BISKOM, Jakarta – Sejak awal tahun 2021, pemasaran figur calon presiden untuk Pemilu 2024 sudah mulai digelindingkan lembaga survey pelanggan Pemilu. Sejumlah nama tokoh politik bermunculan setiap hari di semua media. Namun hal itu dinilai kurang adil, karena hampir semua figur yang dimunculkan, baik yang lama maupun yang baru semuanya berkutat dan berasal dari pulau Jawa. “Berat sebelah”, kata Zainal Bintang. Wartawan senior dan politisi kawakan yang cukup lama berkecimpung sebagai elite Partai Golkar itu. Dirinya mempertanyakan adanya kampanye sosialisasi calon presiden yang didominasi tokoh dari pulau Jawa atau Kawasan Indonesia Barat.
Menurut Bintang, seharusnya ada keseimbangan dengan memberi ruang yang sama besarnya kepada sejumlah tokoh nasional asal KTI (Kawasan Timur Indonesia), untuk bisa ikut berkontestasi di dalam panggung Pemilu 2024. “Kurang adil”, kata Bintang sambil menekankan, pandangannya ini bukan semangat kedaerahan yang sempit. Tapi menganggap ini adalah hal yang wajar, jika dipromosikan juga calon presiden asal KTI. Ini penting, katanya, guna mengisi kekosongan setelah JK (Jusuf Kalla) lengser. “Harus ada kesinambungan yang mencerminkan keharmonisan bangsa dari Sabang sampai Merauke di level jabatan kepresidenan”, jelas Bintang.
Dikatakannya, sejak dulu, dari masa ke masa, selalu ada kader bangsa yang handal yang berasal dari Kawasan KTI”, tegasnya. Terkait hal itu, Bintang bersama koleganya telah memutuskan membuat suatu forum promosi dan sosialisasi figur pemimpin yang handal dari KTI yang dalam waktu singkat akan diluncurkan. Ada yang menyebut nama wadahnya: “Tata KTI Rebound!”. Hal itu merujuk pada tahun 2008 menjelang pemilu 2009, Bintang bersama beberapa tokoh Indonesia Timur pernah membentuk wadah yang diberi nama Tata KTI (Gerakan Solidaritas Kebangkitan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia). Ditanya soal persiapan “Rebound Tata KTI”, Bintang hanya mengatakan “wait and see”.
Menurut catatan yang beredar di media, pada tataran pejabat tinggi negara di era kedua Jokowi ini, terdapat nama beken berdarah dari Indonesia Timur, seperti, Sandiaga Uno (Menparekraf), Syahrul Yasin Limpo (Mentan), Johnny Gerard Plate (Menkominfo) dan Suharso Monoarfa (Menteri PPN/Kepala Bappenas) untuk menyebut beberapa nama. Mantan menteri era pertama Jokowi bisa disebut nama Andi Amran Sulaiman (Mentan) dan Komjen Polisi (pur) Syafruddin mantan Menteri PAN/RB. Di jajaran legislatif tersebut nama Rakhmat Gobel (Wakil Ketua DPR RI), Fadel Muhammad (Wakil Ketua MPR RI) dan La Nyalla Mattalitti (Ketua DPD RI). “Ini baru beberapa nama saja, namun masih bisa ditambahkan sambil jalan”, ujar Bintang.
Meskipun persiapan menuju Pemilu 2024 yang masih tiga tahun lebih, namun terlihat sekarang lebih heboh dibanding beberapa pemilu sebelumnya. Hiruk – pikuk sosialisasi figur capres mendominasi pemberitaan media. Memenuhi ruang publik. Sesuai konstitusi, petahana tidak dapat mencalonkan diri lagi. Hal ini yang mendorong sejumlah petinggi partai dan tokoh terkenal tergoda untuk maju bertarung.
Yang banyak mendapat sorotan, sejumlah calon presiden oleh parpol maupun melalui lembaga survey seluruhnya figur Jawa atau KBI (Kawasann Barat Indonesia). Ada nama seperti Puan Maharani, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono dan bertengger pula nama lama Prabowo Subianto. Dominasi nama tersebut itulah yang memantik reaksi mempertanyakan mengapa tidak ada figur handal dari KTI. “Ini berindikasi menyepelakan potensi dan kompetensi anak bangsa dari KTI”, ujar Bintang berseloroh.
Bagaimanapun juga, kita harus sepakat menjaga keseimbangan geopolitik Indonesia yang berbasis Wawasan Nusantara, pungkas Bintang, sambil menekankan panggung Pemilu 2024 harus mencerminkan keseimbangan geopolitik Indonesia dengan berlaku adil terhadap kader bangsa dari KTI. “Belum tentu kader-kader anak bangsa dari KTI secara kualitas dan kompetensi kalah dengan mereka yang berasal dari KBI”, tegas Bintang yang dikenal sebagai putra salah seorang pejuang kemerdekaan di Sulawesi Selatan.
Diakhir pernyataannya ini, Bintang menyebutkan perlu memberikan apresiasi pembicaraan La Nyalla dengan OSO (Oesman Sapta Odang) mantan ketua DPD, di rumah pribadi OSO pada Jumat 14 Mei 2021 malam. Kedua tokoh itu menghendaki adanya perubahan konstitusi yang dapat memberikan kewenangan kepada DPD untuk dapat mengajukan calon presiden. “Sudah seharusnya DPD juga menjadi salah satu saluran untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berasal dari luar kader partai politik. Karena partai politik harus mengusung kader terbaiknya. Sedangkan ada calon-calon potensial di republik ini yang bukan kader partai, lalu dimana salurannya? Padahal setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih?” tutur OSO melemparkan wacana dalam pertemuan itu. (Hoki)