Jakarta, Biskom- Majelis Profesor Riset mengukuhkan empat profesor riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Kamis (23/12). Profesor riset yang dikukuhkan merupakan profesor riset ke 626, 627, 628, dan 629 secara nasional serta profesor riset ke 7, 8, 9, dan 10 di lingkungan BRIN. Pengukuhan keempat profesor riset tersebut menambah jumlah profesor pada tingkat nasional menjadi 7.833 orang.

Keempat profesor riset yang dikukuhkan adalah Prof. Irtanto dari Balitbangda Provinsi Jawa Timur, Prof. Agus Haryono dari Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik, Prof. Siswanto dari Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Humaniora, dan Prof. Muhammad Rokhis Khomaruddin dari Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa.

Pengukuhan Profesor Riset BRIN menjadi momentum penting dalam peningkatan kapasitas SDM Iptek. Sebagai satu-satunya lembaga penelitian di Indonesia, kehadiran BRIN sangat dinanti oleh segenap masyarakat dalam memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi dengan pendekatan riset dan inovasi.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengatakan, untuk menjadi seorang profesor tidaklah mudah, ketekunan dan semangat yang tinggi dalam melakukan riset menjadi kunci keberhasilan. “Semangat dan selalu fokus dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang periset menjadi modal utama untuk dapat meraih prestasi hingga menjadi profesor,” kata Handoko.

Kepada mereka yang dikukuhkan, Handoko berpesan agar mampu membina para periset di bawahnya untuk dapat bekerja lebih baik sehingga penelitian yang dilakukan dapat memberikan hasil yang maksimal dan bermanfaat bagi masyarakat. Dengan demikian di masa mendatang, kualitas SDM iptek BRIN terus meningkat dan mampu bersaing dengan para periset di tingkat global.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Drs. Irtanto, M.Si yang dikukuhkan sebagai profesor riset bidang politik dan pemerintahan menyampaikan orasi berjudul “Kebijakan dalam Otonomi Daerah dan Dampaknya Terhadap Penyenggaraan Pemerintahan.”

Dalam orasi tersebut, Irtanto memaparkan perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi telah melahirkan otonomi daerah. Otonomi daerah diharapkan dapat memelihara hubungan yang serasi, baik antara pusat dan daerah maupun antardaerah sehingga dapat meningkatkan pembangunan daerah dan kinerja birokrasi pelayanan publik.

“Namun, dalam pelaksanaannya, otonomi daerah justru menimbulkan berbagai konflik antar daerah otonom kabupaten/kota dan konflik internal daerah otonom,” kata Irtanto.

Menurut Irtanto, Konflik dalam otonomi daerah perlu direspons dengan penyelesaian konflik dan perlu dikonstruksi demi masa depan kelangsungan pemerintahan daerah. Penanganan konflik perlu melibatkan pihak yang berkonflik dengan mempertimbangkan win-win solution (menang-menang) untuk mengakomodasi semua kepentingan.

Dr. Eng. Agus Haryono yang dikukuhkan sebagai profesor riset bidang kimia makromolekul menyampaikan orasi berjudul “Modifikasi Struktur Makro-Molekul untuk Optimalisasi Sifat Mekanik dan Termal pada Kemasan Ramah Lingkungan Berbasis Bio-plasticizer Turunan Kelapa Sawit.”

Dalam orasinya, Agus menjelaskan isu permasalahan sampah yang timbul akibat dari pemakaian plastik yang tidak ramah lingkungan. Fenomena mikroplastik yang mencemari lautan Indonesia mengakibatkan juga cemaran terhadap biota laut yang bersifat karsinogen menjadikan bukti pentingnya pengembangan kemasan ramah lingkungan.

“Minyak kelapa sawit dan biomassa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku biopolimer, biokomposit, dan bioaditif. Melalui proses modifikasi struktur makromolekul yang tepat, aplikasi menjadi optimal pada kemasan, dan pelapis yang ramah lingkungan,” kata Agus.

Sifat termal, sifat mekanik, dan sifat biodegradasi pada biopolimer sawit dapat dikontrol secara optimum menjadi material yang berkinerja tinggi. Dengan berbasis riset dan inovasi, minyak kelapa sawit dapat diolah menjadi bahan baku polimer yang ramah lingkungan.

Dr. Siswanto MSi yang dikukuhkan sebagai profesor riset bidang hubungan internasional menyampaikan orasi berjudul “Pengembangan model mediator kebijakan Amerika Serikat dan aksi mediasi dalam sengketa Irian Barat.”

Dalam oarasi tersebut ia menyampaikan masalah perubahan kebijakan luar negeri AS dalam sengketa Irian Barat dari pasif netral menjadi aktif mediasi dipengaruhi oleh faktor internal dan dan eksternal, disamping itu Model Aktor Rasional (MAR) dan Model Pilihan Rasional (MPR) dinilai kandidat menjadi konsep yang relevan untuk memahami pengambilan keputusan yang menghasilkan perubahan kebijakan AS dalam sengketa Irian Barat.

“Faktor internal adalah rekomendasi para elite dan pergantian pejabat di era Presiden Kennedy. Faktor eksternal adalah meningkatnya eskalasi konflik Irian Barat pada awal tahun 1962 sehingga berpotensi menjadi perang terbuka dan masuknya pengaruh Uni Soviet ke Indonesia,” kata Siswanto.

Dr. Muhammad Rokhis Khomaruddin, S.Si., M.Si yang dikukuhkan sebagai profesor riset bidang teknologi penginderaan jauh dan geomatika menyampaikan orasi berjudul Iptek Penginderaan Jauh untuk Meningkatkan Kualitas Deteksi Permasalahan Lingkungan Dalam Mendukung Mitigasi Bencana di Indonesia.”

Dalam orasinya, Rokhis memaparkan tentang deteksi permasalahan lingkungan difokuskan pada pemanfaatan data penginderaan jauh yang selanjutnya dapat digunakan untuk mitigasi bencana.Dengan dukungan teknologi, riset model simulasi perubahan lingkungan juga dapat memecahkan masalah akurasi dan uncertainty dapat diselesaikan.

“Hasil model simulasi berbasis penginderaan jauh tidak hanya dapat memperkirakan potensi bencana di masa mendatang, tetapi dapat juga memperkirakan penyebab terjadi bencana dan memperkirakan potensi jumlah korban jiwa terhadap suatu bencana. Penerapan model simulasi telah dilakukan untuk DKI Jakarta dengan performa baik,” jelas Rokhis.