Pakar pendidikan yang juga pengajar Departemen Teknik Elektro dan Teknik Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Muhammad Nur Rizal mengatakan momentum pembelajaran tatap muka di sekolah perlu dimanfaatkan untuk perubahan paradigma pendidikan yang kini telah bertransformasi di era digital.
Saat ini hampir seluruh jenjang sekolah awal tahun 2022 ini memulai pembelajaran tatap muka kembali setelah kasus Covid-19 mulai melandai dan vaksinasi kian merata.
“Perubahan paradigma pendidikan ini salah satunya pada guru, agar mulai mengedepankan pengembangan diri siswa secara utuh,” kata Rizal di hadapan ratusan guru dan kepala sekolah SMK dalam forum Rapat Kerja Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMK Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 11 Januari 2022.
Pandemi Covid-19 yang lebih cepat mentransformasi berbagai sektor pendidikan turut membuat peserta didik makin melek teknologi lebih dini. “Jadi perubahan paradigma ini perlu agar generasi sekarang tidak menjadi generasi yang irrelevant di tengah perubahan dunia kerja yang akibat disrupsi teknologi,” kata Rizal yang juga pendiri komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan itu.
Rizal membeberkan, generasi yang irrelevant dimaknai sebagai generasi yang tidak memiliki kompetensi dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja di masa mendatang. Hal ini disebabkan oleh perkembangan pesat kemampuan kecerdasan buatan (AI) untuk menggantikan pekerjaan high skilled labor.
“Kecerdasan buatan ini diprediksi mampu meretas otak manusia dalam bekerja dengan kemampuan algoritma komputasinya yang semakin tinggi. Hal ini berpotensi besar semakin banyak menggantikan segala jenis keterampilan yang dimiliki oleh manusia,” kata Rizal di hadapan 218 kepala sekolah SMK dan kepala dinas pendidikan itu.
Ia pun mengacu data McKenzie Global Institute terakhir yang mengungkap biaya dalam menggunakan kecerdasan buatan turun hingga mencapai 65 persen sedangkan biaya penggunaan tenaga manusia justru naik hingga 15 persen. “Potret ini menggambarkan penggunaan kecerdasan buatan yang jauh lebih efisien daripada penggunaan tenaga manusia,” kata dia.
Dengan demikian, apabila tidak ada pergeseran paradigma pendidikan yang relevan untuk menyediakan sumber daya manusia melalui pendidikan saat ini, berpotensi pada meningkatnya angka pengangguran di berbagai sektor bahkan yang membutuhkan high skilled labor. “Sebab biayanya dengan kecerdasan buatan yang jauh lebih murah,” kata dia.
Rizal mengatakan pula komputasi kecerdasan buatan akan jauh lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan upskilling dan reskilling daripada mengubah kemampuan manusia itu sendiri.
Perubahan yang cepat ini dianalogikan oleh Nur Rizal seperti hilangnya pekerjaan, seperti di pabrik, sebagai customer service, dan di teller bank di masa mendatang karena sudah digantikan oleh kecerdasan buatan.
“Dalam 10 – 20 tahun lagi, manusia didorong untuk menguasai programming atau desain visual yang saat ini seperti keterampilan baru.
Namun setelah menguasainya, mungkin 10 tahun ke depan keterampilan itu sudah tidak dibutuhkan karena ada kecerdasan buatan yang lebih canggih akan menggantikan peran tersebut,” kata dia.
“Fenomena-fenomena ini harus menjadi peringatan bagi seluruh pelaku pendidikan untuk merevolusi cara mengajar dan cara belajar siswanya yang lebih kompetitif agar tidak tergantikan kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan bioteknologi,” papar Rizal.
Di abad 21, Rizal menilai dunia pendidikan sudah seharusnya lebih lebih berorientasi pada pengembangan kesadaran diri setiap siswa mampu mengelola kondisi emosi sekaligus meningkatkan keterampilan sosialnya.
Hal ini diperlukan agar siswa memiliki keseimbangan mental untuk menghadapi perubahan dunia yang sangat cepat, atau tekanan kebutuhan kerja yang berubah dengan sangat cepat. Misalnya topik pedagogi seperti Self-Regulated Learning dan Social Emotional Learning menjadi pelatihan yang utama.
“Pedagogi inilah yang mampu membangun kemampuan siswa untuk belajar secara mandiri, mengeksplorasi berbagai macam pengetahuan dan perspektif, sekaligus mengolah informasi menjadi nilai tambah, tidak hanya menjadi pengepul informasi,” kata dia.