya.

Ombudsman Jakarta Raya juga melakukan pemeriksaan lapangan untuk melihat langsung kondisi sarana pra sarana di Universitas Satyagama. “Pemeriksaan kami lakukan kepada para pihak terkait, bahkan juga dilakukan pemeriksaan lapangan melalui sidak (investigasi mendadak). Kondisi kampus kita lihat sudah tidak terawat gedung dan ruangan didalamnya, ada bendera (merah putih) sobek dan tempat sampah di tengah lapangan,” tambah Rully.

Pasca penyampaian LAHP, Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya meminta LLDIKTI Wilayah III dan Ditjen Dikti dapat melakukan perbaikan agar permasalahan ini dapat segera terselesaikan serta secara tegas menindak perguruan tinggi yang melakukan pelanggaran berat seperti Universitas Satyagama. “Harusnya akhir bulan Mei ini sudah ada keputusan dari Dikti mengenai kondisi Satyagama, terkait kewajiban yang harus dipenuhi oleh Satyagama selama 6 bulan sebagai bentuk sanksi berat yang diterima oleh Satyagama. Apakah sudah ada perbaikan dan bisa terus beroperasi atau perlu dilakukan pencabutan izin. Dikti harus menyampaikan ke publik terhadap keputusan tersebut. Pencabutan izin PTS bagi Universitas Satyagama bisa saja dilakukan melihat temuan pelanggaran berat yang sudah berlarut. Keseriusan pelaksanaan tindakan korektif oleh para Terlapor kami harapkan dapat menjadi preseden baik serta role model bagi pelaksanaan pengawasan perguruan tinggi swasta kedepannya,” tutup Teguh. (Hoky)