Minahasa, BISKOM – Sidang Perkara perdata dengan Nomor 380/Pdt.G/2022 yang diajukan oleh Penggugat Wenny Lumentut yang dalam gugatannya ternyata pekerjaan sebagai Wakil Walikota Tomohon melawan Jolla Juverzine Benu Tergugat I masih terus berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Tondano.

Sidang kali ini digelar kembali pada Rabu (12/4/23) dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak penggugat.

Lewat Kuasa Hukumnya Heivy Mandang, SH dan Maulud Buchari, SH, Wenny Lumentut sebagai penggugat menghadirkan dua orang saksi yakni Rommy Supit Mamuaya yang merupakan mantan Lurah Talete I dan Talete II serta pihak penjual yang mengaku sebagai salah satu ahli Waris dari Jhon Taroreh yaitu Dientje Adriana Taroreh.

Persidangan yang terbuka untuk umum ini cukup seruh dan menegangkan. Apalagi terlihat beberapa kali kuasa hukum dari kedua belah pihak saling tegang sehingga sidang diambil alih oleh majelis hakim.

Hal menarik saat persidangan adalah pemeriksaan saksi pertama bernama Rommy Supit Mamuaya yang merupakan mantan Lurah Talete I dan Talete II.

Rommy yang di cecar berbagai macam pertanyaan oleh kuasa hukum tergugat 1 dan 3 itu terlihat tegang dan beberapa kali pertanyaan yang diajukan pun jawabannya tidak pasti alias tidak mendasar, Rommy juga hanya menjawab tanpa bisa menunjukan bukti yang ditanyakan oleh pengacara dari pihak tergugat, salah satunya bukti surat kepemilikan tanah dari keluarga Taroreh yang saat itu meminta Rommy melakukan pengukuran lahan yang didalamnya terdapat objek sengketa juga meminta untuk menerbitkan Akte Jual Beli (AJB).

“Apa dasar sudara saksi menerbitkan surat keterangan tidak sengketa, terkait objek sengketa tanpa ada dasar kepemilikan atas tanah maupun penguasaan fisik oleh Annie rau,” tanya Saron Sandi Simamora, SH kuasa hukum Tergugat I dan III.

Kemudian Rommy menjawab, “Hanya berdasarkan surat pernyataan dari keluarga dan pengakuan dari beberapa saksi, tanpa ada dasar kepemilikan,” tutur Rommy.

“Wah, bisa rusak Kota Tomohon kalau prosedur pendaftaran tanah ini berlaku diseluruh Kota tanpa dasar yang kuat, orang bisa punya tanah sendiri,” imbuh Sharon Sandi Simamora lagi.

Lalu Rommy pun kembali menjelaskan, “Berdasarkan surat pernyataan keluarga Taroreh menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik orang tua mereka, kemudian keluarga Tarore meminta untuk di ukur karena akan dijual, atas dasar itu sehingga AJB pun diterbitkan,” jelas Rommy tanpa bisa menunjukan bukti surat kepemilikan dari keluarga Taroreh.

Setelah Rommy Supit Mamuaya diperiksa sekitar 3 jam, hakim pun mengskors sidang yang kemudian dilanjutkan kembali dengan saksi kedua.

Sidang yang berlangsung kurang lebih 5 jam dan sempat beberapa kali di skors itu sudah memperolah jawaban dari kedua saksi, dalam proses pemeriksaan di depan majelis hakim para saksi menjelaskan jika objek sengketa yang dijual adalah merupakan tanah perkebunan didalamnya ditanami pohon kayu, cengkih juga bunga, dan keseluruhan tanah berjumlah 27.127 M3 yang digarap oleh keluarga ahli waris Jhon Taroreh sejak tahun 1938.

Kemudian di tahun 2021 dijual kepada penggugat Wenny Lumentut atas dasar keputusan bersama para ahli waris.

Kedua saksi pun mengakui jika objek tanah itu berada di Kelurahan Talete II yang dahulunya dikenal dengan perkebunan Mahawu.

“Kami tahu asal tanah ini oleh penyampaian orang tua kami, bahkan ditahun 1972 dilakukan pengukuran bersama, sehingga batas batasnya jelas. So dari tahun 1938 waktu kita pe papa nyong nyong yang buka ini lahan, bahkan kami sempat membayar pajak” ungkap Dientje yang mengaku sebagai ahli waris Taroreh.

Dientje juga menjelaskan, tanah ini dikuasai dan digarap oleh Keluarga Taroreh sejak tahun 1938. “Tidak ada satupun pihak yang mengajukan keberatan, sampai dengan tanah ini diperjualbelikan yang kemudian dikuasai oleh penggugat Wenny Lumentut,” jelasnya.

Atas penjelasan Dientje kemudian Sharon bertanya lagi, “Berapa yang ibu dapat dari hasil penjualan tanah tersebut,” tanya Sharon kuasa hukum Tergugat I dan III.

Dientje lalu menjawab, “Saya dapat 50 juta, yang diberikan langsung oleh Fera Tarore,” ucapnya.

Usai persidangan kuasa hukum Tergugat I dan III yaitu Sharon Sandi Simamora, SH saat diwawancarai mengatakan, pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan atas keterangan saksi yang dihadirkan penggugat.

“Kami akan simpulkan dalam kesimpulan. Terkait saksi fakta itu melenceng, saya tidak bisa tanya pasti karena ditanya itu ia beberapa detik kemudian berubah. Ya nanti saja pada kesimpulan,” kata Simamora.

Sementara Rielen Pattiasina, BSc, SH kepada media ini mengujarkan, apa yang dikatakan saksi penggugat yaitu Rommy Supit Mamuaya yang merupakan mantan Lurah Talete I dan Talete II adalah tidak mendasar.

“Kami akan laporkan saksi Wenny Lumentut yang notabene adalah mantan lurah Talete I dan II pada saat itu mengeluarkan syarat AJB kepada keluarga Taroreh tanpa dasar kepemilikan yang sah,” ujar Rielen sapaan akrab Pattiasina yang merupakan Wakil Bendahara Umum PERADI Pusat.

Rielen juga sangat respek terhadap majelis hakim yang mempertegas kembali pertanyaan-pertanyaan dari kuasa hukum tergugat.

Diketahui sebelumnya, Wenny Lumentut tak hanya menggugat Jolla Jouverzine Benu (Tergugat I). Namun ada sejumlah nama ikut terseret dalam perkara ini diantaranya, Willem Potu Tergugat II seorang penjaga kebun dari tergugat 1, Olfie Liesje Suzana Benu Tergugat III kakak dari tergugat 1, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tomohon Turut Tergugat I, Petricks Patiasina, SH Turut Tergugat II, Tessar Brandy Soewarno Turut Tergugat III, Lurah Talete Satu sebagai Turut Tergugat IV, dan Lurah Talete Dua Turut Tergugat V.

Sidang ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Nurdewi Sundari, SH, MH didampingi dua Hakim Anggota yakni Dominggus Adrian Puturuhu, SH dan Steven Walukouw, SH serta Panitera Pengganti (PP) Endah Dewi Lestari Usman, SH, juga di pantau langsung oleh Komisi Yudisial.

Sidang selanjutnya dengan agenda kesimpulan akan digelar pada tanggal 3 Mei 2023 nanti. (Zulkifli Liputo).