Jakarta, BISKOM – Pemprov DKI Jakarta menetapkan advokat sebagai sektor esensial. Sehingga selama masa PPKM Darurat, kantor advokat dapat beroperasi, dengan penerapan protokol kesehatan ketat dan pembatasan work from office (WFO) maksimal 25%.
Wakasat Pol PP DKI Jakarta, Sahat Parulian berharap, dengan ditetapkannya status sektor esensial, para advokat dapat tetap menjalankan tugasnya, tanpa melupakan kewajiban seperti memperhatikan protokol kesehatan.
“Setelah ditetapkan sebagai sektor esensial, nantinya akan ada regulasi yang mengiringi. Kami berharap sektor-sektor terkait mematuhi ketentuan. Harus memperhatikan prokes, seperti kehadiran hanya 25% sesuai regulasinya,” ujar Sahat.
Sebelumnya, DPN Peradi dalam suratnya tertanggal 7 Juli 2021 yang ditandatangani Ketua Umum Otto Hasibuan dan Sekretaris Jenderal Hermansyah Dulaimi telah menguraikan empat pertimbangan agar profesi advokat ditetapkan sebagai sektor esensial.
Pertama, dalam kebijakan PPKM Darurat, pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian ditetapkan sebagai sektor esensial (maksimal 25% WFO dengan protokol kesehatan secara ketat), yang berarti aktivitas persidangan dan penyidikan tetap berjalan, sehingga keberadaan advokat sebagai penasihat/kuasa hukum diperlukan dalam semua proses hukum tersebut.
Kedua, KUHAP mengamanatkan pendampingan yang bersifat wajib terhadap perkara dengan tuntutan di atas 15 tahun dan bagi masyarakat tidak mampu dengan tuntutan di atas lima tahun (Pasal 56). Ketidakhadiran advokat dapat menyebabkan proses hukum atau persidangan menjadi cacat hukum dan tidak dapat dilanjutkan.
Ketiga, pada masa PSBB tahun 2020 profesi advokat diperlakukan sama dengan unsur penegak hukum lainnya sebagaimana Surat Pengecualian SIKM yang diterbitkan oleh Pemda DKI Jakarta tanggal 8 Juni 2020. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 5 Ayat 1 UU No. 18/2003 dan penjelasannya yang menetapkan advokat sebagai penegak hukum dan merupakan perangkat proses peradilan serta berkedudukan setara dengan penegak hukum lainnya.
Keempat, penetapan profesi advokat sebagai sektor nonensensial kiranya dapat mengganggu proses hukum yang berjalan di pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian serta merugikan kepentingan masyarakat pencari keadilan. Apalagi, saat menjalankan tugas profesi, ada beberapa hal yang tidak dapat sepenuhnya dilakukan secara WFH, karena mencakup administrasi surat-menyurat (di antaranya penerimaan relaas panggilan sidang dan pemberitahuan putusan pengadilan); riset kepustakaan; penyiapan dokumen jawab-jinawab/pembelaan; serta pengajuan upaya hukum yang dibatasi tenggang waktu menurut undang-undang.
Ketua Harian Peradi R. Dwiyanto Prihartono menjelaskan, upaya koordinasi dengan berbagai instansi terkait merupakan bentuk perhatian Peradi terhadap aspirasi anggota di berbagai kota yang mengalami kendala dalam menjalankan tugas penegakan hukum di masa PPKM Darurat.
“Peradi mengepresiasi kebijakan Pemda DKI Jakarta dan mendukung program PPKM darurat yang sedang berjalan. Diharapkan rekan-rekan advokat menjalankan WFO maksimal 25% dan prokes secara ketat. Aparat Satpol PP dan Apgakum bisa sewaktu-waktu mengeceknya,” pungkas Dwiyanto. (red)