Selalu saat ditanya, apa yang menghambat transformasi digital di perusahaan / instansi kita, maka kita akan berpikir keras sesaat, hingga akhirnya kita menyimpulkan beberapa hal.
Pertama, teknologi dan data. Ini yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita. Betapa teknologi terbaru bisa menyulitkan. Mengapa? Karena kita sudah memiliki sistem yang baku (padahal kaku). Bahkan cenderung sistem yang kita miliki kadaluarsa. Mungkin juga masih sebagian besar manual. Belum lagi bicara infrastruktur TI yang ketinggalan jaman. Ada lagi kesulitan dalam integrasi sistem dan menggabungkan data.
Teknologi memang selalu menjadi tantangan terbesar. Tapi saat kita berniat melakukan transformasi secara digital, mau tidak mau kita harus mengurainya. Sistem yang telah berjalan seringkali kaku karena memang sudah berjalan tahunan, bahkan puluhan tahun. Teknologi merubah sistem ini menjadi sangat fleksibel.
Dulu kita harus datang ke kantor dulu sebelum ke konsumen, karena harus absensi di kantor. Sekarang tidak lagi, semua bisa dilakukan dari smartphone kita.
Belum lagi kesulitan integrasi, penggabungan data. Dulu ada double atau triple entry, memasukkan data yang sama ke dalam berbagai sistem. Dengan tujuan yang sama, diperkenalkanlah integrasi data, integrasi aplikasi, mereka bisa bertukar data melalui API.
Kedua, fokus jangka pendek. Seringkali kendala transformasi digital itu karena kita terlalu berfokus pada jangka pendek. Kita ingin A , ingin B, tapi hanya durasi pendek. Target jangka pendek ini seringkali merusak tatanan target transformasi yang kita buat. Kita ingin agar semua orang bisa absensi dengan mudah, maka target jangka pendeknya hanya agar orang bisa absensi saja. Maka teknologi yang dipilih hanya input data di google form. Kelihatannya berjalan, tapi tidak bisa untuk jangka panjang.
Ketiga, sumber daya manusia. Selalu bicara ini. Dua hal diatas menunjukkan bagaimana budaya digital yang harus diterapkan dalam perusahaan dan instansi. Inilah yang seringkali gagal. Faktor SDM yang tidak mau berubah, dan membuat manajemen tidak mau berubah juga. Maka satu yang pernah saya bahas, ganti SDM, upgrade SDM. Perkerjakan hanya mereka yang siap berubah, siap dan mau bertransformasi.
Percuma mempertahankan orang kaku, yang akan membuat organisasi menjadi beku. Jangan ragu, ambil langkah terbaik untuk mendapatkan SDM terbaik.
Keempat, sudah kebiasaan lama. Seringkali tidak bisa berubah karena kita telah sangat terbiasa dengan tingkah laku, proses dan pengambilan keputusan yang lama. Sudah nyaman dengan kondisi itu. Sehingga, kita tidak mau berubah. Karena transformasi digital pasti merubah proses bisnis. Pastinya merubah tingkah laku. Yang tadinya lambat, bisa dikerjakan santai harian, sekarang dalam jam, bahkan menit bisa selesai.
Pengambilan keputusan yang biasanya melalui rapat dan negosiasi alot, sekarang bicara berdasarkan data. Mungkin buat orang tertentu jadi mudah, tapi tidak untuk orang yang biasanya suka ribet dan lambat.
Kelima, struktur organisasi yang kompleks. Seringkali, transformasi digital juga dihambat karena birokrasi, rumitnya struktur organisasi perusahaan atau instansi. Dengan lapisan hingga 5-7 lapis, tentu pengambilan keputusan menjadi sangat rumit, perlu hati-hati, karena banyaknya politik kantor.
Persaingan internal ini kadang menyulitkan , membuat perusahaan dan organisasi tidak bisa bergerak. Sehingga pengambilan keputusan penuh resiko dan kadang menyakitkan satu dengan lainnya.
Maka merubah ini tidak mudah. Transformasi digital kadang disertai transformasi struktur organisasi. Yang tadinya berjenjang, dibuat lebih simpel, mungkin hanya 3-4 lapis. Kemudian, dibuat pendekatan project-based, product-based, dan pendekatan lain yang lebih mudah, lebih lincah (agile).
Keenam, prioritas. Seringkali transformasi digital dianggap sebagai me-too, ikut-ikutan. Padahal tidak. Transformasi digital dipicu oleh konsumen, oleh market dan kondisi pasar. Bila kita tidak bergerak, berubah maka akan terlibas, tertinggal bahkan mati. Maka prioritas perusahaan, dan instansi juga harus disesuaikan agar bisa bergerak ke arah yang tepat.
Ini termasuk alokasi sumber daya manusia, tenaga, waktu dan perhatian manajemen, untuk bisa menajamkan fokus kepada transformasi yang ada.
Ketujuh, kultur budaya. Kultur budaya perusahaan juga harus disesuaikan. Banyak kendala dari apa yang kita sebut sebagai kultur. Maka budaya perusahaan juga harus dirubah agar menjadi sesuai. Transformasi budaya ini mengarah kepada apa yang disebut sebagai nilai-nilai perusahaan / instansi. Kultur atau budaya memperkuat tujuan strategis, visi dan misi perusahaan. Bila kita tidak menyesuaikan ini, maka tentu kita akan melihat budaya ini luntur, tertinggal jaman dan tidak bisa menjadi pandu perusahaan / instansi.
Itulah tujuh hal yang sering menghambat transformasi digital yang sedang dilakukan oleh banyak perusahaan dan instanasi. Coba cek dimanakah yang membuat anda lambat dalam bertransformasi. Pastikan anda mengetahuinya dengan segera.
Ikuti berbagai kegiatan EventCerdas dan APTIKNAS yang terus memberikan anda wawasan terbaik, untuk bisa menjadi Digital Transformation Captain (DtC) di tempat anda berada saat ini.