BISKOM, Sulawesi Tengah – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Buol yang diketuai oleh Agung Dian Syahputra, S.H., M.H. telah mnjatuhkan putusan kebiri kepada seorang ayah kandung yang didakwa oleh Penuntut Umum karena telah beberapa kali menyetubuhi putri kandungnya sendiri pada hari Kamis, tanggal 10 Mei 2023.

Yang perlu menjadi kutipan penting, Putusan kebiri memang putusan yang sangat jarang dijatuhkan, karena dalam konstruksi ketentuan hukumnya memang kebiri hanya bisa dijatuhkan dengan keadaan-keadaan yang sangat dan memberatkan.

Beberapa diantara Keadaan yang memberatkan yang paling penting dari diri Terdakwa ini, diantaranya, Terdakwa telah pernah dihukum penjara selama 9 (Sembilan) tahun karena menyetubuhi anak tirinya, sebagaimana Putusan Nomor 43/Pid.Sus/2015/Pn.Bul, tanggal 25 Juni 2015.

Setelah keluar dari Penjara karena pelecehan seksual terhadap anak tirinya itu, Terdakwa bukannya bertaubat, justru “naik kelas” dengan melakukan pelecehan seksual terhadap anak kandugnya, Perbuatan Terdakwa menyetubuhi anak kandungnya ini dilakukannya tidak hanya 1 (satu) kali.

Para Anak yang menjadi korban Terdakwa adalah anak-anak yang merupakan orang terdekat (keluarga inti) dengan diri Terdakwa, Terdakwa telah gagal menjadi seorang ayah yang seharusnya melindungi dan bertanggungjawab mendidik serta membesarkan anak-anaknya.

Bisa dibayangkan, jika terhadap anak-anaknya sendiri saja, baik anak tiri dan juga anak kandung, pelaku ini sudah tega menyetubuhi dan merusak masa depan anak. Besar kemungkinan, ia akan bisa lebih tega dan tak berpikir panjang untuk kembali melakukan pelecehan seksual pada anak-anak lain di luar sana yang bukan keluarganya.

Sehingga, untuk mencegah kemungkinan ia menjadi predator seksual anak yang lebih berbahaya, Hakim berpendapat perlu menekan Hasrat seksual pelaku setelah ia keluar dari penjara.

Selain menjatuhkan Tindakan kebiri, Majelis Hakim juga menjatuhkan pula pidana tambahan pengumuman identitas pelaku, pertimbangannya berdasar data yang ada, kejahatan seksual pada anak di Kabupate Buol sangatlah tinggi.

Untuk tahun 2021 ada 27 perkara pelecehan seksual terhadap anak, kemudian tahun 2022 ada 28 perkara dan bahkan untuk tahun 2023 ini, sampai dengan saat putusan ini dibacakan baru tercatat ada 30 perkara yang masuk.

Namun dari 30 perkara itu, sudah mencapai 12 (dua belas) perkara UU perlindungan anak. Lebih memprihatinkan lagi, komposisi profil pelakunya sudah lengkap meliputi adanya guru yang mencabuli murid di kelas, kakek yang mencabuli cucu, ayah tiri yang menyetubuhi ataupun menyetubuhi anak tirinya dan juga sudah ada beberapa kali ayah kandung yang menyetubuhi anak kandungnya sendiri di Buol.

Saat ini saja setelah perkara ini diputus, masih sedang berjalan, 3 perkara lain pelecehan seksual terhadap anak yang pelakunya merupakan ayah dari si anak, baik ayah tiri maupun ayah kandung.

Di titik inilah, Hakim berpendapat bahwa momentum pemidanaan yang dijatuhkan oleh Hakim haruslah dapat mengupayakan, terwujudnya dua hal yaitu, Tersampaikannya pesan secara tersirat bagi siapapun mereka di luar sana, agar jangan sampai melakukan perbuatan yang sama dengan Terdakwa atau meniru perilaku jahat Terdakwa.

Terwujudnya pencegahan terhadap diri Terdakwa agar kelak setelah menjalani hukuman penjara tidak lagi mengulangi perbuatan yang sama dan akan makin banyak anak yang dirugikan serta terampas masa depannya.

Humas Pengadilan Negeri Buol Agung D. Syahputra, S.H., M.H. menyatakan : ”Humas di PN Buol ada 2 (dua), yaitu saya dan Pak Hasyril. Kebetulan kami berdua sama-sama berada dalam Majelis Hakim untuk perkara tersebut, sehingga baik saya maupun Pak Hasyril sama-sama terikat kode etik untuk tidak bisa berbicara banyak tentang perkara yang kami tangani sendiri apalagi mengkomentari putusannya, biarlah masyarakat yang menilai apakah putusan itu sudah tepat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan rasa keadilan, putusan itu sudah dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.” Katanya.

Intinya Setelah 3 (tiga) tahun lebih bertugas di wilayah hukum Pengadilan Negeri Buol, Majelis Hakim mempelajari dengan seksama, bahwa angka kejahatan seksual pada anak di Kabupaten di ujung utara Provinsi Sulawesi Tengah yang saat ini dari Ibu Kota Propinsi di Kota Palu hanya bisa ditempuh dengan perjalanan darat selama 14 jam, dari tahun ke tahun jumlahnya selalu meningkat.

Dari keadaan inlah kemudian Majelis Hakim merenung, bahwa nampaknya penjatuhan pemidanaan sekedar dengan pidana pokok berupa penjara dan denda bagi para pelakunya, tak cukup untuk dapat membantu pihak Pemerintah Daerah menegendalikan tingginya angka pelecehan seksual pada anak di Buol.

Bahwa yang tercatat sebagai kabupaten tertingi sewilayah propinsi SULTENG untuk angka kejahatan seksual pada anak. Nah karena Profesi Hakim itu dikenak silent corps, maka Hakim bekerja dalam diam melalui putusan-putusannya.

Dengan adanya putusan ini, dapat membuat orang-orang di Buol berfikir dua atau tiga kali lebih takut jika hendak melakukan pelecehan seksual pada anak, karena kelak ia sendiri sebagai pelaku akan menanggung aib dan rasa malu yang tidak terkira dengan nama, identitas lengkap serta foto terbarunya disebarluaskan dimana-mana sebagai pelaku kejahatan seksual pada anak

Saat ini putusan belum berkekuatan hukum tetap. Karena sesaat setelah putusan dibacakan, Terdakwa telah menyatakan menerima isi putusan Hakim karena telah menyadari kesalahannya. Namun Penuntut Umum menyatakan masih pikir-pikir. Sehingga, masih ada rentang waktu 7 (tujuh) hari untuk mengajukan upaya hukum Banding jika keberatan dengan isi putusan tersebut. (Redaksi)